Kepala SMAMX Sudarusman mengaku, sekolahnya mengasuh 78 siswa disabilitas. Jumlah ini bisa dibilang paling banyak dibandingkan sekolah-sekolah lain di Jawa Timur.
"Sejak mendirikan sekolah tahun 2015, saya bertekad untuk memberi porsi khusus bagi anak-anak disabilitas," katanya.
Menurut dia, ada empat klaster siswa disabilitas di SMAMX. Klaster pertama, anak-anak disabilitas yang belajar di kelas reguler tanpa pendampingan. Klaster kedua, anak-anak disabilitas di kelas reguler dengan pendampingan.
"Untuk klaster tiga dan empat, mereka yang menjalani terapi," jelas pria kalem ini.
Kata Sudarusma, Ibam salah satu siswa disabilitas yang bisa belajar tanpa pendampingan. Dia memiliki kecerdasan musikal. Seperti halnya Fariza dan Rizky, dua temannya yang bergabung di orkestra. Selain bermusik, mereka juga belajar Alquran braile.
"Sejauh ini mereka nyaman-nyaman saja belajar. Mereka bisa mengaransemen lagu Derap Berkemajuan itu dua hari sebelum tampil," kata Sudarusma.
"Kemarin, Ibam juga sudah berani menjadi imam salat. Dia ngaku deg-degan karena baru pertama kali," imbuh dia, lalu tersenyum.
Di SMAMX, sambung dia, untuk kelas 10 sampai 11 pelajaran formalnya tidak kelewat banyak. Para siswanya lebih banyak belajar untuk pengalaman ketrampilan.
"Prosentasenya 70 banding 30 persen lah. Kalau sudah kelas 12 kebalikannya, karena mereka harus mempersiapkan kelanjutan studi ke perguruan tinggi," jelas pria yang menjabat ketua LSBO PWM Jatim ini.
Sudarusman menambahkan, tiap tahun jumlah siswa disabilitas terus bertambah. Tak sedikit pula lulusan sekolahnya yang kemudian masuk perguruan tinggi negeri.
Lantaran itu, dia kini mempersiapkan tempat baru. Namanya, Griya Disabilitas. Lokasinya di bekas RSIA Siti Aisyiyah, Jalan Pacar Keling 45, Surabaya.