Tampil di Senayan seperti mimpi. Sebelum main, dia merasakan grogi. Cemas. Begitu masuk lapangan, suasana batinnya berbeda. Bisa cair. Dan dia mampu tampil ngosek (tak kenal lelah). Hasil latihan serius benar-benar menempa mentalnya.
"Saya senang karena Persebaya akhirnya menjadi juara dan membawa pulang Piala Persija," tutur Yusuf.
Kuda-Kuda Satu Langkah
Tampil moncer di Persebaya, Yusuf Ekodono akhirnya bisa mengisi skuad Timnas Indonesia. Waktu itu, dia sempat menjadi bagian dari Timnas Indonesia yang mengikuti ajang kompetisi Piala Raja di Bangkok, tahun 1988 dan 1988.
Yusuf Ekodono juga memerkuat Timnas di Ajang SEA Games Manila 1991. Kala itu, Timnas dilatih Anatoli Polosin, Vladimir Urin, dan Danurwindo. Latihannya keras bak militer. Sehari, wajib latihan tiga kali. Banyak pemain yang kedodoran dan akhirnya mengundurkan diri. Â Â
Bagi Yusuf, latihan berat yang diterapkan Polosin sangat besar pengaruhnya terhadap mentalitas pemain Timnas. Mereka yang terbiasa menghadapi tekanan berat bisa unggul melawan tim-tim hebat di Asia Tenggara.
Ketika itu, Yusuf merasakan atmosfer persaingan striker Timnas yang ketat. Ada dua striker senior, Bambang Nurdiansyah dan Peri Sandria. Sementara dua striker muda yang lagi bersinar, yakni Widodo C Putro dan Rochy Putiray. Â
Buntut persaingan itu, posisi Yusuf akhirnya digeser. Dia ditempatkan sebagai ekstra striker alias gelandang serang. Posisi ini tidak mengenakkan bagi Yusuf. Namun sebagai pemain profesional, dia harus beradaptasi dengan skema yang disusun pelatih. Â
Di kancah bergengsi itu, Yusuf harus bersabar. Pasalnya, dia harus menunggu untuk masuk Starting XI. Meski ditempatkan sebagai pemain cadangan, Yusuf merasa loyalitas dan fanatisme sebagai bangsa Indonesia sangat tinggi.
Timnas Indonesia lolos ke babak semifinal, bertemu Singapura. Pertandingan berlangsung ketat. Singapura yang diperkuat Fandi Ahmad mampu menahan Indonesia 0-0 hingga 120 menit. Dalam adu penalti, Indonesia berhasil melenggang ke final setelah unggul adu penalti dengan skor 4-2.