Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Makan Konate, Mahmoud Eid, dan Subuh Berjemaah

9 Februari 2020   03:12 Diperbarui: 10 Februari 2020   11:41 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan Konate diperkenalkan sebagai pemain anyar Persebaya Surabaya (foto: Instagram/Persebaya via Kompas.com)

Saya memilih tidak kelewat euforia usai menyaksikan laga Persebaya vs Sabah FA yang digelar di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Sabtu (8/2/2020) malam. Di mana Bajol Ijo (julukan Persebaya) berhasil menang 3-1 atas klub asal Malaysia itu yang kini dilatih Kurniawan Dwi Yulianto, mantan pemain Timnas Indonesia.

Bagi "Si Kurus" (julukan Kurniawan Dwi Yulianto), momen ini seperti reuni. Karena dia pernah membawa Persebaya juara Liga Indonesia musim 2004. Kala itu, Kurniawan bermain bersama Aji Santoso, Bejo Sugiantoro, dan Uston Nawawi yang kini melatih Persebaya.

Saya tidak kelewat euforia bukan lantaran laga persahabatan itu gak menarik. Atau kebosanan saya menyaksikan klub sepak bola Tanah Air, yang terkadang mudah menerka siapa yang bakal juara tiap musimnya. Tapi ada fenomena yang luput dari pemberitaan publik. Fakta yang menyentuh sanubari. Apa itu?

Kehadiran pemain asing Persebaya yang mengubah atmosfer sebuah masjid di Surabaya. Namanya Masjid Nurul Iman. Berada di kompleks Margorejo Indah. Salah satu kompleks perumahan elit di kawasan Surabaya Selatan.

Ceritanya, di kompleks Margorejo Indah itu ada apartemen Puncak Marina. Biasanya pemain asing Persebaya  mendapat fasilitas di sana. Tahun ini, ada empat pemain asing Persebaya, yakni David da Silva (Brasil), Makan Konate (Mali), Mahmoud Eid (Swedia/Palestina), dan Aryn Glen Williams (Australia), tinggal di apartemen tersebut. 

Nah, dua dari empat pemain asing tersebut, Makan Konate dan Mahmoud Eid adalah muslim. Keduanya sama-sama relijius. Taat menjalankan ibadah salat lima waktu.

Sejak tinggal di apartemen tersebut, Konate dan Mahmoud kerap kali ikut salat Subuh berjemaah di Masjid Nurul Iman. Kebutulan lokasinya tak jauh. Sekitar seratus meter dari apartemen Puncak Marina. Keduanya berjalan kaki menuju masjid.

Jemaah Subuh Masjid Nurul Iman tidak seberapa banyak. Hanya beberapa shaf. Tidak pernah penuh. Keadaan itu seperti halnya masjid-masjid lain. Lain halnya bila Jumatan. Shaf jemaah selalu penuh. Sampai meluber ke teras dan pelataran. Pun mereka yang aktif salat Subuh, sedikit sekali anak muda yang ikut berjemaah.

Belakangan, jemaah Subuh Masjid Nurul Iman bertambah signifikan. Yang ikut Subuh berjamah banyak dari kalangan anak muda. Tepatnya kalangan bonek (julukan suporter Persebaya).

Bahkan jumlah boneknya melebihi jemaah yang sudah sepuh di masjid tersebut. Satu di antaranya mantan gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang rumahya di kompleks Margorejo Indah.

Para bonek itu bukan mereka yang rumahnya dekat Masjid Nurul Iman, banyak juga yang dari kampung-kampung lain di Surabaya. Bahkan dari luar kota. Kehadiran para bonek ikut salat Subuh berjemaah nampaknya terdorong kehadiran Makan Konate dan Mahmoud Eid.

Tiap selesai salat, keduanya selalu jadi buruan selfie bonek. Kedua pemain andalan Persebaya itu selalu bermurah hati melayani permintaan foto bersama para fans fanatik Persebaya. 

***

Pemain asing Persebaya yang baru pertama berkiprah di Indonesia, Mahmoud Eid (Sumber: Instagram/Persebaya via Kompas.com)
Pemain asing Persebaya yang baru pertama berkiprah di Indonesia, Mahmoud Eid (Sumber: Instagram/Persebaya via Kompas.com)
Dhimam Abror Djuraid, salah seorang pengurus Takmir Masjid Nurul Iman, mengakui "magnet" Makan Konate dan Mahmoud Eid yang mendorong banyak bonek ikut salat Subuh berjemaah.

"Luar biasa lah. Mereka memang pemain sepak bola yang relijius," ucap mantan Ketua Pengda PSSI Jawa Timur itu.

Abror mengungkapkan, sebelumnya, Jajang Nurjaman dan Manu Jalilov juga sering ikut salat Subuh berjemaah di Masjid Nurul Iman.

Jajang saat itu sebagai pelatih kepala Persebaya. Sedang Jalilov yang berasal dari Tajikistan, masih memperkuat Persebaya. Kehadiran Jajang dan Jalilov tersebut juga membuat banyak bonek ikut salat Subuh berjemaah.

Bagi saya yang menjadi pecinta Persebaya, kehadiran bonek ikut salat Subuh berjemaah sungguh membanggakan. Saya juga tak perlu mendiskusikan motivasinya. Karena saya sebagai insan yang lemah, tak punya otoritas menilai maupun menakar ibadah siapa pun. Itu sepenuhnya hak Sang Khalik.  

Saya hanya berpikir, betapa kuat daya tarik pemain sepak bola yang relijius. Yang mampu menggugah kesadaran pecintanya untuk bangun pagi, berjemaah salat Subuh. Jika ini menjadi kesadaran beribadah, kemudian menular dan mampu membuat banyak orang datang ke masjid, tentu bakal berdampak positif.  

Sebagai muslim, saya menyakini, mengawali aktivitas pagi dengan salat Subuh berjemaah itu keren. Punya makna luar biasa. Banyak referensi dari kalam ilahi dan hadis yang menyebutkan keutamaan salat Subuh berjemaah.

Saya juga berkeyakinan, setiap kebaikan yang menginspirasi akan mendatangkan keberkahan. Semoga. (agus wahyudi)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun