“Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas: Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”
- UUD 1945; BAB III; Kekuasaan Pemerintahan Negara; Pasal 10.
Presiden Jokowi mencanangkan pembangunan yang terkonsentrasi dan menjadikan Negeri sebagai Poros Maritim. Pintu arus keluar masuk perdagangan antara Samudra India dan Pasific. Maka pembangunan infrastruktur harus terkait, terhubung dan berfungsi sebagai stimulan pertumbuahan industri maritim. Kemaritiman dijadikan pemasok devisa, serta sebagai pertahanan dan keamanan kedaulatan Negeri Pertiwi. Tatkala pemerintah tidak mengkonsentrasikan diri dan lemah disektor kemaritiman yang nota bene 2/3 luas Negeri didominasi lautan, Illegal Fishing & Illegal Trespassing, Air Space & Ocean Defense Breaching, Oil and Gas Smugling, Drugs Smugling, dan banyak penyelundupan barang sandang pangan terjadi. Mudah ditembus dan dilalui tanpa halangan berarti. Kelemahan inilah yang menjadikan KEMAKMURAN MAFIA MIGAS dan SINDIKAT NARKOBA Internasional dan Nasional.
Penetapan kabinet sebelum reshuffle, merupakan pencari bentuk, menyaring dan menguji orang yang diusulkan oleh partai-partai pendukung dan profesional yang ditunjuk presiden. Setelah beberapa bulan berlalu, hanya menteri dari kalangan profesional lulus ujian, juga dari partai. Dari kalangan Profesional dan Karir beberapa menteri menunjukan kebolehaan dan kemampuan, diantaranya yang patut mendapat acungan jempol, sementara baru tertuju pada Meteri Kelautan Perikanan Susi, Menlu Retno Marsudi, dan Menteri perhubungan Ign. Jonan. Ketika Presiden melakuan reshuffle, masyarakat dikejutkan oleh penunjukan Rizal Ramli sebagai MenKo Kemaritiman. Pro dan kontra pun bermunculan, kelompok mana yang kontra? Kelompok maling dan para budaknya, termasuk Media dan Jurnalis “Pelacur”, Akademisi dan Politisi “Pelacur”, yang “melacurkan” diri pada para MAFIA dan MALING.
Tiba-tiba MenKo Kemaritiman menggebrak ESDM secara terbuka, para “Pengusaha Besar” Greedy Crook Capitalist a.k.a Kotoran Iblis lebel dari Paus Fransiskus, panik sekaligus kalang kabut. Para pengusaha “dung of the devil” yang merasa besar, hebat, terhormat dan terpandang (berlimpah kerena manipulasi, menyuap dan mencuri uang rakyat melalui proyek pemerintah dan BUMN), yang mengincar projek di ESDM dan BUMN (Pertamina, Pelindo, PLN, dll), merasa kehilangan atau terpotong.
Hanya dalam hitungan hari MenKo Kemaritiman RR, menguak beberapa hal yang tidak semestinya/belum perlu dilakukan dan dijadikan projek prioritas untuk dikerjakan oleh BUMN. Kalau MenKo keliru atau salah langkah, mengapa Presiden Jokowi merestui (karena ia melihat ketulusan seorang Rizal Ramli?), dan yang harus dicamkan, Pemuka Parta PDIP tidak ada yang mengkritik tindakannya secara keras, bahkan ia telah berkunjung ke Ketua Umumnya; “Everything looks find!”
Penembakan kantor ESDM
Pada awal gebrakan Menteri Susi dan Marsudi terkait diledakkannya perahu para pencuri ikan, juga terjadi geger pro dan kontra, siapa yang kontra? Yang memiliki kebiasaan mencuri dan berprofesi sebagai “Maling” dilautan. Begitu juga tatkala MenKo Kemaritiman RR membuat gebrakan, siapa yang pro dan siapa yang kontra? Yang kontra pada dasarnya adalah para kotoran iblis, dengan alasan apapun. Memang ada perbedaan besar dengan gebrakan Menteri Prikanan Susi, kali ini terhubung dengan industri energi yang sangat vital dan memberikan keuntungan rutin berlimpah ruah per harinya, bagi para kriminal migas.
Dimanapun didunia, Mafia Migas selalu berkedok menggunakan perusahaan-perusahaan legal. Kelebihan mafia ini adalah organisasi dan cakupannya. Kelompok mafia migas hanya bisa ditandingi kehebatannya oleh Mafia Narkoba. Bahkan seorang “Don Corleone” (mengambil julukan dari film “God Father”) dinegeri ini mungkin menjalankan dan mengendalikan keduanya.
