"Empat puluh tiga tahun," Mbok Parli menjawab dengan bibir gemetar.
"Sudah lama jadi dukun bayi?"
"Sudah lama, Pak. Saya ndak ingat tahun berapa?"
"Pokoknya, saya waktu itu ikut ibu di Madura. di Omben. Di Madura, Pak. Ibu saya itu sekarang sudah meninggal."
Apa Mbok pernah belajar ilmu kebidanan?" cecar Lettu Budi.
"Bidan maksudnya, Pak? Ndak, ndak pernah? Saya hanya lulusan SMP."
"Kok berani Mbok menangani persalinan bayi. Tahu dari mana menangani bayi?"
Jari-jari polisi makin lincah di atas keyboard komputer.
"Ibu saya yang mengajari. Ibu saya itu yang memaksa saya menjadi dukun bayi."
Mbok Parli mengaku, ketika ibunya masih hidup, setiap ada pasien ia selalu ikut memeriksa posisi kandungan. Kadang juga memijatnya. "Waktu itu, saya baru umur 15 tahun, Pak. Ya, itu Pak saya pertama kali menangani pasien."
Mbok Parli kemudian bercerita kali pertama menangani pasien dengan posisi kandungan nyungsang. Posisi kaki sang jabang bayi di pintu atas panggul. Itu posisi sulit. Tapi Mbok Parli dipaksa ibunya memutar posisi bayi agar kelahiran tidak rumit. Caranya dengan memijat bagian bawah perut pasien.