Nanik lalu bilang kalau bandrol produknya sudah fixed, tak bisa ditawar. Karena Nanik berani menjamin produknya jauh lebih baik dari produk kerajinan di foto yang dibawa bule tersebut. Bahannya jelas lebih berkualitas. Pun dengan proses pembuatannya, jauh lebih sulit.
Lem yang digunakan saja tidak sembarangan. Ini karena ia melayani konsumen di luar negeri yang sangat selektif terhadap penggunaan bahan-bahan yang dianggap membahayakan kesehatan.Â
Nanik meyakinkan jika semua produknya tidak ecek-ecek. Penjelasan itu disampaikan terbuka. Nanik lalu meminta tanggapan semua alasannya itu. Dan bule Australia itu mengamininya.
***
Dari daun, Nanik bisa membiayai pendidikan ketiga anaknya, Evan Nila, Aditya Pramana Jendra Prabowo, dan Aditya Muda Jendra Prakasa hingga lulus perguruan tinggi.
"Terus terang, tiga anak saya itu juga dibilang sarjana godhong (daun). Uangnya memang dari daun," aku Nanik, lalu tersenyum bangga.Â
Bisnis yang digeluti Nanik sejatinya warisan almarhum suaminya, Heri Wibawanto. Heri yang bekerja di Dinas Perkebunan Jawa Timur, gemar berkebun dan bercocok tanam. Di rumahnya dulu, di Pondok Tjandra, Sidoarjo, memiliki halaman cukup luas. Heri menanam segala macam tanaman.
Ketika bersih-bersih halaman, Heri memunguti daun-daun yang rontok. Heri lantas memasukkannya ke dalam sistem pengeringan masih alami. Namanya herbarium.
Ketika pensiun, tahun 1997, Heri makin aktif mengumpulkan daun-daun. Bisa pagi atau sore. Setahun sebelum pensiun, Heri mulai berkarya dengan membuat aneka kerajinan dari kertas merang dan bahan-bahan lain.
 Kala itu, Nanik kurang sreg dengan aktivitas Heri. Lha kok setelah pensiun malah sibuk mengumpulkan daun-daun. Nanik khawatir suaminya mengalami post power syndrome. Bahkan dia sempat protes, "Gae apa tho pak, daun-daun ngunu. Gak ada kegiatan lain, tha."