Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pensiun, Kenapa Harus Mati Gaya?

1 Oktober 2022   11:13 Diperbarui: 11 Oktober 2022   09:43 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin agak klise judul artikel ini. Tapi, biarlah begitu saja saya menulisnya. Karena sejatinya saya hanya ingin berbagi cerita. Tentang perjalanan kehidupan. Dari banyak orang yang saya kenal. Ketika mereka harus mengakhiri karir alias pensiun.    

Jujur, banyak orang gagap bin cemas bila ditanya seperti ini: "Mau apa setelah pensiun? Pertanyaan yang sejatinya tak ingin dia dengar. Baik mereka yang bekerja di instansi negeri maupun di perusahaan swasta.

Jawaban yang sering kita dengar, meski berkesan apologetik, mereka senang menikmati masa pensiun. Bisa meluangkan waktu lebih banyak bersama keluarga, momong cucu, atau traveling. Bisa punya waktu banyak mendekatkan diri kepada Sang Khalik.  

Tapi realitanya acap berbanding terbalik. Mereka merasa khawatir akan bayang-bayang purna tugas. Yang dibilang seperti kabut gelap. Berjalan di lorong gelap.

Terlebih, bila penghitungan masa pensiun tersebut kurang 1-2 tahun. Masa-masa itu dianggap amat krusial. Yang dirasakan waktunya berjalan begitu cepat.

Pengalaman banyak orang, yang ditakutkan saat pensiun ada dua hal. Pertama, urusan pendapatan. Rutinitas gaji dan tunjungan plus bonus dipastikan mandek. Kalau pun ada uang jatah pensiun tentu nilainya jauh lebih kecil.

Para pensiunan juga tidak bisa mengharapkan privilege maupun fasilitas. Makanya, mau tak mau, mereka harus melakukan banyak penyesuaian. Dari kebutuhan periuk nasi hingga gaya hidup (lifestyle).

Pun lantaran kebutuhan hidupnya dianggap masih kurang, tak sedikit di antara pensiunan memutuskan untuk bekerja lagi. Atau menjajal merintis usaha.       

Kedua, urusan pertemanan. Di kalangan orang yang pernah memegang jabatan, masalah ini berasa mengkhawatirkan. Banyak temannya akan menjauh. Ogah mendekat. Karena mereka merasa tidak membutuhkan dia lagi.

Seorang teman, yang dulu pernah menjadi pejabat, mengaku selalu bahagia setiap menerima telepon. Saking senangnya, dia kerap minta teman-temannya tak buru-buru mengakhiri pembicaraan. Alasannya dia sedih, sekarang jarang sekali orang menghubungi dirinya. Tidak seperti saat dia menjabat dulu.

Yayuk Eko Agutin (dua dari kanan) bersama pengurus IWAPi Jawa Timur. foto: reny widya 
Yayuk Eko Agutin (dua dari kanan) bersama pengurus IWAPi Jawa Timur. foto: reny widya 

***

Pekan ini, saya ikut gembira atas keberhasilan seorang teman. Namanya, Yayuk Eko Agustin Wahyuni. Perempuan yang pernah menduduki jabatan strategis di Pemerintah Kota Surabaya.

Yayuk baru saja dinobatkan sebagai Juara 1 Pengusaha Berprestasi Tingkat Nasional Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Tahun 2022.

Penghargaan bergengsi tersebut diberikan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IWAPI 2022 yang berlangsung di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, 28-30 September 2022. Acara itu dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menperekraf) Sandiaga Uno dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Sebulan sebelumnya, tepatnya pada 23 Agustus 2022, Yayuk Eko Agustin terpilih menjadi Juara 1 Pengusaha Teladan IWAPI Jawa Timur 2022. Dia terpilih setelah menyisihkan ratusan wanita pengusaha di Jawa Timur yang ikut diseleksi.

Yayuk dinilai layak menjadi yang terbaik karena sukses menjalankan usaha di tengah gempuran dan impitan pandemi Covid-19. Melalui brand Namira Ecoprint, dia bisa menjual produk-produknya bukan hanya di level regional, nasional, bahkan ke mancanegara.

Penghargaan tersebut diserahkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di acara Rakerda I DPD IWAPI Jawa Timur pada 23 Agustus 2022 lalu.

Pencapaian perempuan kelahiran Jombang, 27 Agustus 1962 ini bukan ujug-ujug. Tidak instan. Dia lalui proses yang lumayan panjang, sebelum akhirnya bisa meraih prestasi

Beberapa tahun sebelumnya, Yayuk menyiapkan diri jelang pura purna tugas. Dia sadar harus mengakhiri masa tugas karena usia. Namun bukan berarti dia berhenti dari semua aktivitas.

“Kalau bicara berat, ya berat. Tapi kita memang harus menghadapinya. Sama, saya juga melalui masa sulit. Namun akhirnya bisa melaluinya,” tutur Yayuk, lalu tersenyum

Yayuk mengakui, awalnya tak berpikir untuk membuka usaha yang memproduksi ecoprint. Karena dia sama sekali tak punya skill untuk mengkreasikannya.

Ceritanya, tahun 2019, ada event Surabaya Smart City (SSC). Event tahunan yang diadakan Pemerintah Kota Surabaya. Sebagai istri ketua RW, Yayuk berpikir untuk menampilkan produk unggulan di lomba tersebut.

Lalu, tercetuslah ide untuk membuat ecoprint. Yang dianggap punya nilai jual. Tidak sulit mendapat bahan bakunya. Seperti kain, daun-daunan, serta pewarna alam.

Proses produksi ecoprint juga tidak diperlukan modal yang besar. Tidak membutuhkan teknologi yang sulit. Kalau produksinya bagus dan berkualitas, pasti bisa dijual.

Yayuk belajar dari nol. Dia lantas berangkat ke Jogjakarta. Ikut pelatihan ecoprint. Dia belajar berbagai teknik pembuatan ecoprint.

Hasil pelatihan di Jogja belum membuat dirinya puas. Yayuk kemudian mendatangkan trainer ecoprint dari Bandung. Dia belajar berbagai teknik-teknik terbaru, sekaligus cara-cara yang tepat untuk mengembangkannya.

Yayuk juga melakukan browsing di internet. Memanfaatkan berbagai pelatihan online. Salah satunya, pelatihan online di Instagram. Pengasuhnya pakar ecoprint dari Belanda. Namanya, Irid Dulman.

Saat mencoba memproduksi ecoprint, Yayuk tak lagsung bisa. Hasilnya kurang bagus. Jauh dari sempurna. Yang paling sering warnanya tidak keluar alias pudar.

Yayuk terus mencoba. Berkali-kali. Pelajaran berharga yang dia petik dari pelatihan adalah tidak ada produk ecoprint yang sia-sia. “Bila gagal produksi, kainnya masih bisa dipakai lagi," cetusnya.

Dari usaha itu, Yayuk bisa melibatkan ibu-ibu di kampungnya. Mereka bisa mendapat tambahan penghasilan. Mereka juga bisa ikut melakukan penataan lingkungan.

Penerima penghargaan IWAOI 2022. foto: reny widya 
Penerima penghargaan IWAOI 2022. foto: reny widya 

***

Kini, produk-produk buatannya yang diberi label Namira Ecoprint, sudah merambah pasar regional dan nasional. Sebagian sudah dijual di luar negeri melalui pola diaspora yang dibantu Kementerian Luar Negeri.

Hampir tiap bulan dia selalu mengikuti event seperti pameran dan misi dagang. Pundi-pundi rupiah dia kumpulkan. Produk-produk baru dengan sentuhan tangannya laku dijual.

Pengalaman dia merintis usaha ini menginspirasi banyak kalangan. Tak sedikit perusahaan dan instansi pemerintah di Jawa Timur yang mengirim calon pensiunan untuk belajar di workshop-nya, di Wisma Kedung Asem Indah, Surabaya.

Yayuk selalu senang berbagi ilmu. Dia juga tak lelah menyemangati calon pensiunan untuk tetap beraktivitas. Tidak harus sama. Yang penting harus menjaga dan memompa energi positif: bisa membuat sesuatu yang menghasilkan!

Karena tidaklah tepat menjalani masa pensiun dengan kemurungan, apalagi mati gaya. (agus wahyudi)

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun