Istilah 3G banyak sekali punya arti. Ada 3G yang berarti third-generation technology, sebuah standar yang ditetapkan oleh International Telecommunication Union (ITU) yang diadopsi dari IMT-2000 untuk diaplikasikan pada jaringan telepon seluler.
Istilah 3G juga dipakai untuk singkatan dari Gold, Glory, dan Gospel. Semboyan yang melatarbelakangi praktik kolonialisme dan imperalisme oleh bangsa-bangsa Eropa.
Di kalangan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga ada. Salah seorang pelaku usaha Pahlawan Ekonomi punya produk kacang goreng yang dinamakan 3G. Produknya sudah dijual di ritel modern dan di dalam pesawat Citilink. Merek 3G dipilih mewakili tiga huruf depan nama anaknya, yakni Galuh, Gilang, dan Guntur.
Nah, 3G yang saya maksudkan adalah istilah yang kerap terlontar dari dokter-dokter di Surabaya. Ya, kalau mau jauh dari penyakit dan sehat, harus mengurangi makanan yang banyak mengandung 3G, yakni gula, garam, dan gorengan.
Mengonsumsi gula itu diperlukan. dalam beberapa referensi dan info sehat, gula dipakai untuk sebagian besar energi tubuh. Gula dari makanan dan minuman yang masuk ke perut akan diolah menjadi glukosa dan dialirkan ke dalam darah.
Setiap sel akan mengolah glukosa yang diterimanya lewat proses glikolisis untuk dijadikan asam piruvat dan asam laktat. Selanjutnya, dua senyawa ini akan diolah lebih lanjut menjadi adenosin trifosfat (ATP).
Nah, ATP inilah yang menjadi sumber energi utama untuk menunjang semua kegiatan tubuh dan setiap organ dalamnya.
Pada waktu bersamaan, sisa glukosa yang tidak diolah menjadi energi akan disimpan sebagai glikogen di dalam otot dan hati (liver). Ketika sumber energi utama sudah habis, simpanan glikogen tersebut akan dipakai sebagai cadangan energi.
Tujuannya tentu agar Anda tidak sampai benar-benar kehabisan tenaga saat melakukan aktivitas fisik intens yang menguras cukup banyak energi.
Sebaliknya, asupan gula berlebihan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Para ahli percaya bahwa konsumsi gula adalah penyebab utama obesitas dan banyak penyakit kronis, seperti diabetes.
Saya termasuk orang yang kurang menyukai makanan tanpa garam. Hambar. Selain sebagai penambah rasa, garam juga mengandung sodium yang punya peranan penting bagi kesehatan manusia.
Namun, terlalu banyak mengonsumsi garam juga tidak baik bagi kesehatan. Di berbagai info sehat disebutkan, garam dapur yang sering digunakan setiap masakan memiliki dua unsur penting untuk tubuh. Yakni, natrium (sodium) dan klorida.
Natrium diperlukan untuk menjaga fungsi tubuh dan keseimbangan cairan dalam tubuh, membantu kerja saraf dan otot, serta mengendalikan tekanan dan volume darah.
Sedangkan klorida, membantu tubuh dalam mencerna setiap makanan yang dikonsumsi.
Sebuah penelitian menemukan, otak merespons zat sodium dalam garam sama seperti zat nikotin. Sehingga dapat menimbulkan efek kecanduan. Â Â
Kita dianjurkan membatasi konsumsi garam per harinya. Sebab, unsur garam bisa membahayakan tubuh bila dikonsumsi terlalu banyak.
Risikonya bermacam-macam. Penyakit jantung, demensia vaskular meningkat, massa tulang menipis, fungsi ginjal terganggu, Kanker perut, dan lainnya.
Nah, gorengan ini seperti godaan. Terlebih di bulan Ramadan. Saya termasuk yang sering tergoda menikmati gorengan untuk takjil. Seperti ote-ote, tahu isi, singkong goreng, tempe menjes,, dan lainnya.
Balik lagi, banyak pakar kesehatan menyarankan kita menghindari makan gorengan. Apalagi gorengan yang harganya murah. Selain bahannya tidak berkualitas, minyak yang dipakai menggoreng dipastikan tidak fresh.
Beberapa bahaya makan gorengan antara lain, kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas, meningkatnya risiko penyakit jantung meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe 2, memperbesar risiko munculnya kanker, dan lainnya. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H