Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan Ini "Sulap" Tulang dan Kayu Jadi Aksesoris Bernilai Ekonomi Tinggi

8 Juli 2020   22:49 Diperbarui: 8 Juli 2020   22:51 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang perempuan pelaku usaha Surabaya mengirim naskah tulisan via WA kepada saya. Perempuan itu, Trully Nurul Ervandiary. Pemilik usaha 101 True Fashion Earth. Naskah tulisan itu lumayan panjang: 2.500 kata lebih. Dilampirkan dalam format file docx.

Trully menyampaikan banyak hal. Mungkin lebih tepat dia memberikan testimoni. Cerita awal memulai usaha, mengikuti pelatihan di Pahlawan Ekonomi, hingga dinobatkan sebagai pemenang, menjadi mentor, dan masih banyak lagi.  

 Saya tentu senang membacanya. Pengakuan jujur dan terbuka dari perempuan pelaku usaha. Yang memulai bisnis dari nol. Sekarang sudah sepuluh tahun lebih dan telah menghasilkan duit dan prestasi. Membuka lapangan kerja bagi orang lain.

Selain itu, bagi pelaku usaha, meluangkan waktu untuk menulis adalah barang mahal. Apalagi dalam format naskah tulisan yang panjang. Dan selama menjadi Humas Pahlawan Ekonomi, hanya Trully satu-satunya pelaku usaha yang mengirim naskah tulisan kepada saya.

Saya mengenal baik Trully Nurul Ervandiary. Mengetahui kiprah dabn jejak bisnisnya. Sebelumnya menjadi pelaku usaha, Trully pernah bekerja saya pernah bekerja di bank swasta dan perusahaan asing, sebagai frontliner, purchasing, marketing hingga R&D. Kerja mapan. Aktivitasnya terukur dan terjadwal. Punya penghasilan tetap. Sumber pendapatan bulanan keluarganya ada dua, dari dia dan suaminya.

Suatu ketika, dia dipindahtugaskan di Bali. Otomatis jauh dari keluarga di Surabaya. Mau tidak mau, dia harus meninggalkan suami dan kelima anaknya. Awalnya, dia berupaya kuat melakoni pekerjaan untuk sementara waktu. Toh, pada saat tertentu dia juga bisa pulang ke Surabaya . Namun nalurinya sebagai perempuan berkata berat. 

Di tengah kegalauan, dia merasa tak mungkin berlama-lama menekuni pekerjaan yang mengharuskan dirinya jauh dari keluarga. Pilihannya tentu berat: harus resign. Jika begitu, dia harus rela kehilangan gaji bulanan. Berikut tunjungan dan bonus yang cukup gede.

Trully lantas berpikir mencari solusi. Dia harus punya pendapatan pengganti. Yang paling rasional bisa dilakukan adalah punya usaha sendiri. Berwiraswasta.

Lalu, terbesit dalam benaknya menjajaki bisnis kerajinan tangan. Ini setelah dia melihat banyak produk aksesoris di Bali.  Trully kemudian belajar serius. Dari design berlanjut menjadi produksi bahan mentah sampai aksesoris jadi. Di mana sebagian besar bahan dasarnya dari alam seperti kayu, tulang, batok kelapa yang dipadukan dengan batu alam.

Tahun 2010, Trully membuat keputusan pentung dalam hidupnya: resign. Kembali pulang ke Surabaya. Baginya, uang tak bisa mengganti waktu dia bersama keluarga. Kebahagiaan keluarga jauh lebih utama. Seperti pesan bijak, "Sesibuk apa pun kamu, sejauh apa pun kamu pergi, keluarga merupakan tempat pulang. Uang dan popularitas tak mampu membayar kebersamaan dengan keluarga."  

Bekal membuka usaha aksesoris makin serius digelutinya.  Ladang usaha baru. Tidak gampang, tentunya. Kebiasaan kerja dengan deadline ketat dan pasti berbanding terbalik dengan aktivitasnya membuat kerajinan tangan. Yang butuh sentuhan seni, kepekaan, dan intuisi yang kuat.

