Pekan lalu, saya mengunjungi salah satu tempat usaha yang memproduksi ecoprint. Nama brand-nya Namira Ecoprint. Lokasinya di Perumahan Wisma Kedung Asem, Kecamatan Rungkut. Berada di kawasan Surabaya Timur.
Saya memang sangat ingin mengetahui perkembangan usaha ecoprint lantaran selama pandemi covid-19 banyak perajin yang kolaps. Pasarnya sungguh tak bergairah. Penjualannya seret. Ibaratnya, hidup segan mati tak hendak.
Para perajin ecoprint sangat kesulitan memasarkan produk-produknya. Sebagian perajin mengaku bukan karena kualitas produksi, tapi terkait skala prioritas kebutuhan masyarakat. Di mana masyarakat lebih mementingkan kebutuhan pokok, anggaran untuk kesehatan, kuota, dan biaya pendidikan. Sementara kebutuhan sandang belakangan agak dikesampingkan.
Buntutnya, beberapa perajin ecoprint berhenti berproduksi. Ada yang berganti dengan memproduksi masker. Sebagian perajin lain justru banting stir menjual makanan dan jajanan. Yang penting dapur bisa ngebul. Usaha harus muter. Â
Saya menyaksikan kondisi sebaliknya ketika mengunjungi Namira Ecoprint. Geliat usaha sangat berasa. Di rumah berukuran 10 x 20 meter berlantai dua itu, dipakai tempat produksi sekaligus display produk. Ada enam orang perempuan sehari-hari bekerja di sana. Mereka direkrut dari orang-orang di sekitar perumahan.Â
Sehari, Namira memproduksi sedikitnya 10 lembar kain. Bahannya sebagian besar dari sutra dan katun. Namira juga memproduksi kemeja, kaus, serta tas dan sepatu dari kulit domba.
Untuk bahan daun-daunan, selain memanfaatkan pohon-pohon yang ada sekeliling juga mendapatkan pasokan dari Surabaya dan Jombang. Khususnya untuk daun jati, Namira selalu punya stok beberapa karung. Berikut dengan daun-daun lain yang memiliki pewarnaan alami. Â Â Â
Produk-produk Namira sering dipakai beberapa desainer dalam menyelenggarakan fashion show atau peragaan busana berskala regional maupun nasional. Di antaranya Surabaya Fashion Festival, Jatim Fair, Surabaya Great Expo, Batik & Bordir Jawa Timur, IWAPI Jawa Timur, Galeri Unggulan Produk Jawa Timur, Expo Kadin, dan pameran periodik yang digelar di beberapa mal di Surabaya.
Andalkan Penjualan Online
Yayuk Eko Agustin, pemilik Namira Ecoprint, merintis usahanya sejak 2019. Ide awalnya saat ada lomba Surabaya Smart City. Event yang diadakan Pemerintah Kota Surabaya itu, diikuti 1.400-an Rukun Warga (RW).
Sebagai Ketua PKK RW di tempat tinggalnya, Yayuk berpikir untuk menampilkan produk unggulan di lomba tersebut. Lalu, tercetuslah ide untuk membuat ecoprint.
Alasannya, proses membuat ecoprint cukup mudah. Produknya pasti diminati. Khususnya kalangan perempuan. Bahan bakunya juga mudah. Seperti kain, daun-daunan, serta pewarna alam. Tidak sulit untuk mendapatkannya.
Untuk proses produksi juga tidak diperlukan modal yang besar. Tidak membutuhkan teknologi yang sulit. Kalau produksinya bagus dan berkualitas, pasti bisa dijual.
Yayuk lantas mengikuti pelatihan ecoprint di Jogjakarta. Dia ingin mendapatkan pengetahuan serta teknik dasar. Peserta pelatihannya dari berbagai daerah. Ada yang berasal DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Hasil pelatihan di Jogja belum membuat dirinya puas. Yayuk kemudian mendatangkan trainer ecoprint berpengalaman dari Bandung. Dia belajar berbagai teknik-teknik terbaru, sekaligus cara-cara yang tepat untuk  mengembangkannya. Â
Yayuk juga melakukan browsing di internet. Memanfaatkan berbagai pelatihan online terkait ecoprint. Salah satunya, dia ikut pelatihan online di Instagram. Pengasuhnya seorang pakar ecoprint dari Belanda. Namanya Irid Dulman.
Yayuk kemudian mencoba melakukan produksi ecoprint. Awal-awal hasilnya kurang bagus. Jauh dari sempurna. Yang paling sering warnanya tidak keluar alias pudar. Tapi Yayuk tak berputus asa. Dia terus mencoba. Berkali-kali. Â
"Pelajaran berharga yang saya petik dari pelatihan adalah tidak ada produk ecoprint yang sia-sia. Bila gagal produksi, kainnya masih bisa dipakai lagi," tutur dia.
Tiap hari, Yayuk membuat produk ecoprint. Berbagai eksperimen dilakukan. Dia mengombinasi bahan dan pewarnaan yang dipakai. Sampai menemukan komposisi yang pas. Â
Yayuk kemudian memasarkan produk-produknya. Kala itu, dia hanya mengandalkan penjualan online di media sosial, yakni di Instagram dan Facebook. Dari beberapa kali posting ternyata ada customer yang berminat membeli. Mulai dari kain dan kulit. Dari satu lembar, dua lembar, sampai puluhan lembar terjual. Yayuk makin bersemangat mengembangkan ecoprint.
Aktivitas bisnis ecoprint terus membesar. Hingga dia memutuskan untuk memakai sebagian rumahnya sebagai toko. Tempat display produk-produk buatannya.
Yayuk kemudian memberi nama tokonya, Namira Ecoprint. Nama Namira tercetus ketika dia umrah ke Tanah Suci. Waktu itu, dia sempat ke Masjid Namirah. Terletak di perbatasan antara Al-Haram dan Arafah. Tepatnya di arah barat Jabal Rahmah (Bukit Arafah). Di sana Yayuk bernazar, kelak jika dia punya usaha akan diberi nama Namira.
Dalam bahasa Arab, Namirah artinya princess. "Jadinya, mereka yang memakai produk saya pasti kesannya berkelas dan eksklusif. Cantik bagi perempuan. Cakep bagi kaum laki-laki," ucap Yayuk, lalu tersenyum.Â
Yayuk mengakui, awal-awal pandemi, penjualan produknya melorot. Lebih 50 persen. Namun jelang akhir 2020, pasar ecoprint bergerak. Meski dia harus bertransformasi total ke bisnis online dengan segala kemampuan kreativitas juga inovasi untuk bertahan hidup dan menjadi lebih tangguh.
Dari aktivitas online, Yayuk mendapat customer kalangan menengah atas. Mereka bukan hanya berasal dari Surabaya, tapi kota-kota lain di Indonesia. Bahkan ada yang berasal dari Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
"Yang agak ramai dari Brunei. Pasar online memang luar biasa," kata Yayuk.
Sebulan, Yayuk mampu meraup omzet Rp 50 jutaan. Selain mendapatkan penghasilan, Yayuk bersyukur usahanya juga bisa dinikmati masyarakat sekitar rumahnya.
Yayuk berharap bisa terus melahirkan karya-karya berkualitas. Dia juga berhasrat berbagi ilmu kepada siapa pun. "Semoga secuil pengetahuan ini bisa bermanfaat." (agus wahyudi)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI