Bekal membuka usaha aksesoris makin serius digelutinya. Â Ladang usaha baru. Tidak gampang, tentunya. Kebiasaan kerja dengan deadline ketat dan pasti berbanding terbalik dengan aktivitasnya membuat kerajinan tangan. Yang butuh sentuhan seni, kepekaan, dan intuisi yang kuat.
 ***
Ketika merintis usaha handicraft, Trully Nurul Ervandiary merasakan banyak tantangan dan hambatan. Maklum. Surabaya bukan seperti di Bali. Yang sangat prospektif dalam bisnis kerajinan tangan. Dengan kehadiran banyaknya pelancong asing dan domestik yang biasa menghabiskan uang untuk berbelanja.
Trully tak patah arang dengan kondisi tersebut. Dia yakin masih ada celah yang bisa direbut. Ceruk pasar handicraft masih besar.  Dia sangat  meyakini adanya kekuatan bisnis yang berkarakter, sustainable (berkelanjutan), dan mengutamakan efek sosial dibandingkan kemajuan secara materialistik.
Dalam memilih bahan-bahan, Trully juga berbeda dengan yang dijual secara massal. Nilai lokalnya sangat kuat. Ini dilakukan sebagai nilai tambah bisnis. Agar mampu bersaing dengan produk massal, produk impor, atau produk pabrikan. Kayu dan kayu kulit, misalnya, Trully biasa membeli dari sisa pembuat furniture. Tulang kambing dan tulang sapi didapatkan dari penjual bakso dan gule. Pun batok kelapa, bahan bakunya diperoleh dari penjual degan (buah kelapa muda).
Semua bahan tersebut, menurut Trully, maksimal dibeli hanya Rp 10-15 ribu saja. Sedangkan harga jualnya bisa mencapai Rp 50-125 ribu per buah. Bergantung dari kesulitan dan hasilnya.
Trully juga mengikuti tren. Seperti memadupadankan busana. Kata dia, kaum perempuan terkadang kesulitan dengan pilihan aksesoris. Salah satunya ikat pinggang atau sabuk. Bagi perempuan, memakai busana tradisional dengan memakai sabuk biasa akan terlihat kurang bergaya. Nah, sabuk berbahan alam pun jadi pilihan. Kesannya matching. Sesuai dengan tren fashion yang mengagungkan tema back to nature.
Saat ini, Trully memenuhi kebutuhan pasar handicraft dari beberapa gerai ternama di Surabaya. Customer-nya bukan hanya dari Surabaya, tapi juga di banyak kota besar di Indonesia. Bahkan, ada juga customer 101 True Fashion Earth yang tinggal di luar negeri.
Suatu ketika, saya pernah dihubungi reporter Harian KOMPAS. Dia ingin mendapat referensi terkait pelaku usaha Surabaya dari cluster handicraft. Seperti biasa, ada beberapa nama yang saya rekomendasikan. Satu di antaranya, Trully Nurul Ervandiary.  Â
Harian KOMPAS akhirnya menulis sosok dan kiprah Trully Nurul Ervandiary. Apresiasi yang tak pernah dibayangkan Trully sebelumnya. Belum genap 24 jam setelah dimuat di Harian KOMPAS, Trully dibikinan kaget lantaran jumlah follower akun Facebook dan Instagram-nya naik drastis. Bahkan dari Instagram, Trully mendapat banyak customer baru yang diketahui tinggal di beberapa kota di Indonesia. Usianya rata-rata masih muda. Beberapa produk yang dipajang di media sosial pun laku terjual. Â
Bisnis aksesoris Trully kini telah mendulang keuntungan. Bukan hanya keluarga, dia juga merekrut beberapa orang untuk membantu usahanya. Saban bulan, dia mampu memproduksi ribuan produk handicraft. Omzet paling sedikit Rp 15 juta per bulan.