Saya mengapresiasi upaya Saifullah Yusuf alias Gus Ipul saat menjadi wakil Gubernur Jawa Timur. Kala itu, tepatnya tahun 2016, dia meluncurkan Gerakan Peduli Tetangga (GPT).
Launching GPT yang digelar di Sidoarjo tersebut berlangsung cukup meriah. Dihadiri ribuan orang dari perwakilan ketua rukun tetangga (RT) dan ketua rukun warga (RW) se-Jawa Timur.Â
Program GPT ini adalah hasil inisiasi Gus Ipul bersama Eep Saefulloh Fatah, dosen Universitas Indonesia (UI). Eep juga dikenal sebagai pengamat politik dan pendiri Lembaga Survei Polmark Indonesia.Â
Gus Ipul dan Eep sejatinya teman lama. Keduanya sama-sama mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hanya, Gus Ipul memilih berjuang di jalur kekuasaan dengan menjadi politisi, sementara Eep konsisten menjalani profesi sebagai akademisi.
Saya sendiri lumayan kaget dengan munculnya gagasan ini. Apalagi ketika itu dikaitkan dengan program kampanye lantaran saat itu Gus Ipul maju menjadi calon gubernur Jawa Timur.
Lahirnya GPT karena menyikapi semakin rapuh dan lunturnya perhatian dan kepedulian orang terhadap sesama, khususnya mereka yang ada di lingkungan sekitar. Di mana antartetangga satu dengan lainnya saling cuek, acuh tak acuh, dan tidak peduli.
Melalui Gerakan Peduli Tetangga, Gus Ipul ingin membangkitkan dan membangun kembali kesadaran, bahwa bertetangga bukanlah soal kedekatan tempat tinggal.
Akan tetapi lebih dari itu. Bertetangga harus saling mengenal, berkunjung dan berkomunikasi, serta tempat menemukan jalan keluar dan saling berbagi.
Simpelnya, gerakan ini merupakan upaya mempertahankan nilai luhur. "Mengembalikan urusan pertetanggaan ke posisi semestinya. Sesuai khittahnya," sebut Gus Ipul.
Gus Ipul mengilustrasikan betapa pentingnya Gerakan Peduli Tetangga. Pasalnya, acap kali orang baru tahu tetangganya seorang teroris setelah ada penggerebekan oleh Densus 88.