"Oh, Ibu ikut saya. Sini, saya bantu," ujar pria itu, sereya bergegas membawakan barang bawaan Suparti.
Tidak banyak tanya, Suparti hanya bisa manut saja. Dia hanya ingin segera di perusahaan tempat bekerja. Tidak sampai setengah jam, mobil yang membawa Suparti tiba di rumah yang cukup mewah di Kota Kuala Lumpur. Ketika pagar rumah dibuka, Suparti terkesima dengan rumah tersebut. Tamannya yang asri. Namun sekelebat dia pun bertanya, bukankah kedatangannya ke Malaysia untuk berkeja sebagai penjahit?
"Mana mesin jahitnya, Bu? Saya kan mau kerja jadi penjahit di sini," ucap Suparti usai menjabat erat tangan seorang perempuan berwajah ayu. Menurut Suparti, perempuan itu adalah pemilik rumah. Namanya Nur Soraya binti Maswin. Dia mendiami rumah tersebut bersama suaminya, Muhammad Lukman bin harun dan lima orang anaknya.
 "Oh tidak, Bibi tidak menjahit. Bibi kerja bantu rumah sini," tutur Suparti menirukan ucapan Nur Soraya. Â
"Lha, kok membantu di rumah? Berarti jadi pembantu rumah tangga? gumam Suparti.
Kecewa berat. Begitulah yang dirasakan Suparti, kala itu. Jamaludin yang menjadi perantara dirinya untuk pergi ke Malaysia ternyata telah membohonginya. Bukan bekerja sebagai penjahit, tapi pembantu rumah tangga.
"Sudah, bibi di sini saja. Bantu-bantu disini," cetus Nur Soraya, masih seperti ditirukan Suparti.
Suparti hanya terdiam. Di tengah kekecewaan dan kelelahan, datang seoarang bocah perempuan menghampiri mereka. Bocah tersebut datang dengan keluguan dan kelucuannya. Matanya berbinar, mulut mungil.
Melihat bocah itu, hati Suparti berasa tersiram es. Adem banget. "Eh, cantik sekali," ucap Suparti, lantas tersenyum seraya mengelus bahu bocah tersebut dengan sayang.
Detik itu juga, sikap Suparti berubah. Dia tidak keberatan dengan ajakan Nur Soraya, bekerja sebagai PRT tentunya.
Suparti melakoni pekerjaaan itu dengan ikhlas. Meski sebagai PRT, Suparti diperlakukan seperti keluarga sendiri. Bahkan, ketika ia sakit, keluarga Nur Soraya merawat Suparti dengan fasilitas memadai.