Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KTP Tidak Menyebut Agama. Emang Perlu ?

8 November 2014   22:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:18 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat ini hujan lebat di sekitar rumahku di jakarta Selatan dan aku menikmati secangkir kopi hangat sambil buka FB dan tergerak menulis artikel ini.

Sempat terbaca beberapa issue yang terkesan heboh soal rencana pemerintah menghilangkan kolom "Agama" KTP. Bahkan beberapa menyimpulkan (secara meloncat logika) bahwa negeri ini akan mengarah kepada negara komunis. Hm.. separah itu kah ?

Selama ini Pasport kita (yg merupakan identitas kita sebagai WNI, khususnya jika berpergian keluar negeri) tidak penah mencantumkan agama, tidak masalah. SIM juga tidak mencantumkan agama tidak masalah. Ijazah juga tidak mencantumkan agama juga tidak bermasalah. Apakah lantas orang itu menjadi tidak beragama atau tidak taat beragama ?

Sementara disisi lain sebagian besar pejabat tinggi di negeri ini yg di KTP-nya tegas-tegas ditulis agamanya Islam dan sudah berhaji dan malah sering menggunakan title H didepan namanya. Apakah trus korupsi berkurang dan tidak mereka lakukan lagi ? Mulai banyak pula pejabat negara perempuan yang berhijab memegang posisi penting dinegeri ini. Tentu selain di KTP nya ditulis beragama Islam dan bisa jadi juga sudah berhaji, lantas tindakannya selalu pararel dengan atributnya dan agama di KTP nya ?

Lantas dalam hal apa agama di KTP itu sedemikian penting dipertahankan dan dibahas secara heboh hingga menuduh negeri ini menuju negara komunis segala ? Apakah negara akan merazia semua lelaki yang berKTP Islam yang tidak ke Masjid Jumat siang untuk Sholat Jumat ? Apakah negara akan merazia semua orang beragama islam yang makan di restoran disiang hari saat bulang Ramadhan ? Apakah harus dirazia semua orang beragama Kristen yang tidak ke gereja di hari Minggu ? Mengapa tidak sekalian aja agar konsisten orang-orang yg berpendapat segalanya harus sesuai agama juga hanya menggunakan produk-produk yang hanya dihasilkan oleh orang-orang yg seagama saja dengannya ? Jangan naik motor yang bukan bikinan orang yg seagama, jangan naik mobil, jangan naik pesawat, jangan naik kapal, jangan nonton TV, jangan menggunakan Internet, dll, dll, yg bukan dibuat oleh orang2 atau negara-negara seagama dengannya.

Atau apakah saat seseorang sakit dan dilarikan kerumah sakit untuk mendapat pertolongan, apakah akan ditanya dulu apa agamanya sebelum masuk RS ? Jika seseorang mendapat kecelakaan di jalan dan kita ingin menolongnya apa kita tanya sebelumnya apa agamanya ? Apakah jika kita beragama A dan memiliki perusahaan lalu seluruh karyawan hanya boleh yang beragama A gitu ? Apakah jika kita yang dalam posisi mencari pekerjaan, lalu semua kita yang beragama islam hanya akan mengirim surat lamaran yang pemiliknya dan pemimpinnya seagama dengan kita gitu ? Apakah seperti itu NKRI yang terdiri dari begitu banyak suku, ras, agama dan budaya ini harus dikelola ?

Agama sebagai suatu kepercayaan individu harus dihormati dan jika seorang warga negara ingin menjalankan agamanya sepatutnya dilindungi oleh negara. itu tugas negara. Namun apakah kita sebagai makluk sosial yang hidup dinegeri pluralisme ini apakah harus terkotak-kotak selalu dalam ruang2 "agama" saat berinteraksi satu dengan lainnya ?

Mendapat perlakuan diskriminatif akibat masalah SARA itu sangat menyakitkan, bagi yg pernah merasakan. Apakah jika ada orang bule asal Amerika Serikat atau Russia masuk ingin ke Masjid kita tanya terlebih dahulu apa agamanya ? Kebetulan saya memiliki saudara ipar orang Amerika (Bule) yang beragama islam (mualaf). Istri saya juga seorang mualaf yang mungkin mereka jauh lebih taat beragama dari saya. Jadi tentu saja saya mempunyai banyak keluarga dekat yang beragama tidak sama dengan saya. Apakah saya trus harus memutuskan hubungan silaturahim saya dengan mereka ? Tidak mengucapkan selamat natal disaat mereka merayakan sementara mereka mengucapkan Selamat berpuasa atau selamat Idul Fitri saat saya melaksanakan dan merayakan ? Saya mengerti beberapa orang islam tidak sependapat dengan saya karena menganggap memberi ucapan selamat itu = ikut merayakan. Bagi saya tidak. Memberi ucapan selamat tidaklah membuat saya atau berarti saya merayakan. Itu adalah bagian dari tolerasi dan pola saling menghormati yang saya jalani.

Entahlah apa lagi yang akan membuat banyak keributan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Jika pengkotak-kotakan negeri ini terus kita patok secara sempit, menurut saya kita tak akan beranjak kemana-mana. Saya merasa keperluan kolom agama di KTP tidak sedemikian signifikan (kalau pun ada). Lebih baik diganti aja dengan Kolom "Golongan Darah" misalnya yang jelas-jelas perlu jika misalnya kita mendapat kecelakaan dan memerlukan transfusi darah dengan segera. Atau Kalaupun ada yg tak mau menulis apa agamanya dan membiarkannya kosong juga gak masalah. Apakah dapat disimpulkan jika kolom agama tidak ditulis pilihan agamanya (dibiarkan kosong) itu = orang tidak beragama atau komunis ? Tidak. Biasa saja ybs sengaja tidak mau mempersoalkan agamanya dan menganggap itu urusannya dengan Tuhannya. Sebaliknya jika agamanya ditulis sesuai agama yg diakui oleh negara (ada 5) itu juga = artinya ybs orang yang beragama ? Terlalu sering rasanya melihat agama ternyata hanyalah sebuah label dan tingkah laku seseorang tak mencerminkan dia orang beragama. Atau saya juga mengetahui beberapa orang yang mengganti agama di KTP nya sekedar agar dapat menikah sementara ia sesungguhnya tetap pada agamanya semula. Ada juga orang yg saya tau gonta ganti agama sampai 3x dalam pencariannya pada Tuhan (dan sepertinya gak tiap kali pakai ganti2 agamanya di KTP).

So menurut saya dihapusnya keterangan AGAMA di KTP, atau memiarkannya kosong, baik-baik saja, dan tidak akan mengganggu kebebasan beragama saya. Namun disisi lain mencantumkannya dalam sudut pandang sebuah NKRI justru dapat menimbulkan atau berpotensi menimbulkan sensitivitas antar pemeluk agama yang tidak perlu.

Salam seorang Islam (dan sudah Haji juga, jika itu perlu dipertimbangkan), namun menginginkan kedamaian, berkembangnya toleransi beragama secara wajar, dan kemajuan negeri ini dalam wadah NKRI nya.

Silahkan jika ingin berdiskusi. Berbeda pendapat juga boleh. Hal itu akan dihargai. Namun jika sekedar menyebar kebencian, logika yang tidak nyambung, perpecahan bangsa silahkan tulis di rumah masing2 aja, jangan dirumah saya dan jika saya anggap berlebihan saya berhak untuk menghapusnya.

Salam INDONESIA RAYA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun