Seperti sebuah skenario film dan sinetron, begitu kata Cyril, takdir itu berjalan. Kapan waktunya di atas, kapan di bawah. Jika ada yang berhalangan, sebuah peran bisa digantikan. Rotasi kehidupan yang misterius namun nyata dirasakan manusia. Bak semesata yang berjalan dengan keteraturannya.
Dan kini, Cyril diuji dengan keyakinannya itu. Mungkinkan bidadarinya bisa menjauhi takdir? Menjauhi dari segala rutinitas kuratif. Dengan puluhan kali menjalani kemoterapi. Yang bisa berminggu-minggu mendekam di ICU. Rambut yang terus rontok helai demi helai.
Malam begitu panjang. Belum ada panggilan hati untuk menjawab itu semua. Masa depan yang masih gaib. Di antara bimbang dan gundah, Cyril tersadar jika ia telah mengalpakan Sang Pencipta, hingga yang melewatkan cobaan ini penuh kepura-puraan. Diambilnya air wudlu, lalu membeber sajadah. Dijadikannya takbir untuk memohon pertolongan dan ampunan. Ditundukkannya semua kesombogan dalam ruku dan sujud.
Cyril berdoa bisa menutup berkas-berkas masa lalu dengan semua kegetirannya dan genangan air mata. Semua kesedihan dan bencana. Semua kepahitan dan keresahan. Cyril mengecup kening Alia, seraya berdoa bisa memulai sebuah kehidupan baru. (agus wahyudi)