Winarsih menggenggam tangan saya. Sesaat setelah dia bangkit dari kursi lipat yang didudukinya. Saya kemudian mengajak  dia berjalan. Menerobos kerumunan orang yang memadati Jalan Tunjungan, Surabaya, Minggu (1/12/2019) petang. Bertepatan dengan acara Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan Special. Beberapa aparat yang menjadi pagar hidup memberi jalan. Menyilakan kami menyeruak masuk.
Tangan Wiwin, begitu ia karib disapa, berasa dingin. Saya terus menuntunnya sembari memberi semangat kepada dia. Jika penampilannya harus maksimal. Tidak boleh mengecewakan. Ribuan pasang mata sekarang menunggu penampilan dia.
Kami mendekati panggung rigging. Berukuran berukuran 9 x 12 meter. Dengan giant screen ukuran 4 x 6 meter. Saat mendekati tangga pangggung, saya memberi tahu Wiwin harus naik tangga. Dari trap satu sampai lima. Wiwin mengikuti.Â
Wiwin kini berada di tengah panggung. Penonton tak bersuara. Salah seorang kru panggung mendekati, lalu memberi mic kepada saya. Saya kemudian memberikan mic tersebut kepada Wiwin, setelah memegang tangan kanan dia. Di atas sudah ada Max dengan keyboard-nya. Saya bergegas turun. Memastikan semua siap.
Penonton masih terdiam. Di deretan kursi depan ada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Berikut beberapa pejabat Pemerintah Kota Surabaya dan beberapa pengusaha dari Jakarta dan Surabaya. Mereka menunggu penampilan Wiwin.
Waktu pertama kali kulihat dirimu hadir//Rasa hati ini inginkan dirimu//
Hati tenang mendengar suara indah menyapa//Geloranya hati ini tak kusangka//
 Rasa ini tak tertahan//Hati ini slalu untukmu
 Terimalah lagu ini dari orang biasa//Tapi cintaku padamu luar biasa//Â
Aku tak punya bunga aku tak punya harta//Yang kupunya hanyalah hati yang setia//Tulus padamu Â
Riuh tepuk tangan penonton menggema. Banyak penonton ikut menyanyikan lagu Cinta Luar Biasa yang dipopulerkan Admesh Kamaleng. Ada juga tatapan sendu dan sedih. Yang paling nyata, Bu Risma. Dia tak bisa menyembunyikan perasaan haru. Dua bola matanya berair, lalu menetes di pipi. Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu terlihat beberapa kali menyeka air mata dengan tangan. Â
Penonton makin larut. Di bagian reffrain lagu yang diciptakan Faisal Resi itu, penonton makin lantang ikut bernyanyi. Hingga, applaus panjang penonton usai Wiwin menutup lagu tersebut.
Menit berikutnya, suasana kontras terjadi. Max yang baru pertama kali mengiringi Wiwin, membuka intro yang sangat familiar di telinga penonton. Dan respons tepuk tangan kembali menggema. Ya, lagu Salah Apa Aku milik Ilir 7, grup band asal Lubuk Linggau, Sumatera Barat.
...Tak pernah kusangka kau telah berubah//Kau membagi cinta dengan dirinya//aku yang terluka, sungguh aku kecewa
Entah apa yang merasukimu//Hingga kau tega menghianatiku//Yang tulus mencintaimu
Salah apa diriku padamu//Hingga kau tega menyakini aku//Kau sia-siakan cintaku
Panggung berubah semarak. Benar-benar bergetar. Beberapa mahasiswa asal Papua yang kuliah di Surabaya, naik panggung. Mereka berjoget tik tok lagu Salah Apa Aku yang sangat viral di medsos. Joget tik tok serupa juga dilakukan penonton . Kedua tangan menyilang di bahu, lurus di bahu, lalu membuka menutup seperti tanda menyalakan lampu.Â
Wiwin mengakhiri lagu dengan manis. Applaus panjang penonton. Saya menghampirinya, naik ke atas panggung. Mengajaknya turun. Ibu angkat dia, Dian Fitriana, menunggu di bawah panggung. Kami lalu menghampiri Bu Risma. Wiwin mencium tangan Risma. Sebelum pergi, Wiwin dan ibu angkatnya sempat berfoto bersama.
Panggung lamat-lamat senyap. Penonton membubarkan diri. Tanpa komando Ini menyusul berkumandang adzan maghrib.
***
Winarsih alias Wiwin. Perempuan kelahiran Surabaya, 22 tahun lalu. Anak pasutri Tri Sanyoto dan Sri Wahyuningsih. Keduanya sudah meninggal dunia. Sejak lahir, Wiwin sudah memiliki keterbatasan. Dia tunanetra dan autis.
Wiwin suka menyanyi sejak umur tiga tahun. Di rumah, dia selalu tenang bila mendengarkan musik. Baik di televisi, radio, maupun di handphone. Bukan cuma mendengarkan, Wiwin juga menghapal lirik lagu. Tak salah bila dia kerap menyanyi sendiri. Menyetel ulang lagu yang sudah didengar.
Suatu ketika, Wiwin diajak orang tuanya ke Stasiun Wonokromo. Mereka akan ke Mojokerto. Di ruang tunggu, mereka menikmati penampilan Dian Fitriana, penyanyi regular di stasiun legendaris tersebut. Wiwin yang duduk diapit orang tuanya,tiba-tiba minta menyanyi.Â
"Tahun 2014 kalo gak salah. Iya, Wiwin diantar otang tuanya. Mau nyanyi, katanya. Saya lupa lagu apa. Pokoknya, Wiwin senang banget nyanyi bareng saya," tutur Dian.
Usai menyanyi, mereka mendapat tepuk tangan.  Dian mengajak Wiwin lagi menyanyi. Hingga beberapa lagu. Dian memberi sangu Wiwin sebelum mereka berpisah. Sri sempat menolak, namun akhirnya diterima.Â
Beberapa pekan kemudian, Wiwin datang lagi bareng Sri. Dian kaget. Terlebih diberi tahu Sri, kalau Wiwin kepingin nyanyi lagi bareng Dian. Keinginan itu sempat dicegah, namun Wiwin merengek terus. Minta diantar ketemu Dian. Jadinya, mereka pun kembali "berkolaborasi".
Wiwin makin akrab dengan Dian. Mereka sering nyanyi bareng. Bukan cuma di Stasiun Wonokromo, tapi juga memenuhi job manten, khitanan, dan acara-acara kampung.
"Wis akhire koyok anek dewe. Wong nangdi-endi tak ajak nyanyi. (Akhirnya seperti anak sendiri. Di mana-mana saya ajak menyanyi, red)."
Hingga tahun 2014, Dian sempat bertemu dengan Sri yang saat itu tinggal di Banyu Urip, Surabaya. Sri yang kala itu sakit, berwasiat. Minta dengan sangat kepada Dian agar mau merawat Wiwin. Dian tersentak. Antara sedih dan bingung. Dian sempat menangis mendengar Sri berwasiah seperti itu.
Ketika Sri meninggal dunia, Dian memenuhi wasiat itu. Meski Wiwin masih ada keluarga di Banyu Urip. Dian membawa Wiwin ke rumahnya, di kawasan Ketintang, Surabaya. Wiwin diterima dengan tangan terbuka oleh keluarganya.
Dian mengaku terbebani. Justru ia merasa, kehadiran Wiwin membuat rezekinya mengalir deras. Job nyanyi gak pernah sepi. Bahkan makin banyak. Alhamdulillah, barokallah.
