Kami diberi kebebasan untuk berorganisasi. Di kampung kami, ada Karang Taruna dan Remaja Masjid, organisasi sosial untuk anak-anak muda. Saya dan juga kakak-kakak aktif di kedua organisasi tersebut. Dan selalu menjadi pengurus inti.
Ketika remaja, saya pernah menjabat ketua Karang Taruna sekaligus ketua Remaja Masjid. Sampai sekarang tidak ada warga kampung yang merangkap dua jabatan itu.
Kebiasaan bergaul dengan banyak orang sangat membantu saya menakhodai dua organisasi sosial itu. Saya bisa berkomunikasi dengan banyak kalangan. Bukan hanya mereka yang seusia, tapi juga mereka yang sudah sepuh.
Untuk Karang Taruna, saya menghidupkan berbagai kegiatan olahraga, di antaranya sepak bola, tenis meja, bulu tangkis, dan membuka Perguruan Pencak Silat Nusantara.
Pada momen tertentu, biasanya saat liburan, saya mengadakan wisata ke luar kota. Sebelum ke tempat lokasi wisata, kami ke panti asuhan untuk membagi bantuan berupa makanan, minuman, dan baju layak pakai yang kami kumpulkan dari warga kampung dan simpatisan.
Aktivitas Remaja Masjid juga cukup banyak. Selain kegiatan rutin di masjid seperti mengaji, kultum (kuliah tujuh menit), kajian tafsir, qiroah, juga acara-acara outdoor khususnya untuk program peringatan hari besar Islam (PHBI).
Saya bersama sejumlah teman Remaja Masjid juga menerbitkan buletin dakwah mingguan. Namanya Assalam. Terbit delapan halaman. Saya mengumpulkan uang dari para donatur dari penyebaran buletin tersebut.
Sekitar tiga tahun kami merawat media dakwah tersebut. Setelah banyak aktivis Remaja Masjid yang menikah dan pindah tempat tinggal termasuk saya, media dakwah itu tidak terurus dan tidak terbit sampai sekarang.
***
Hidup bertetangga dengan orang-orang yang punya background beragam memang tidak mudah. Butuh penyesuaian dan pemahaman agar tidak baperan, istilah anak zaman sekarang.
Saya belajar dan benar-benar merasakan betapa butuh kearifan dan kebijaksanaan dengan warga bertetangga itu saat dipercaya menjadi sekretaris RT. Dua kali pergantian ketua RT, saya tetap menjabat sekretaris.