Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pancasila, UUD 1945, Garuda Pancasila + Bhineka Tunggal Ika dan NKRI adalah Harga Mati

3 Agustus 2014   18:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:32 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau jelas-jelas berpotensi mengembangbiakkan kekerasan dan terorisme di negeri ini karena aktif melakukan perekrutan dan pergerakan di negeri in, Hingga kini Kemenkominfo masih terkesan tak peduli dan membiarkan terbukanya akses terhadap situs-situs ISIS. Ini adalah alasan Menkominfo, via Jubirnya, belum memblokir Situs ISIS.

"situs yang bisa langsung diblokir oleh Kominfo adalah konten pornografi dan kekerasan seksual anak. Sedangkan untuk kasus seperti ini, lembaganya masih akan menunggu pengaduan dari pihak-pihak terkait seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, juga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia."


Situs yang mencoba menyeret-nyeret bangsa untuk masuk keranah terorisme ini kalah penting dibanding masalah pornografi dan kekerasan seksual pada anak. Jadi, jika gerakan garis keras seperti itu aja dianggap angin, jangan harap situs-situs seperti VOA Islam, Piyungan On Line dan beberapa laainnya yang semasa Pilpres ini terang-terangan sering memfitnah, menghasut, menyesatkan menyebarkan kebencian dan ujung2nya memecah belah persatuan bangsa, akan dinilai penting juga. Entah apa yang dilihat atau tertangkap oleh mata, hati dan pikiran seorang Menteri Kominfo, Tifatul Sembiring yang saat ini menjabat. Jika bagi pendukung PKS khususnya atau mudah sekali mengkafirkan saudara-saudara seimannya sesama muslim yang berbeda pandangan (apa lagi yang berbeda agamanya) itu mungkin hanyalah dianggap sebuah riak kecil dari permainan politik (kotor) yang biasa mereka lakukan dan karenanya juga dinilai biasa (atau hal kecil) saja, bagi saya, mengingat sangat terasa dikalangan rakyat akan adanya upaya memecah belah bangsa, ini bukalah hal yang biasa dan menimbulkan goresan sangat dalam dihati banyak anak-anak negeri ini; jelas hal ini bukan hal yang biasa dan bbisa dibiarkan terjadi terus menerus di negeri ini.  Hal ini menanamkan bibit kebencian dan perpecahan persatuan bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya untuk kemajuan negeri ini.  Sungguh pertanyaan ini tak dapat saya bentuk lagi, Pak Menteri Tifatul: mengapa tetap diam dan membiarkan ? Apakah diam dan pembiaran yang dilakukan Tifatul ini representasi pandangan atau kebijakan individualnya atau partainya juga ? Saya juga mempertanyakan kepemimpinan SBY yang juga terkesan lamban dan tidak bereaksi menegur dan memerintahkan Menteri terkait yang merupakan pembantu Presiden dalam menjalankan pemerintahan di negeri ini.

Sungguh aneh dan sangat diluar nalar kebangsaan kita, seorang menteri mempertontonkan secara nyata ketidakpeduliannya atas hal-hal yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, di depan rakyat negeri ini.Tidakkah seorang menteri harus memikirkan kepentingan negeri dan SELURUH rakyat negeri ini serta berkomitmen menjaga keutuhan negeri ini ?

Sungguh ini pengalaman yang sangat berharga yang harus diambil oleh Jokowi JK untuk membentuk kabinetnya, jika dan setelah nanti kemenangannya dikonfirmasi MK. Posisi seorang menteri dimasa datang perlu di screening ulang apakah memang ybs punya kepedulian  terhadap dan sejalan dalam memikirkan kepentingan bangsa ini atau hanya kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri semata.

Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara, Garuda Pancasila + Bhineka Tunggal Ika sebagai lambang negara dan Negara KESATUAN Republik Indonesia adalah HARGA MATI. Rakyat negeri ini akan menjaganya !

Salam 3 jari: PERSATUAN INDONESIA !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun