Warga yang lain merasa tak nyaman dengan kehadiran Nirwan. Prasangka bergelimang. Kecurigaan ada misi terselubung di balik sikap baik memberi bantuan. Jangan-jangan Nirwan seorang misionaris. Butuh kewaspadaan agar jangan tergoda hingga berbalik keyakinan
"Dia itu non muslim, lha kok dibiarkan masuk masjid sih, najis, tho!" ujar Hambali, pengusaha yang juga tokoh kampung. Warga yang berkumpul di dekat pelataran masjid pun terhenyak.
"Emangnya kenapa, Kang? Nggak boleh orang Kristen masuk ke masjid? Bule-bule tuh banyak yang masuk Masjid Istiqlal di Jakarta sana," Totok, warga lain ikut menyela.
"Koruptor-koruptor juga masuk masjid, Mas. Apa mereka juga tidak najis. Yang menginjak-injak kesucian Masjidil Aqsa itu orang-orang Yahudi, Kang. Lalu kita bisa berbuat apa?" Misbah menimpali.
"Iya, tapi kita harus bisa memilah. Dia itu kan pasti punya misi. Omong kosong lah kalau nyumbang tanpa embel-embel. Pasti ada misi terselubung. Saya curiga, jangan-jangan sudah banyak korbannya. Yang saya tahu gerakan di daerah Malang Selatan kan seperti itu," ucap Hambali.
"Kok jauh banget, Kang. Marni itu lho yang sudah jelas-jelas di depan mata kita. Janda yang ditinggal minggat suaminya, apa kita peduli? Marni nangis-nagis kebulet utang buat nambeli hidup, apa kita peduli? Dia sudah sambat ke mana-mana, anak nggak bisa sekolah, lha apa kita peduli? Sekarang, dia aktif di gereja karena dapat bantuan untuk kebutuhan rumah tangganya, apa kita juga peduli?" ujar Misbah yang mulai tak sabar.
"Rumah jenengan itu kan satu gang sama Marni, cuma terpisah dua rumah, iya tho Kang? Apa sampeyan nggak takut kena azab, menelantarkan kaum fakir, jadi pendusta agama," Totok mengimbuhi.
Hambali seperti tersaduk batu. Dia mati kutu mendengar jawaban segelintir warga. Tanpa berucap, Hambali ngeloyor pergi. Ia tak bisa menutupi perasaan malunya.
***
Sungguh, ada dorongan kuat melengkapi kedahagaan batin di setiap Lebaran tiba. Menyemai kedamaian dan kebahagian tiada kira. Membingkai solidaritas bersama. Meremas habis segala permusuhan dan keculasan. Kembali ke kampung ruhani.
Nirwan tak beranjak dari televisi. Pukul delapan malam pengumuman dari Menteri Agama, soal penetapan Hari Raya Idul Fitri. Tak ada perbedaan. Pastinya, salat Hari Raya akan bareng tahun ini, gumam dia.
Usai Subuh, Nirwan terbangun. Dibukanya lebar-lebar pintu dan jendela rumahnya. Disambutnya angin pagi yang menyejukkan. Ditatapnya warga yang berduyun-duyun menuju lapangan bola yang lokasinya hanya lima puluh meter dari rumahnya. Suara-suara takbir, tahmid beriringan, menggema lewat pengeras suara. Membahana di seluruh jagad raya.