Banyak kalangan pun bertanya-tanya terkait langkah UMSurabaya dan PWM Jawa Timur. Berikut alasan dan motivasinya. Pasalnya, selama ini, Muhammadiyah tidak kelewat concern dengan dunia olahraga, khususnya sepak bola. Â
Muhammadiyah sebagai organisasi tertua di Indonesia itu lebih banyak mengembangkan cakar dakwahnya melalui pendidikan, kesehatan, dan sosial. Melalui Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), sudah ribuan sekolah, dari SD sampai perguruan tinggi, dibangun. Dari Sabang sampai Merauke ada. Kapasitasnya juga terus bertambah.
Juga dengan keberadaan rumah sakit, balai kesehatan ibu dan anak, balai kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dan apotek milik Muhammadiyah yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. Belum termasuk pondok pesantren, masjid, panti asuhan anak yatim, panti jompo, panti wreda, panti cacat netra, dan infrastruktur sosial yang tercecer di mana-mana.
Saya bisa mengerti langkah Muhammadiyah ini sebagai sebuah "ijtihad". Di mana, sepak bola memang menjadi wahana efektif, strategis, dan jitu untuk menancapkan dakwah kultural. Bagaimana pun, Muhammadiyah perlu melakukan eksplorasi lebih lebar menjalankan dakwah kultural. Yang mungkin masih dirasakan konvensional, rigid, dan kurang menyentuh kalangan milenial dan generasi alpha yang butuh panduan.
Sepak bola juga bisa menjadi turning poin bagi Muhammadiyah. Setidaknya, Muhammadiyah bisa memosisikan diri menjadi bagian penting ikut membangun dan memerbaiki kondisi carut marut persepakbolaan nasional. Hal itu sesuai dengan watak Muhammadiyah yang selalu berkontribusi dan mencari solusi.
Selain itu, dalam catatan sejarah, pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan sangat menggemari bermain sepak bola. Seperti disampaikan Sukriyanto (Ketua PP Muhammadiyah), di bawah kepemimpinan Farid Makruf (Menteri Muda Urusan Haji era Bung Karno) kalangan pemuda Muhammadiyah menggalang dana untuk membangun lapangan sepak bola. Ada yang satu meter, 10 meter, 50 meter, sampai 100 meter. Hingga terbeli lebih dari dua hektar.
Kala itu, arsiteknya dan pimpronya, Ir Soeratin Susrosugondo. Dia teman dan guru KH Ahmad Dahlan. Suratin adalah salah seorang pendiri PSSI dan ketua PSSI pertama (1930-1940). PSSI sampai sekarang masih menggelar Kompetisi Piala Soeratin untuk U-17 ke bawah.
Instrumen yang dimiliki Muhammadiyah untuk terlibat di sepak bola, juga cukup lengkap. Potensi Muhammadiyah untuk menjadi yang terbaik dan tampil di kasta tertinggi juga sangat terbuka.Â
Tinggal komiten dan integritas yang harus dijaga. Dan kalimat kerennya bisa seperti ini,"Sepak bola Indonesia perlu sentuhan amar makruf nahi mungkar." (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H