Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Majelis PersidanganEtika kok tak beretika ?

13 Desember 2015   00:40 Diperbarui: 13 Desember 2015   00:55 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah para politisi Golkar versi ARB, Gerindra dan PPP versi SDA, tidak lagi mengerti arti etika, arti benturan kepentingan ?

Seorang anggota partai ngotot jadi pimpinan sidang Etika MKD menguji pelanggaran etika Ketua Dewan yg berasal partai yg sama ?

Giliran saksi-saksi hadir, mereka disidang bak pesakitan dan terdakwa dan bukannya malah dihargai dan diperlakukan dengan baik. Bahkan mereka ada yang diperiksa hingga 11 jam. Sementara saat orang yang dilaporkan (yang justru harusnya diperiksa secara intens) hadir, pemeriksaan hanya berlangsung singkat dengan pola Teradu/Terlapor membacakansemacam pledoi sanggahan dan tak terlalu ada ruang interaksi tanya jawab apalagi pemeriksaan dan itu hanya berlangsung singkat (sekitar 3 jam) dan dilakukan secara tertutup tanpa alasan yang jelas rahasia negara mana yang perlu ditutupi itu. Jika ternyata tidak ada pembicaraan atau keterangan yang menyangkut rahasia negara dalam forum itu, berarti MKD dikibulin oleh Terlapor/Teradu donk ??

Wakil Ketua dan anggota MKD menemui dan mengikuti Konfrensi Press salah seorang saksi yg namanya disebut 66x dalam rekaman Papa Minta Saham sebelum sidang yang dijadwalkan hari Senin yang akan datang. Apa mereka tak mengerti hal tersebut sangat berpotensi merupakan benturan kepentingan dan justru melanggar etika karena pada hari Jumat lalu MKD telah menerima undangan tersebut memutuskan untuk tidak menghadirinya dengan pertimbangan yang sama.

Trus, disisi lain, ngapain juga Luhut Panjaitan, sedemikian defensif jika memang tidak bersalah. Santai aja lagi. Menjadi lebih aneh lagi mengapa kok katanya marah sekali, tapi malah kepada para pengamat dan media yg menganalisa dan bukan marah kepada yang mencatut namanya hingga 66x ? Hati2 Pak, informasi tentang kasus ini sudah sangat terbuka dan rakyat juga sudah cerdas.

Biarlah kita lihat dan awasi terus perkembangan kasus ini. Mari kita lihat apa yang akan diungkapkan oleh pejabat yg namanya disebut 66x itu hari Senin. Mari kita lihat juga seberapa serius MKD ingin mengupas kasus ini hingga kedasar persoalannya dan mengungkap siapa-siapa saja yang terlibat.

Sepertinya sudah tak banyak yang bisa diharap dari MKD yang lebih merepresentasikan tarik-menarik kepentingan politik ketimbang sebuah majelis mulia persidangan etika. Sama sekali tak terlihat ada elemen etika dan logika dalam drama persidangan yang kadang harus ditutup katanya karena membicarakan rahasia negara, padahal hanya rahasia seseorang atau kelompoknya semata (alias tak jelas apa yang mesti dirahasiakan).

Sesungguhnya apa yang dipertontonkan MKD, maupun para politisi dan partai pendukung Setya Novanto dari luar forum itu, sama sekali tidak mengherankan. Itu adalah representasi kematangan berpolitik dan tingkat kenegarawanan mereka. Posisi dan pola-pola seperti ini sudah terlihat nyata sejak masa-masa Pilpres lalu, dan bagi sebagian mereka sepertinya memang belum berubah sama sekali (walau mereka juga tak mau disebut kelompok Gagal Move on). Apa yang diperlihatkan oleh Luhut Panjaitan dengan Press Conference-nya juga terlihat sangat janggal (jika tidak ingin disebut kepanikan).

So, ketika forum etika tidak bekerja, semoga hukum, jika masih ada, dapat bekerja. Walau, saya memang tidak terlalu optimistik, namun tak pernah berhenti berharap. Demi Indonesia yang lebih baik.

Salam Indonesia Raya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun