Suatu siang, saya semobil bareng dua sahabat. Mereka, Ismail Nachu, pengusaha properti dan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Orwil Jawa Timur dan Kurcarsono Prasetya (pengusaha clothing line). Di sela pembicaraan, saya tercetus membahas Rujak Ahmad Jais. Yang katanya legendaris. Â Â Â
Dari sejumlah info, rujak cingur Ahmad Jais tersebut buka sejak tahun 1970-an. Yang ngulek masih tangan pertama. Rujak cingur yang eksklusif lantaran harganya Rp 80 ribu per porsi. Lebih mahal dari rujak cingur pada umumnya. Â
Yang bikin saya penasaran, langganan rujak cingur ini dari kalangan pejabat, pengusaha, artis, selebritis, dan kaum sosialita. Dahlan Iskan saat itu masih menjadi Chairman Jawa Pos Group adalah salah satu pelanggannya.Â
Suatu ketika, usai melanching buku Ganti Hati karyanya di salah satu hotel bintang lima di Surabaya, Dahlan setengah berteriak bilang, "Eh... siapa yang bisa belikan rujak cingur Ahmad Jais. Aku belikan dua bungkus, ya."
Saya yang berada di samping Dahlan saat itu, cuma terdiam. Saya baru tahu jika Dahlan yang belum lama pulang dari China setelah menjalani operasi ganti hati, ternyata penyuka rujak cingur. Keinginan Dahlan itu akhirnya dipenuhi. Salah seorang stafnya membelikan rujak cingur itu. Dua bungkus.
Ismail Nachu merespons. Dia mengaku juga mendengar cerita itu. Sejak lama, dia kepingin menikmati. Namun karena kesibukan, hal itu tak kunjung terwujud.
Spontan, kami pun memutuskan untuk "mengeksekusi". Ya, "Meluncur ke TKP," begitu istilah kami. Sekira 400 meter dari arah timur dari tepi jalan ada rumah besar. Mirip ruko. Lokasinya berada di Jalan Ahmad Jais 40, Surabaya.
Tiba di sana, saya membatin, kok tepatnya tidak seperti rumah makan yang laris manis? Tidak ada deretan mobil yang parkir. Sepi-sepi saja. Kalau dilihat ruangannya, siapa pun tak mengira kalau tempat itu menjual rujak cingur dengan harga relatif mahal.
Rujak cingur Ahmad Jais menempati sebuah ruang berukuran 6x4 meter persegi. Di sisi kiri ditempatkan meja kayu yang ditata tiga baris. Berikut beberapa kursi lipat.Â
Kami sempat berbincang dengan Ny Ng Giok Tjoe, pemilik usaha rujak cingur tersebut. Dia mengaku merintis sekitar tahun 1970-an. Ng Giok Tjoe dia sudah berumur di atas 85 tahun itu mengulek rujak sendiri.Â
Dia meracik bahannya karena harus memastikan kualitasnya. Hanya, untuk pengelolaan usaha, Ng Giok Tjoe sudah menyerahkan kepada salah seorang anaknya yang karib disapa Junifer.
***
Pesanan belum jadi, terlihat mobil Jaguar merapat di depan rumah tersebut. Seorang pria tinggi dan bertato datang. Sebelum duduk, dia sempat memesan enam bungkus rujak cingur. Berikut permintaan jumlah cabainya. Tak lama, mobil Alphard merapat. Dia juga pesan rujak untuk dibawa pulang.
Di meja kayu, kami bertiga menikmati rujak cingur. Dilihat porsinya sebenarnya tak beda jauh dengan rujak cingur Genteng Durasim dan rujak cingur Delta. Keduanya juga terkenal di Surabaya dan menjadi jujugan pecinta kuliner.
Seporsi rujak cingur Ahmad Jais untuk matengan (tanpa buah) berisi dari kangkung, toge, beberapa potong tempe goreng, irsian tahu goreng, dan cingur dengan bumbu yang melimpah di atasnya. Namun jika suka buah biasanya diberi irisan, mentimun, kedondong, mangga, bengkuang, dan belimbing.
Bagi saya, keistimewaan rujak cingur Ahmad Jais ini ada pada petisnya yang berasa lembut. Cingurnya istimewa, empuk, bersih, dan baunya tidak tercium sama sekali. Kacangnya renyah. Tempe goreng juga enak, ketika dimakan masih kriuk-kriuk karena digoreng dengan kering seperti keripik.
Kami lahap menikmati rujak cingur. Rasanya makin menggoyang lidah dengan tambahan krupuk di kaleng. Sesansinya bisa saya rasakan manakala menikmati sisa bumbu rujak yang dioles dengan kerupuk, hehee...
Saya dan juga dua sahabat saya bisa memahami jika rujak ini punya pembeli fanatik dan berkesan eksklusif. Dia tidak menjual sampai ratusan porsi rujak cingur dalam sehari. Bahan-bahannya juga fresh. Â Tak terkecuali racikan petisnya yang gurih dan tidak bau amis. Â Â Â
Penasaran? Rujak cingur Ahmad Jais ini buka pukul 10 pagi hingga 5 sore. Kalau hari Minggu bukanya pukul 11 siang. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H