Mohon tunggu...
Agus Tulastyo
Agus Tulastyo Mohon Tunggu... lainnya -

Praktisi periklanan, Pengamat media, Peneliti. "All Truth passes thru three stages: First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as self-evident." - Arthur Schopenhauer; German Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hati-Hati! Skandal Pertemuan Ketua/Wakil DPR dan Donald Trump; Idiocracy!

17 September 2015   13:24 Diperbarui: 17 September 2015   14:18 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari bocoran pertemuan mereka, yang sebenarnya sangat rahasia di dalam ruang sangat tertutup, ini hasil pembicaraan atau dialognya yang hanya sedikit itu:  

Ketua DPR: “I came here forrrr...braaat...breeeet....brrroooot...ciiiiuuuut...brrroooott...brrrebeeet brrrebeeet brrrebeeet...ssshhhhhhiiiiiiit....prepeeeet...pesssshhh, maybe i need sooomeee... psssssh...breet...prepeeet...crit! Can I talk aaaboutthhhhh...brrrrreeeeet...bret bret bret bret...brooooth crot!”

Donald Trump: “Whooo yea it’s okay buuuttthhh...braaeeert...bruuuttttbrot....prepet prepet...preeet...ciiiuut broooooth...brojottt!”

WaKa DPR: “Thank you verryyy mmmuuu....prepeeeett... prepeeeett... bruuuttttbrot... preeet...ciiiuut..crit!”

Itulah yang terjadi tatkala politisi “dungu” bertemu dan membuat kesepakatan bersama dengan Capres “dungu” , yang menurut mereka akan membuahkan kemaslahatan dagi Rakyat, Bangsa, dan Negara; “Natural Gas a.k.a FART”

Setelah pembicaraan rahasia tersebut selesai, mereka keluar meninggaklan ruangan dengan wajah dan raut muka yang semringah mencerminkan adanya sebuah hasil gemilang atau kesepakatan untuk masa depan lebih baik bagi bangsa dan negara masing-masing. Mereka berjalan dengan penjagaan dan pengamanan ketat sehingga awak media tidak bisa mendekat, hanya sampai didepan pintu ruangan tertutup tempat pembicaraan berlangsung. Terlihat salah satu pegawai kebersihan (Office boy) mendekat pintu dan membukanya, setelah pintu terbuka dan terdengar suara “Booom!”, suraa gelegar “Natural Gas”, sang office boy berteriak “Whoooaaaa...!!!”, lalu ia terjatuh pingsan tidak sadarkan diri dan dinyatakan “koma”. 

Para awak media yang memang posisinya berada didepan pintu ruangan, bergegas mendekat ke arah pintu (tidak lagi menghiraukan orang yang mengadakan pertemuan), dan ingin mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Namun, celaka!!! Mereka para awak media setempat (AmerikaS) juga tiba-tiba berjatuhan, pingsan dan dinyatakan “koma”. Dikabarkan mereka mengalami “koma” selama berhari-hari dan mengalami amnesia setelahnya. Hanya yang sangat mengejutkan sekali bagi paramedik setempat, ada beberapa awak media yang tidak terpengaruh, tetap berdiri tegak 100% sadar sehat dan menikmati situasi kondisi setempat, sementara yang lain terindikasi “keracunan gas alam”. Para awak media ini datang dari negara lain, seorang paramedik bertanya “Where are you come from??? (sambil memperlihatkan wajah terheran-heran) How you can handle that “Natural Gas”? And did not Collapse like other reporters, who crumbles like the Twin Towers on 9/11 Tragedy in New York? Are you come from the south (paramedik menyangka orang Amerika latin)?” Lalu beberapa jurnalis yang datang bersama rombongan Ketua/Wakil DPR menjawab dengan memperlihatkan rasa bangga: “We’re come from Indonesia, and we’re short of expertise and had a milestone of experiences with that kind of “Natural Gas”, come out from their Big Fat Ass placed at the head all of our politician and Parliament Members, especially that Chairman of the House and his Vice.” Paramedikpun mengerutkan mata dan dahinya sejenak, terlihat befirkir, kemudian menimpali dengan: “Ooohh that’s good good it’s nice...Fantastic!!! Make sense and no doubt...may be one day, we can arrange a meeting and we discuss about how to handle Natural Gas Blast come from Big Fat Ass politician. And you can teach us, how to handle what you call “Natural Gas”, here we call it “FART”... Ok? Thank’s!” Sang paramedik berlalu sambil menganggu-anggukan kepala dan tersenyum tanda memahami.

“Idiot atau Dungu” Tidak ada bedanya, karena setiap mereka, kepalanya terbuat dari “cor-coran batu beton”, yang berisi rangkaian jaringan “kabel tembaga anti karat”.

Awal abad 21 ini, sebuah awal kehidupan bagi generasi muda penerus, yang banyak mengalami dan melihat berbagai peristiwa fenomenal dalam kehidupan sosial politik Negeri. Generasi muda ini akan memproduksi anak-anak bangsa Negeri Pertiwi dimasa depan. Banyak orang pintar penyandang berbagai gelar Profesor, Phd., Msc, dll. dari dalam negeri dan internasional yang mengatakan, bangsa ini akan menjadi bangsa besar dan memiliki generasi intelektual dan brilian sebagai penerus Bangsa. 

Mereka para ahli juga mengatakan, pada abad ini akan terjadi sebuah proses Evolusi Manusia Indonesia yang mencapai puncaknya hanya beberapa tahu kedepan. Melalui sebuah proses seleksi alam yang sangat ketat, generasi intelektual dan brilian tersebut di atas akan menghasilkan dan memproduksi generasi terdidik, terhebat, tercepat, terbaik, terpintar dalam jumlah yang tak terhingga, sehingga orang bodoh menjadi hewan langka. Negeri Pertiwi pun akan berubah menjadi salah satu Negeri yang sangat disegani di Dunia. Penduduk yang ramah dan sopan santun, sebuah karakter yang tetap bertahan dan dipertahan sebagai sebuah peninggalan Budaya dan Kearifan Lokal. 

Namun malang takbisa dihalang, perkiraan/ramalan dan impian para cendekia tidak terjadi dan tercipta, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, Generasi Dungu! Generasi yang tidak memahami Sejarah, bahkan tidak tahu dan memahami makna Lima Sila Pancasila dan tidak bisa mentautkan setiap Sila pada Simbolnya. Bagaimana Hal ini bisa terjadi? Proses evolusi tidak selalu berjalan dengan sebagaimana mestinya, membawa dan menurunkan unsur genetika dan intelejensia tinggi serta brilian pada generasi penerus. Dan, ketika kelompok Predator Pemangsa berkurang atau bahkan tidak ada (untuk mengurangi jumlah populasi para “idiot atau dungu”), yang terjadi sederhana saja, akan memberi peluang dan keleluasaan bagi “si idiot atau si dungu” untuk memprodoksi lebih banyak lagi generasi-generasi “idiot atau dungu” dan seterusnya. Sehingga mengikis populasi generasi intelektual/brilian, jikapun tiba-tiba ada, maka sebuah keajaiban terjadi, karena mereka sudah dianggap layaknya hewan langka.

Ketua/Wakil DPR “Idiot atau Dungu”?

Bisa ya bisa tidak. Bagaimana caranya ia bisa hadir di sebuah konferensi pers seorang calon terdepan capres dalam proses nominasi Partainya? Tidak tahu atau tidak paham. “Bukan begitu, kami sebagai pengusaha yang sudah saling kenal, apa salahnya berkunjung (kalimat  yang dilontarkan dalam bentuk pertanyaan tersebut, terjemahan bebas dari kalimat aslinya: “braaat...breeeet....brrroooot...ciiiiuuuut...brrroooott...brrrebeeet brrrebeeet brrrebeeet...ssshhhhhhiiiiiiit....prepeeeet...pesssshhh...breeeet...prepeeet...crit!)?” Sepertinya mengalami delusi; Idiosyncratic belief. “Sebagai orang timur sudah seharusnya kita bersilaturahim (kalimat  yang dilontarkan dalam bentuk pertanyaan tersebut, terjemahan bebas dari kalimat aslinya: “braaat...breeeet....brrroooot...ciiiiuuuut...brrroooott...brrrebeeet brrrebeeet brrrebeeet...ssshhhhhhiiiiiiit....prepeeeet...pesssshhh...breeeet...prepeeet...crot!)?” Mungkin kurang mengerti dan paham dengan apa yang disebut dengan Political Ethic. “Kita kan orang Indonesia, yang dikenal santun, jadi ya wajar saja bersilaturahim (kalimat pertanyaan tersebut terjemahan bebas dari kalimat aslinya: “braaat...breeeet....brrroooot...ciiiiuuuut...brrroooott...brrrebeeet brrrebeeet brrrebeeet...ssshhhhhhiiiiiiit....prepeeeet...pesssshhh...breeeet...prepeeet...crit!)? Cognitive Dissonance. “Kami sudah dapat izin dari ketua partai kok, apa salah (kalimat  yang dilontarkan dalam bentuk pertanyaan tersebut, terjemahan bebas dari kalimat aslinya: “braaat...breeeet....brrroooot...ciiiiuuuut...brrroooott...brrrebeeet brrrebeeet brrrebeeet...ssshhhhhhiiiiiiit....prepeeeet...pesssshhh...breeeet...prepeeet...crot!)?” Tidak, hanya saja kalian tidak ada bedanya, atau bapak kencing berdiri anak kencing berlari. “Kami hanya diminta/meminta atau mohon/dimohon, merupakan fasilitas/difasilitasi, untuk bertemu Capres tersebut, apa salah (kalimat  yang dilontarkan dalam bentuk pertanyaan tersebut, terjemahan bebas dari kalimat aslinya: “braaat...breeeet....brrroooot...ciiiiuuuut...brrroooott...brrrebeeet brrrebeeet brrrebeeet...ssshhhhhhiiiiiiit....prepeeeet...pesssshhh...breeeet...prepeeet...brocot!)?

Jika seorang PARASIT, dengan perilaku PARASITIK penghisap NUTRISI Negeri (Greedy Crook Capitalist “dung of the devil - kotoran iblis; Paus Fransiskus), bisa mengendalikan kalian, kami (rakyat) harus memberi julukan apa pada kalian sebaiknya?! “Schizophrenics atau Idiot atau Dungu”, mana lebih cocok? 

“FAKTANYA KALIAN KETUAWAKIL DAN ROMBONGAN DPR PERGI MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA DENGAN BIAYA DAN ANGGARAN YANG BERASAL DARI UANG SELURUH RAKYAT INDONESIA, TITIK!” 

Kesimpulan; Bayangkan jika seluruh anggota DPR di gedung DPR berbicara melalui “Big Fat Ass” nya yang berada dikepala, dengan cara mengeluarkan “Gas Alam” , maka letusan besar berasal dari “Gas Alam” yang mereka muntahkan, akan meluluh lantakan gedung DPR beserta isinya dan meracuni anak bangsa. Beruntung masih ada patung-patung digedung DPR yang bertahan sehingga gedung tersebut tidak meletus. Patung di gedung DPR tersebut tidak dapat berbicara atau mengeluarkan “Gas Alam”, jadi paling tidak mereduksi daya ledak. Mereka hanya duduk termangu, kadang tercengang dan keheranan melihat perilaku rekan kerjanya, atau mungkin mereka hanyalan Ignorance (Ignorance merupakan sebuah kekuatan besar bagi para culprit), yang kebetulan menjadi anggota DPR. Sementara anggota lain menyenangi dan menikmati “ Suara dan Gas Alam Beracun”. Hai kalian Bung Patung di Gedung DPR! Einstein mengatakan:

“The world will not be destroyed by those who do evil, but by those who watch them without do anything”

Kembali lagi ke skandal Ketua/Wakil DPR. Apapun sebutan kalian untuk mereka, semua legal! Tepat atau tidak, pantas atau tidak, etis atau tidak etis, keterlaluan atau tidak, bergantung pada siapa yang mengatakan dan sejauh mana daya nalarnya dalam menaggapi skandal Ketua/Wakil DPR. Perkataan apaun julukan/makian apapun, tetap saja legal. KARENA MEREKA PERGI DENGAN FASILITAS NEGARA DAN DI GAJI MENGGUNAKAN UANG KITA SEMUA, RAKYAT INDONESIA. Jangan ada toleransi!  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun