"Bersepada diyakini jadi terapi efektif gejala psikosomatis. Penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh yang dipicu stres dan cemas."Â
Tersenyumlah, karena itu sedekah. Ekspresi yang bisa dilakukan semua orang. Asal mau, tentunya. Dalilnya sahih. Salah satunya yang saya kutip ini: "Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikit pun, meski pun hanya dengan bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri". (H.R. Muslim no 2626).
Di tengah kecemasan pandemi, memberi senyum dan membuat orang tersenyum akan sangat bermanfaat. Itu pendapat saya. Sedekah yang berlipat.Â
Bukan cuma melembutkan hati. Tapi juga membawa kedamaian batin. Meregangkan tekanan dan impitan persoalan hidup. Meredam kekalutan, waswas, dan syak wasangka. Â Â
Seperti hari ini, saya tersenyum saat membaca Instagram seorang kawan semasa SMA yang kini jadi pengusaha tambang batubara. Namanya, Ari Ismet. Dia memposting kelakar begini: "Godaan pria Jaman New Normal: Harta, Tahta, Sepeda."
Ari Ismet memang pehobi sepeda. Hampir saban hari, dia menyisihkan waktu untuk bersepeda. Kadang pagi, kadang sore. Belakangan, saat banyak enghabiskan waktu di rumah, dia bisa bersepeda pagi dan sore. Pun di tanggal merah alias hari libur. Aktivitas gowes, baik sendirian maupun bareng teman, selalu dia upload di medsos.
Begitu pula dengan kawan yang satu ini. Namanya Tjuk Suwarsono. Wartawan senior. Pernah menjabat redaktur pelaksana Surabaya Post. Koran legendaris, pernah menjadi market leader di Jawa Timur tahun 70-80-an, namun kini sudah tidak terbit lagi.
Tjuk Suwarsono bukan cuma hobi gowes. Dia juga punya banyak referensi soal sepeda dan seluk beluknya. Bila menulis tentang sepeda, dia tergolong ahlinya. Banyak artikel tentang sepeda yang dia tulis selalu renyah dibaca. Bikin nglangut.
Azrul Ananda, lebih "gila' lagi. Putra sulung Dahlan Iskan ini, mendeklarasikan diri sebagai cyclist sejak 2012. Dia punya kelompok cycling:Â Azrul Ananda School of Suffering. Katanya sih sesuai namanya suka yang berat dan susah.
Azrul Ananda juga dikenal kolektor sepeda balap, hobi touring, dan sesekali ikut balapan. Ketika masih menjabat direktur Jawa Pos, dia sempat mengadakan event sepeda dengan jumlah peserta ribuan.Â
Saya juga  sempat menyimak cerita-cerita dia seputar sepeda. Dia bisa sangat detail menjelaskan dari komponen sepeda, merek, harga, dan lainnya. Hingga resign dari Jawa Pos dan menjadi Presiden Persebaya, Azrul masih tetap melakoni hobinya bersepeda. Â
***
Beberapa hari ini, dua anak saya juga lagi keranjingan bersepeda. Entah lagi musim atau terdorong ajakan temannya ikut bersepeda. Keduanya sering menghabiskan malam menyusuri jalanan di Kota Pahlawan dengan sepeda fixie-nya. Sempat juga membeli komponen aksesoris di toko perlengkapan sepeda.
Seperti pemandangan yang itu terjadi di kota-kota besar di Indonesia, masa pandemi memang bikin banyak orang butuh "pelarian" dan olahraga. Yang paling menyenangkan, ringan, gak butuh arena khusus, tentu dengan mengayuh sepeda.
Di Surabaya, terutama di malam hari, jalanan dibanjiri pesepeda. Terutama di tujuh jalur utama, yakni Jalan Raya Darmo, Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Embong Malang, Jl. Tunjungan, Jl Gubernur Suryo, dan Jl. Pemuda.Â
Senangnya, Surabaya menyediakan fasilitas untuk pesepeda. Saperti jalur khusus untuk pengguna sepeda dan tempat parkir khusus sepeda. Kondisi ini makin nyaman karena Surabaya punya banyak taman kota yang asri dan cocok dipakai relaksasi.
"Virus" bersepada juga mewabah Jakarta. Kompas.id memotret kebiasan warga Jakarta maupun warga urban yang getol bersepeda. Dari yang sekadar melepas penat sampai yang rela mengayuh sepeda belasan kilometer dari rumah ke kantornya. Ada juga yang memberi tips memilih sepeda.
Booming bersepeda seolah menjadi oase di tengah kekalutan masyarakat akan wabah Covid-19. Aktivitas tersebut makin membesar seiring anjuran untuk tetap tenang dan bahagia di tengah krisis.Â
Bersepada diyakini jadi terapi efektif gejala psikosomatis. Penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh. Yang dipicu stres dan cemas.
Bersepeda telah memunculkan kesadaran kolektif. Bahwa kita harus terus berjuang, survive, dan saling menguatkan di masa sulit. Tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Karena wabah ini mendidik manusia menjadi pribadi paripurna. Semoga. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H