Sejak tahun 90-an, saya banyak bergaul dengan para pengelola amil zakat atau lembaga pengelola dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Baik yang bernaung di organisasi Islam terbesar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, maupun lembaga lain.
Ada beberapa lembaga pengelola dana ZIS yang saya ketahui. Lembaga tersebut telah mengantongi perizinan dari Kementerian Agama RI. Mereka memiliki ribuan bahkan ratusan ribu donatur. Asetnya juga terus bertambah.
Pola mengumpulkan dana umat yang dilakukan pengelola dana ZIS tersebut tidak hanya dilakukan secara konvensional. Seperti mendatangi donatur door to door atau menerima uang cash kemudian menyerahkan kuitansi.
Mereka kini juga gencar menggunakan instrumen digital. Berbagai perangkat aplikasi disiapkan. Promosi dilakukan gencar-gencar melalui media mainstream maupun media sosial.  Â
Berikut lembaga-lembaga ZIS itu yang hingga kini masih eksis dan memiliki banyak donatur: Â
Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF)Â
Lembaga ini pada 1 Maret 1987. Kini punya 160 ribu donatur dari kalangan birokrasi, profesional, swasta, dan masyarakat umum.Â
YDSF memang tak bisa dilepaskan dari Masjid Al Falah. Masjid yang berada di Jalan Raya Darmo, Surabaya itu, dikenal memiliki pengelolaan manajamen yang bagus.Â
Beberapa tokoh yang saya kenal di antaranya Abdul Kadir Baraja, Hasan Sadzili (kini sudah almarhum), dan Nur Hidayat. Belakangan sudah ada pergantian pengurus. Salah satunya masuknya Prof Moh Nuh, DEA (mantan Mendiknas era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono).
YDSF ini kabarnya menjadi lembaga pengelola ZIS terbesar di Jawa Timur. Punya majalah bulanan yang oplahnya di atas 150 ribu eksemplar. Program-program unggulan di antaranya, pendidikan, masjid, yatim, dakwah dan sosial kemanusiaan.
Baitul Maal Hidayatullah (BMH)
Lembaga ini tak bisa dilepaskan dari keberadaan Pondok Pesantren Hidayatullah. Didirikan pada 7 Januari 1973. Pendirinya, Ustad Abdullah Said (kini sudah almarhum). Â Â Â Â
Sejak tahun 2000, Hidayatullah mengubah bentuk organisasinya menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) dan menyatakan diri sebagai gerakan perjuangan Islam.
Di Surabaya, Hidayatullah ini berkembang cukup pesat. Markasnya di Kejawan Putih Tambak, di kawasan Surabaya Timur. Lokasi pondoknya bersebelahan dengan Pakuwon City, kawasan hunian strategis milik Pakuwon Group.
Selain pondok pesantren, Hidayatullah juga memiliki sekolah (dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi). Pengkaderan dai yang dilakukan juga masih berjalan.
Lembaga Manajemen Infaq (LMI)
Berkantor di Jalan Barata Jaya, Kota Surabaya. LMI tergolong lembaga pengelola dana ZIS paling gencar memanfaatkan digitalisasi untuk menggaet donatur. Beberapa program yang dilakukan seperti layanan hitung zakat, layanan qurban, dan lainnya.
Dewan Pengawas Syariah LMI adalah Prof Roem Rowi, guru besar di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Doktor lulusan Universitas Al-Azhar Cairo.
LMI juga termasuk lembaga pengelola dana ZIS yang cukup besar. Meski belum ada data yang dipublikasikan terkait berapa besar perolehan uang dari donatur, tapi diyakini LMI mampu mengumpulkan miliaran rupiah setiap bulannya.
***
Ini karena saya menjadi pengurus di Lembaga Informasi dan Komunikasi (LIK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim. Istilahnya sering silaturahmi harakiyah, nyambung program.
Yang menjadi concern kita adalah bagaimana mempermudah orang membayar zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Salah satunya membuat layanan digital.
Menyediakan pembayaran zakat, infaq maupun sedekah menjadi lebih efisien dan efektif, di antaranya petugas Lazismu tidak lagi harus mendatangi muzakki secara langsung.
Pemanfaatan digital ini sangat besar pengaruhnya. Lazismu membuat aplikasi berbasis laman. Kemudian mengembangkan dengan menambah fitur pembayaran melalui dompet digital (e-wallet) maupun mobile banking menggunakan QR Code.
Aplikasi ini sangat memudahkan muzakki (orang yang wajib zakat). Di mana, mereka bisa melakukan registrasi secara online. Kemudian pembayaran dapat dilakukan dengan beberapa pilihan dompet digital seperti Gopay, Ovo dan Shopee Pay.
Lazismu juga telah bekerja sama dengan sejumlah bank untuk layanan pembayaran menggunakan mobile banking.
Setelah pembayaran zakat berhasil, muzakki akan langsung menerima notifikasi pembayaran pajak melalui e-mail secara real time. Saat peluncuran aplikasi ini, Lazismu Jatim bisa langsung mengumpulkan dana zakat Rp 94,8 juta.
Lazismu memiliki target bisa terjadi peningkatan penerimaan zakat. Di mana, Lazismu rata-rata mengumpulkan Rp 50 miliar per tahun, bisa naik menjadi Rp 75 miliar. Jumlah ini sejatinya terbilang kecil karena bila didayagunakan bisa sampai Rp 1 triliun per tahun.
Geliat Lazismu Jatim melakukan terobosan ini menginsprasi Lazismu di daerah lain. Pemanfaatan teknologi untuk mengembangkan ZIS menjadi andalannya. Digitalisasi memang menjadi kebutuhan. Dan mereka sadar harus adaptif dengan perkembangan zaman. (agus wahyudi) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H