Saya tidak tahu, apakah Kompetisi Klub Amatir Persebaya itu sekarang masih berlangsung. Karena pascapandemi, saya tidak pernah membaca berita maupun melihat tayangan pertandingan di kompetisi tersebut.
***
Masa itu, kompetisi sepak bola di Tanah Air dibagi dua. Yakni, Kompetisi Perserikatan dan Galatama. Persebaya ikut di Kompetisi Perserikatan atau Divisi Utama PSSI. Bersama klub-kub lain seperti Persija, Persib Bandung, PSIS Semarang, Persipura Jayapura, PSMS Medan Persib, dan lainnya.
Laga kandang Persebaya selalu digelar di Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari, Surabaya, sekarang dikenal dengan G10 N. Stadion tersebut berkapasitas 40 ribu penonton.
Di setiap pertandingan kandang, masing-masing klub anggota Persebaya mendapat jatah untuk mengisi anak gawang, atau istilah kerennya ballboy. Bergiliran. Jumlahnya 10-12 orang.
Saat itu, saya terpilih menjadi anak gawang saat Persebaya menjamu Perseman Manokwari. Pertandingan tersebut digelar pada pukul 15.30 WIB.
Dua jam sebelum kick off, semua anak gawang harus berkumpul di Gelora 10 Nopember. Di ruang yang telah disediakan, saya bersama teman seklub sudah disiapkan jersey yang akan dipakai. Yakni, setelah baju dan celana pendek. Berikut kaus kakinya.
Perlengkapan tersebut digulung dan ditata rapi. Diletakkan di lantai. Saya dan teman-teman tak bisa memilih nomor punggung. Jatahnya pas. Setelah memakai jersey tersebut, kami menunggu instruksi kapan masuk lapangan.
Setelah saatnya, para anak gawang diminta berbaris. Tepat di depan masuk-keluar pemain. Separo di lajur kanan, separo di lajur kiri. Saling berhadap-hadapan.
Perasaan saya haru saat berdiri di sana. Melihat ribuan penonton yang memadati stadion. Membawa banyak atribut, bernyanyi, menabuh drum dan meneriakkan yel-yel dukungan untuk Persebaya.
Keharuan saya memuncak manakala para pemain yang akan bertanding berjalan memasuki lapangan. Saya melihat wajah-wajah mereka. Satu per satu. Saya gembira bisa melihat mereka yang biasanya saya lihat fotonya di koran maupun saat menyaksikan pertandingan di televisi.