Ketika aktif menjadi jurnalis, saya sempat ikut dua kali Pekana Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) cabang sepak bola. Yakni, Porwanas di Pekanbaru (2005) dan Porwanas di Samarinda (2007). Di sana, sejumlah mantan pemain timnas juga ikut dalam tim official. Di antaranya ada Muhammad Zein Alhadad, Mustaqim, Yusuf Ekodono, dan I Made Pasek Wijaya.
Saya acap kali kerap memanfaatkan berdiskusi dengan mereka. Tak terkecuali kenangan mereka membela timnas maupun klub. Ada satu pesan yang saya ingat, bermain di kandang adalah segalanya. Haram hukumnnya kalah. Apalagi kalah telak. Sehingga, kala itu, suporter yang gak sempat menyaksikan pertandingan selalu bertanya, "Menang piro, duduk menang sopo"Â (Menang berapa, bukan menang siapa, red).
Saya menulis artikel ini sambil ngopi di warkop. Bareng beberapa bonek, julukan suporter Persebaya. Ketika saya tanya soal pertandingan Timnas Indonesia, ucapan pertama yang terlontar adalah misuh-misuh (sumpah serapah). Â
Saya tentu sedih. Karena yang saya tahu, sepak bola adalah kebanggaan mereka. Mendukung klub bisa saja suporter berseteru. Namun, ketika mendukung Timnas Indonesia, mereka bisa bersatu. Bisa berhimpun dalam lingkaran yang saya. Menyanyikan lagu yang sama. Sayang, harapan itu musnah akibat buruknya prestasi Timnas Indonesia sekarang. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H