 ***

Ketika merintis usaha handicraft, Trully Nurul Ervandiary merasakan banyak tantangan dan hambatan. Maklum. Surabaya bukan seperti di Bali. Yang sangat prospektif dalam bisnis kerajinan tangan. Dengan kehadiran banyaknya pelancong asing dan domestik yang biasa menghabiskan uang untuk berbelanja.

Trully tak patah arang dengan kondisi tersebut. Dia yakin masih ada celah yang bisa direbut. Ceruk pasar handicraft masih besar.  Dia sangat  meyakini adanya kekuatan bisnis yang berkarakter, sustainable (berkelanjutan), dan mengutamakan efek sosial dibandingkan kemajuan secara materialistik.

Dalam memilih bahan-bahan, Trully juga berbeda dengan yang dijual secara massal. Nilai lokalnya sangat kuat. Ini dilakukan sebagai nilai tambah bisnis. Agar mampu bersaing dengan produk massal, produk impor, atau produk pabrikan. Kayu dan kayu kulit, misalnya, Trully biasa membeli dari sisa pembuat furniture. Tulang kambing dan tulang sapi didapatkan dari penjual bakso dan gule. Pun batok kelapa, bahan bakunya diperoleh dari penjual degan (buah kelapa muda).

Semua bahan tersebut, menurut Trully, maksimal dibeli hanya Rp 10-15 ribu saja. Sedangkan harga jualnya bisa mencapai Rp 50-125 ribu per buah. Bergantung dari kesulitan dan hasilnya.

Trully juga mengikuti tren. Seperti memadupadankan busana. Kata dia, kaum perempuan terkadang kesulitan dengan pilihan aksesoris. Salah satunya ikat pinggang atau sabuk. Bagi perempuan, memakai busana tradisional dengan memakai sabuk biasa akan terlihat kurang bergaya. Nah, sabuk berbahan alam pun jadi pilihan. Kesannya matching. Sesuai dengan tren fashion yang mengagungkan tema back to nature.

Saat ini, Trully memenuhi kebutuhan pasar handicraft dari beberapa gerai ternama di Surabaya. Customer-nya bukan hanya dari Surabaya, tapi juga di banyak kota besar di Indonesia. Bahkan, ada juga customer 101 True Fashion Earth yang tinggal di luar negeri.

Suatu ketika, saya pernah dihubungi reporter Harian KOMPAS. Dia ingin mendapat referensi terkait pelaku usaha Surabaya dari cluster handicraft. Seperti biasa, ada beberapa nama yang saya rekomendasikan. Satu di antaranya, Trully Nurul Ervandiary.    

Harian KOMPAS akhirnya menulis sosok dan kiprah Trully Nurul Ervandiary. Apresiasi yang tak pernah dibayangkan Trully sebelumnya. Belum genap 24 jam setelah dimuat di Harian KOMPAS, Trully dibikinan kaget lantaran jumlah follower akun Facebook dan Instagram-nya naik drastis. Bahkan dari Instagram, Trully mendapat banyak customer baru yang diketahui tinggal di beberapa kota di Indonesia. Usianya rata-rata masih muda. Beberapa produk yang dipajang di media sosial pun laku terjual.  

Bisnis aksesoris Trully kini telah mendulang keuntungan. Bukan hanya keluarga, dia juga merekrut beberapa orang untuk membantu usahanya. Saban bulan, dia mampu memproduksi ribuan produk handicraft. Omzet paling sedikit Rp 15 juta per bulan.

Trully menyadari, handicraft adalah kebutuhan sekunder. Bukan kebutuhan dasar. Karena itu, dia sangat berharap kondisi perekonomian di Tanah Air cepat pulih. Cepat membaik. Terlebih, masa pandemi akibat Covid-19 yang tak kunjung berakhir. Dia yakin usaha handicraft prospeknya cerah. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun