Kekecewaan serupa juga dirasakan saat maraknya peredaran minuman beralkohol (mihol) di waralaba. Ketika di legislatif, Datuk juga ikut menuntut pelarangan. Ini lantaran dia mendapati banyak anak sekolah bisa membeli membeli mihol dengan mudah di waralaba. Namun, lagi-lagi, dukungan mayoritas tak berpihak. Suara Datuk sayup-sayup raib ditelan angin.Â
***
Yuzuar Datuk Marajo tercatat sebagai anggota Korps Mubaligh Muhammadiyah Surabaya. Jadwal ceramahnya sangat padat. Mulai dari kuliah subuh, khatib Jumat, sampai pengajian rutin.
"Jadi sampai sekarang sebenarnya saya masih menjadi anggota DPR lho, ya Dewan Pengajian Rutin," ucapnya, lalu terkekeh-kekeh.
Saking padatnya, Datuk pun menempel jadwal ceramahnya di selebar kertas karton berukuran 90 x 90 cm di balik pintu rumahnya. Ia sengaja membuat jadwal tersebut agar istri dan anaknya mengetahui keberadaan dia bila tidak sedang berada di rumah.
Sebagai mubaligh, Datuk tak pernah menyia-nyiakan waktu meng-upgrade diri. Saban hari, alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1982 itu, selalu mencari referensi dan membaca. Berbagai kitab dan buku-buku ilmiah popular ia pelajari. Pengalamannya sebagai legislator yang banyak bersentuhan dengan masyarakat, juga membantunya dalam memberi materi ceramah.
"Saya selalu ambil contoh fakta keseharian. Karena ketika menjadi legislator dulu, saya banyak bersentuhan dengan kasus-kasus yang melilit masyarakat," ucap mantan guru di SD Muhammadiyah 18 Surabaya, ini.
Satu lagi yang sangat mendukung Datuk dalam meluaskan dakwahnya. Ia dikenal sebagai mubaligh yang bersuara merdu. Datuk pernah menggondol juara dua qori terbaik se-Kabupaten Darmas Raya, Padang, tahun 1976.
Kelebihan melantunkan ayat-ayat suci Alquran membawa dirinya dipercaya menjadi penceramah rutin di Masjid Kemayoran Surabaya selama tiga tahun. Ketika itu, Datuk ditunjuk sebagai khatib tetap menggantikan H. Abdul Syakur Thawil, dosen Fakultas Dakawa IAIN Sunan Ampel.
Di usia lebih setengah abad, Datuk mengaku sangat menikmati hari-harinya kini. Terkadang, ada juga godaan untuk kembali ke panggung politik, namun hal itu selalu ia pasrahkan kepada Allah.
"Saya tidak ingin ngoyo ngejar sesuatu. Saya sudah cukup dengan keluasan hati yang saya rasakan sekarang. Saya jalani hidup seperti air. Mengalir saja."