Memang sulit untuk dibuktikan, namun memang peristiwa penembakan ini sungguh janggal, tapi yang jelas ini bisa diperkirakan sebagai sebuah peringatan dari para kriminal kelas kakap. Beberapa contoh peristiwa yang membuat penasaran dan mendasari pertanyaan di atas:
Tanggal 20 Agustus 2015, “Swasta Caplok TPPI, JK: Jangan Macam-Macam”; tempo.com. Tanggal 28 Agustus 2015, Bareskrim Mabes Polri, menggeledah Pelindo II (isunya terkait dengan Wapres). Tanggal 2 September 2015, beredar kabar KaBareskrim akan dicopot. Pada Tanggal 3 September 2015, Telegram Kapolri nomor ST/1847/IX/2015. Pada TR itu, Kapolri merotasi sebanyak 71 jabatan di lingkungan Mabes Polri. Salah satunya adalah jabatan Kabareskrim dari Komjen Buwas diserahkan kepada Komjen Anang. Tanggal 7 September 2015, serah terima jabatan. nasional.kompas.com. Tanggal 10 September 2015, terjadi peristiwa penembakan di kantor ESDM; nasional.kompas.com.
Apapun bisa terjadi, kita masih harus menunggu pernyataan resmi. Kemungkinan besar penyebabnya adalah akumulasi kemarahan “Don Corleone”, atas berbagai penangkapan bandar narkoba dan pemotongan jaringan mafia migas oleh pemerintah. Saat MenKo RR melancarkan pukulan Jab kiri-kanan-atas-bawah beberapa hari lalu, lebih menekan dan memojokan mereka. Apa yang diperbuat seorang kriminal saat mereka “terpojok” dan ingin menunjukan eksistensi? Kekerasan dan menunjukan kekuatan otot!!! Salah satu contoh, penembakan di gedung ESDM. Penembakan itu sendiri sengaja tidak berdampak signifikan, menimbulkan korban atau kerugian besar. Sebab peristiwa itu hanya merupakan signal peringatan, mungkin mereka sedang menyiapkan dan menyusun Plan A dan Plan B.
Mereka mengambil kesempatan yang terjadi saat ini dan memanipulasinya sedemikian rupa untuk menampilkan diri dan memperlihatkan loyalitas mereka pada “Don Corleone”.
“Dark Justice” (terinspirasi dari serial TV)
"JUSTICE MAYBE BLIND, BUT IT CAN SEE IN THE DARK" - Judge
Yang dimaksud dengan “Dark Justice” bukanlah pengadilan semena-mena, pengadilan gelap tidak diketahui masyarakat, atau pun “Kangaroo Court”/pengadilan kanguru. Sebuah Badan Peradilan adhoc, adalah pengadilan yang mengadili tindakan subversive yang dilakukan oleh warga sipil (“Don Corleone” Mafia, Dark Cabals, tai-pan), berdampak pada kerusakan dan stabilitas Administrasi Pemerintahan, Kenegaraan, Kehidupan Socsio-kultural Rakyat, serta Pertahanan dan Keamanan NKRI; (Dark Characteristic). Pengadilan yang menggabungkan unsur militer dan sipil (Semi Militer). Mengapa militer mencampuri pengadilan sipil? Dan, bagaimana kalau peradilan ini tidak memberi dampak apapun terhadap mereka? Jawabannya ada pada J.S.O.C.
“When there is no enemy within, the enemies outside cannot hurt you” - Winston S. Churchill; PM of United Kingdom 1940-1945
Presiden Jokowi harus tetap hati-hati terhadap orang-oran yang dianggap dan menganggap dirinya Inner-circle. Faktor kepentingan kelompok, dominasi korporasi, dan hegemoni adalah agenda besar orang-orang tesebut. Mereka menginginkan Negeri ini berada di telapak tangannya, sehingga mudah untuk dikontrol dan dikendalikan. Masih ingatkah kita pada pernyataan seorang tokoh PDIP yang disegani, KWik Kian Gie. Namun tidak disukai oleh “Black Corporation”, baik yang berada diluar dan di dalam, mendukung atau pesaing patai tersebut? Tidak baik bagi perjalanan dan pembangunan negeri ini, jika “9 Tai-pan” dan grup korporasinya mendominasi dan mengendalikan pemerintahan, demokrasi akan bermetamorphosis menjadi Fascism. Bagaimana mereka melakukan penyusupan dan menguasai informasi dari dalam Istana? “Democracy can Buy”, ya...titik lemah demokrasi adalah pada orang-orang yang mudah dibeli dengan uang, dan bagi “9 Taipan” uang bukan sebuah masalah besar, Rp 100M-200M is a peanuts. oleh karena itu mereka menanam orang; Sleeper Agent (Rat).
“There never was any party, faction, sect, or Cabal whatsoever, in which the most Ignorant were not the most violent; For a bee is not a busier animal than a Blockhead.”
- Alexander Pope, 1688-1744; 18th-century English poet, best known for his satirical verse.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H