Banyak kalangan menyakini, semua elite yang terkatrol masuk legislatif lebih besar pengaruh karena figur-figur pemimpinnya. PDIP misalnya, selain figur sentral Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto (Partai Gerindra), Susilo Bambang Yudoyono (Partai Demokrat), dan lainnya.Â
Figur-figur itulah yang mampu menjadi daya dorong untuk mengaduk-aduk emosi pemilih. Sehingga, meski tak paham track record-nya, banyak pemilih yang berempati lalu memilihnya.Â
Pengalaman dalam gelaran pemilu, ada juga parpol yang sempat kecewa berat. Ini karena mereka salah perhitungan. Ketika kampanye, parpol tersebut meyakini suara pemilih partainya bakal membeludak.
Paling tidak, target tiap daerah pemilihan ada satu kursi legislatif yang direbut. Cuma perhitungannya meleset jauh. Penyebabnya, menjelang pencoblosan konstitennya gamang. Ini karena terbesit keraguan siapa calon presidennya.
Alhasil, parpol yang dipimpinnya kalah telak. Bahkan perolehan suaranya tak sampai satu persen. Dan parpolnya bubar karena tidak mampu memenuhi aturan tiga persen perolehan suara secara nasional.
Lantas, jika figur pemimpin masih jadi penentu, apakah komposisi wakil rakyat nanti bakal membawa perubahan? Atau setidaknya, anggota legislatif produk Pemilu 2019 lebih baik daripada produk pemilu sebelumnya?
Sulit menjawabnya sekarang. Akan tetapi kita pantas mawas diri. Paling tidak, jangan pernah menyerahkan kepercayaan dan mandat penuh kepada wakil rakyat nanti.Â
Ibaratnya jangan sampai kita memberikan cek kosong (blank check) kepada wakil rakyat. Di mana mereka bisa seenaknya memainkan kepentingan pribadinya dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat.
Kita harus tagih semua janji-janji manis yang pernah dilontarkan semasa kampanye. Pun bagi mereka yang telah melakukan kontrak politik. Jika mereka tak bisa mewujudkan, pantas kiranya kita tarik mandatnya sebagai sebuah pertanggungjawaban publik.
Yang terpenting lagi, meski banyak wakil rakyat baru yang diharapkan membawa perubahan, namun sebagian besar di antara mereka belum teruji. Kita belum melihat bagaimana mereka menghadapi realitas politik dan kekuasaan. Yang sarat dengan tipu daya, kemunafikan, dan keserakahan. (agus wahyudi)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI