"Saya tidak begitu tahu seluk beluk Kota Surabaya. Bisa sukses nggak di sana?"
Sejak kecil, Dahlan hampir tak pernah keluar kampung. Ketika ia mau ke Samarinda, Dahlan langsung berangkat dari Magetan ke Pelabuhan Tanjung Perak. Makanya, bicara Surabaya, ya Tanjung Perak itu yang ia tahu.
Namun, Dahlan punya semanagt pantang luruh dalam memburu asa. Ini juga ditopang kebiasaannya yang tak bisa berlama-lama menganggur. Bahkan beberapa tahun di Surabaya, Dahlan tidak puas hanya menjadi kepala biro. Dia berambisi memimpin koran sendiri. Dia kerap ditegur Tempo karena diam-diam mengirim tulisan ke media lain.
Slamet Oerip Pribadi, orang dekat Dahlan yang ikut babat alas membangun di Tempo Biro Jatim, menuturkan ada dua alasan kenapa Dahlan menulis di media lain, selain di Tempo. Pertama, Dahlan menganggap ada berita yang dianggap kurang layak di majalah, tapi penting di media harian. "Yang kedua, masalah ekonomi," ungkap Slamet blak-blakan.
Kata Slamet, kehidupan Dahlan awal-awal datang ke Surabaya sangat pas-pasan. Bahkan boleh dibilang kekurangan. Dahlan berpikir keras untuk memenuhi periuk nasi, di samping merintis karirnya sebagai wartawan profesional.
Yang Slamet tahu, ada dua media yang biasa jadi jujugan Dahlan menyalurkan hasrat menulisnya yang menyala-nyala. Yakni, di Surabaya Post yang saat itu menjadi koran terbesar di Jatim dan Mingguan Ekonomi Indonesia.
Ketika itu, saking giatnya Dahlan nulis berita, Abdul Aziz (bos Surabaya Post yang kini sudah almarhum) memberikan apresiasi tersendiri. Dahlan kerap menerima honor lumayan bagus untuk ukuran wartawan saat itu.
Bukan itu saja. Suatu ketika Dahlan pernah terlilit kebutuhan hidup. Dia amat butuh uang. Setelah menetapkan hati, ia memberanikan diri meminjam uang ke Abdul Aziz. Setelah sekian lama, Dahlan mengembalikan uang itu kepada Abdul Aziz. Namun Abdul Aziz menolaknya. Uang itu diberikan kepada Dahlan lagi.
Saking seringnya Dahlan menulis di media selain Tempo, ternyata menjadi catatan tersendiri bagi pimpinan Tempo. Ketika Grup Tempo mengambil alih Jawa Pos tahun 1983, Eric Samola (kini sudah almarhum) dan Gunawan Mohammad menunjuk Dahlan membenahi penerbitan itu. Dahlan diberi modal awal sebesar Rp 40 juta untuk membenahi manajemen penerbitan Jawa Pos.
***
Saya dan juga banyak orang yang dulu pernah menjadi anak buah Dahlan Iskan, pantas penasaran. Seperti apa Harian DI's Way , koran bikinan Dahlan itu? Apalagi, seperti pengakuan Dahlan, lima hari jelang launching urusan kertas belum beres. Mesin juga begitu, belum kelar. Bahkan masih membuka rekrutmen wartawan.