Dulu belum ada istilah bully, tapi disemoni (disindir). Tatkala ada keluarga yang belum punya momongan. Belum juga hamil. Bentuknya sindirannya beragam.
Ada yang nyindirnya halus. "Apa memang lagi menunda punya anak, jeng?"
"Bapaknya sibuk terus, ya."
Ada yang straight to the point. Ngomong blak-blakan atau tanpa tedeng aling-aling.
"Sudah menikah berapa tahun kok belum isi-isi."Â
"Belum ya, minta saran sama yang berpengalaman sana."
"Gak jadi-jadi. Busung, ta." Kata busung itu ditujukan pada orang yang kurang tokcer.
Ah, rasanya dongkol juga mengingat masa-masa itu. Masa sebelum istri saya belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Saya menikah 13 Agustus 1999.
Masa itu, saya masih menjadi jurnalis di koran Suara Indonesia. Koran itu kemudian berubah nama menjadi Radar Surabaya yang termasuk dalam Jawa Pos Group.
Tahun pertama pernikahan, saya kerap dicecar pertanyaan yang mengganggu. Manakala ada acara-acara keluarga. Seperti dalam pengajian, resepsi pernikahan, pindah rumah dan lainnya.
Keluarga dekat pasti ada yang bertanya tentang kehamilan istri. Sudah berapa lama menikah, mencoba ramuan apa saja, dan sejumlah pertanyaan klise yang bikin bete menjawabnya.
Bahkan, saking malesnya, suatu ketika saya pernah illfeel gegara mendengar lagu yang dinyanyikan dalam suatu acara di Kantor Satpol PP Surabaya. Judulnya, Mandul. Dinyanyikan Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih.
Sepuluh tahun sudah kita berumah tangga//Tapi belum juga mendapatkan putra//Jangan kau sedih jangan berduka//Mohon pada-Nya dalam berdoa
Sebagai seorang isteri ku merasa sedih//Ku takut dirimu kecewa padaku//Cintaku padamu tak akan pudar//Walau seumur hidupmu dalam kemandulan
Pada akhirnya, ketimbang baper terus-terusan, saya putuskan untuk cuek. Gak kelewat mikir omongan orang. Kalau pun ada pertanyaan-pertanyaan soal kehamilan, saya jawabnya enteng-enteng saja.
"Masih proses. Santai saja."
"Slow saja. Kalau dah waktunya rezeki kan gak ke mana."
***
Belum genap setahun, saya dibikin surprise. Saat lagi tugas liputan. Istri tiba-tiba menelepon. Dia mengabarkan hasil test pack. Yang menunjukkan tanda dua garis merah. Artinya, positif!
"Alhamdulillah, ya Allah."
Harapan punya momongan itu akhirnya terkabul. Senangnya saya bisa mengalpakan pertanyaan dan sindiran soal kehamilan. Dari banyak orang, baik keluarga, kerabatan, dan teman.
Untuk menguatkan, saya membawa istri ke klinik. Saya ingin pastikan hasil pemeriksaan medis. Syukur alhamdulillah, istri dipastikan positif hamil.
Dokter kemudian memberi resep obat. Dia menyarankan agar istri tidak kerja kelewat berat. Tidak kelewat cemas dan khawatir. Juga menjaga asupan sehat.
Tapi begitulah takdir. Keceriaan dan kebahaan itu berjalan begitu cepat. Sebulan usai dinyatakan tes positif, istri mengalami sakit perut yang luar biasa. Suatu siang, dia menahan perutnya yang sakit sambil selonjoran.
Saya panik. Bergegas saya bawa dia ke rumah sakit. Saya bawa perlengkapan seadanya. Saat membopong istri keluar rumah. Seorang pria melihat kepanikan saya. Dia kemudian menghampiri, lalu menawarkan mobil pikapnya untuk dipakai membawa istri saya ke rumah sakit.
Pria itu ternyata tamu tetangga sebelah. Saya menyesal tak sempat bertanya namanya. Dia bergegas mengantarkan saya ke RSUD dr Soetomo. Tiba di depan pintu masuk, saya dibantu menurunkan istri. Membawanya masuk dengan kursi roda.
Sebelum mendaftar ke loket, saya hampiri pria itu. Saya ambil beberapa lembar uang dari dompet. Kemudian saya berikan kepada dia. Sebagai tanda ucapan terima kasih.
Namun pria itu menolak. "Terima kasih, Pak. Semoga istri bapak cepat sembuh. Assalamulaikum."
Saya tertegun. Menyaksikan mobil pikap itu mengaspal. Hingga sekarang, saya tak pernah bertemu lagi denganya. Saya berdoa, semoga Allah SWT membalas kebaikan dia.
Penanganan cepat dilakukan tenaga medis di RSUD dr Soetomo. Hasil pemeriksaan, istri saya dipastikan mengalami keguguran. Harus menjalani rawat inap. Saya sedih dan kecewa. Tapi saya berusaha mengikhlaskan.
***
Tak ada lagi pembicaraan soal kehamilan. Saya dan istri sepakat "puasa" bicara itu. Untuk sementara waktu. Sekarang giliran membebaskan beban pikiran. Jalani hidup dengan mengalir saja.