Bukti keberkahan itu, bagi Dian, saat di diundang koran Radar Surabaya mengisi acara di kawasan Surabaya Timur. Waktu itu, Bu Risma hadir. Melihat Wiwin bernyanyi. Bu Risma kagum. Dia lantas meminta pejabat dinas pendidikan untuk mendafarkan Wiwin ikut kursus vokal di Purwa Caraka Music Studio Margorejo.
"Saya trenyuh waktu Bu Risma bilang Wiwin harus ikut les vokal," ucap Dian, mengenang.
*** Â
Belajar di tempat kursus menjadi hal baru bagi Wiwin. Begitu pun dengan beberapa mentor Purwa Caraka Music Studio Margorejo. Namun mereka tetap serius melatih Wiwin. Seperti teknik bernyanyi sesuai kunci, artikulasi, harmonisasi, dan masih banyak lagi.
Sebulan les, Dian mendapat laporan dari mentor Wiwin. Mereka bilang kalau Wiwin gampang lupa. Membacanya juga susah. Bahkan untuk mengeja saja sering tiba-tiba "blank". "Kalau ada tugas hari ini, besok sudah lupa. Jadi gak bisa ngapal," ungkap Dian.
Dian sempat membawa Wiwin ke psikiater. Hasilnya, Wiwn terdeteksi mengalami disleksia. Makanya, Wiwin sulit diajak belajar. Wiwin juga dideteksi autis. Kemampuan berkomunikasi berinterksinya sangat lemah.
Wiwin  tergolong anak yang sulit mandiri. Semua aktivitas dia butuh pertolongan orang lain. Dari makan, minum, mandi, berpakaian. Pernah dia diajak untuk berjalan memakai tongkat, namun  tidak lama. Wiwin memilih berdiam diri. "Untuk ke kamar mandi saja dia gak ngomong. Jadi seringnya ngompol," kata Dian.
"Coba Anda ngajak dia seharian. Gak akan tanya, saya lapar, saya haus. Dia pasti diam. Kalau gak didulang, ya gak makan," imbuh Dian. Â
Kata Dian, satu-satunya indra yang masih kuat dari Wiwin adalah pendengaran. "Audionya bagus. Wiwin itu dengar lagu gini bisa hapal lirik dan nadanya. Seringnya sekarang pakai handphone kalau ngapal lagu. Gak lama dia pasti sudah apal."
Sebagai penyandang disabilitas, Wiwin bisa dibilang punya suara bagus. Dua tahun lalu, saya pernah meng-upload video Wiwin di Youtube. Dia menyanyikan lagu Bunda (Melly Goeslaw), Jangan Menyerah (D'Masiv), dan Karena Cinta (Joy Tobing). Banyak yang nonton. Beberapa artis seperti Iwan Fals juga menontonnya.
Dari video itu, Dian dan Wiwin dikenal banyak orang. Tiap tampil di acara  banyak yang tahu dan bilang, "Lha iku lak sing nang Youtube."
Ketika Wiwin beranjak dewasa dan berpenghasilan, keluarganya sempat "memaksa" dia pulang. Â Dian mengaku tak keberatan. Tapi apa yang terjadi? Wiwin tak kerasan. Dia minta ke rumah Dian. Kala itu, keluarga Wiwin menghalang-halangi. Bahkan, nama Wiwin sempat dicatatkan di Kartu Keluarga (KK) kerabat keluarga di Mojokerto. Â
Wiwin berontak. Menangis sejadi-jadinya. Hingga suatu ketika badannya demam. Mengigau dan berulang kali menyebut nama Dian. Ketika itu, keluargnya bingung. Mereka tak bisa mengelak, selain mengantarkan Wiwin "pulang" ke rumah Dian.
Panggung Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan adalah satu dari sekian banyak tempat berekspresi bagi Wiwin. Baginya, menyanyi adalah kebanggaan. Menyanyi adalah obat pelipur lara. Â Dan jangan pernah tanyakan betapa gembiranya dia manakala mendengar tepuk tangan usai bernyanyi. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H