Kami juga lebih banyak menghabiskan waktu ke luar rumah. Mengunjungi tempat makan favorit, jalan-jalan di mall, nonton bioskop, dan masih banyak lagi. Â Â
Namun ikhtiar tetap kami jalankan. Kami rutin kontrol ke tempat praktik dr Bambang Sukaputra, Sp.OG, dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Yang memberi referensi Nany Wijaya (waktu itu Direktur Utama Jawa Pos Group). Â
Jadwal rutin kontrol tiap bulan. Tiap kontrol, kami harus menebus berbagai resep. Setelah sekian lama, saya menanyakan perkembangan kepada dr Bambang. Dia menjawab masih nihil. Kami mencoba bersabar. Â
Suatu ketika, dr Bambang bilang, "Piye, jeng. Wong ya sudah semua dilakukan. Obatnya juga yang terbaik. Gimana lagi?"
Kata dr Bambang, penyebab sulitnya hamil lantaran sel telur istri kecil. Sulit berkembang alias dibuahi. Peluang lain bisa dilakukan dengan teropong. Atau bisa dijajaki ikut program bayi tabung!
Saya cuma terdiam mendengar penjelasan dia. Membayangkan harus melakukan dua saran yang disampaikan dr Bambang. Dalam perjalanan pulang, kami hanya terdiam. Menatap kosong di balik pemandangan lalu lalang kendaraan bermotor.
Kami memutuskan tidak kontrol lagi. Saya takut istri stres. Kami mengamini saran seorang teman agar lebih rileks menjalani hidup. Nrimo ing pandum.
Selain itu, harus menjaga pola makan, menjaga pola tidur, dan berolahraga. Â Saya mengurangi aktivitas begadang. Seperti kebiasaan jurnalis. Saya memilih beraktivitas produktif di rumah. Menulis, membaca buku, menata tanaman, dan lainnya.
Saya dan istri yang berprofesi sebagai perawat, juga minum suplemen dan multivitamin. Suatu ketika, kakak saya, Syamsul Ma'arif (kini sudah almarhum) di Mojokerto datang ke rumah. Bareng temannya, Abah Kabul (begitu panggilan akrabnya). Â Â
Abah Kabul tahu kami ingin segera punya momongan. Karenanya dia membawakan madu randu. Katanya madu tersebut diambil dari kebun sendiri. Banyak koleganya yang berhasil, begitu katanya. "Muga, sampeyan ndang oleh momongan. (Semoga Anda segera dapat momongan)."
Saya mengiyakan saja. Bagi saya gak perlu menanyakan manfaat atau khasiat madu. Pasti bagus untuk tubuh. Kalau dijelaskan bisa berderet-deret kata.Â
Kami rutin minum madu tersebut. Pagi hari, kadang sore atau malam minum. Kalau habis, saya membeli ke Abah Kabul lagi di Mojokerto. Â Di samping itu, saya juga mengonsumsi habbatussauda. Yang saya rasakan tubuh lebih fit. Meski berat badan saya bertambah.
***
Enam bulan lebih kami tidak ke tempat praktik dr Bambang Sukaputra. Suatu siang, saat sedang liputan seminar, istri menelepon. Dia mengabarkan positif hamil. Hasil dari test pack.
Benarkah? Saya gembira tapi juga cemas. Perlu memastikan secara medis. Malam hari, kami pergi ke tempat praktik dr Bambang. Mengabarkan hasil tes kahamilan. Eh, dr Bambang kaget.
"Saya harus periksa dulu, jeng," pinta dr Bambang.
"Saya takut kalau mengalami hamil anggur,"
Hamil anggur itu hamil di luar kandungan. Istilah medisnya mola hydatidosa. Pada kondisi ini, terjadi produksi jaringan berlebihan yang seharusnya membentuk plasenta. Produksi berlebihan ini membentuk gambaran seperti anggur kecil-kecil.
Saya terdiam mendegar komentar dr Bambang.. Beberapa saat, usai memeriksa kandungan istri saya, Â dr Bambang memastikan kalau istrinya memang hamil. Plong...
Tanpa banyak berkomentar, dr Bambang kemudian memberi resep obat penguat kandungan. Kami diminta rutin check up. Sebulan sekali.
Di usia kehamilan 4 bulan, dr Bambang menyampaikan hasil USG. Ada pendarahan. Dia lalu memberi obat lagi untuk menguatkan janin. Dua bulan berikutnya, posisi bayi terlihat melintang.
Tak ingin risiko, dr Bambang memprediksi persalinan istri dilakukan dengan operasi Caesar. Untuk jaga-jaga, saya diminta meneken surat persetujuan operasi Caesar. Â Â
Istri saya melahirkan di Klinik Pura Raharja. Waktu itu, dr Bambang bertugas di sana.
Seperti mimpi ketika kali pertama melihat anak pertama saya lahir. Saya sujud syukur. Saya juga berterima kasih kepada dr Bambang setelah tahu seluruh biaya persalinan istri saya dipotong 50 persen.
***
So, Kompasiana memperkenalkan Kojima, madu dengan 3 kebaikan, yaitu korma, jinten (habbatussauda), dan madu. Rasanya pasti segar dan dapat menjaga daya tahan tubuh.
Tentu, Kojima saja ini bisa jadi alternatif. Saya tak pernah mengonsumsi korma, jinten hitam, dan madu dalam satu kemasan. Pastinya, manfaat dan khasiatnya sangat bagus untuk kesehatan.
Rasanya saya dan istri harus menjajal Kojima ini. Biasanya, saya membeli korma, madu, dan habbatussauda di kawasan Ampel Surabaya. Di sana jadi banyak sentra yang menjual. Baik secara ritel maupun grosir. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H