Mohon tunggu...
Agus Tulastyo
Agus Tulastyo Mohon Tunggu... lainnya -

Praktisi periklanan, Pengamat media, Peneliti. "All Truth passes thru three stages: First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as self-evident." - Arthur Schopenhauer; German Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melegalisasi Pornografi dan “Political Freakshow”

3 November 2014   20:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:47 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14149950381932952000


“In this twenty first century, the digital device has metaphor into or become

the core of Pornography and Porn sites;

At the same time, sexual abuse becomes amusements”

-I Say

UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada pasal 27 ayat 1 berbunyi ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Sanksi pidana akan dikenakan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan seperti dinyatakan dalam pasal 27 ayat 1 yakni pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Apakah UU ITE di atas masih/belum/tidak dipahami oleh para “Politicidiot” dan anggota parlemen...? Sedemikian Dungunya kah mereka...? atau hanya “Political Freakshow”...???

MA demikian inisial nama anak dungu “si tukang tusuk sate”, yang membuat geger media massa nasional (yang tertular virus dungu) dengan gambar porno atara Jokowi dan Megawati. Terlebih para “Eunuch Journalist” dan “Presstitute Media” yang calonnya tidak terpilih menjadi pemimpin negeri ini. Jelas kasus ini sudah menjadi komoditi politik, dan anehnya sebagian masyarakat yang tidak pernah melihat sama sekali bagaimana hasil manipulasi visual yang dihasilkan, justru mencerca Mabes Polri dan tuduhan mempolitisir bagi orang yang menghendaki anak ini di meja hijaukan. “Eunuch Journalist” dan “Presstitute Media” melakukan propaganda dengan sarana kasus ini, untuk berusaha memperburuk citra presiden terpilih sebagai orang yang tidak menghormati kebebasan berekspressi.

Sebagian masyarakat pengidap “mental illness” dan dungu menjadi sangat permisif terhadap kasus ini hanya karena “si tukang tusuk sate” - yang sudah masuk dalam kategori dewasa - berlatar belakang keluarga kurang mampu. Kalau orang sekaliber:

“Fadli Zon: Foto Porno Arsyad Tentang Jokowi dan Mega Memang Keterlaluan”

http://news.detik.com/read/2014/10/31/132244/2735449/10/fadli-zon-foto-porno-arsyad-tentang-jokowi-dan-mega-memang-keterlaluan.

Bahwasannya banyak masyarakat menanggapi secara miring terhadap apa yang dilakukan Fadli Zon dengan mendatangi kediaman sipelaku, sebagai satu tindakan intervensi dan berbau politik, boleh-boleh saja; Dan mempertanyakan ada motif apa dibalik kunjungannya, sementara ia adalah wakil ketua DPR...? Siapa sebenarnya “si tukang tusuk sate” ini hingga wakil ketua DPR menyempatkan diri untuk menyambangi kediamannya...? Tetapi kita harus melihatnya sebagai hal yang positif - walau  apapun motifnya -, Fadli Zon telah membuktikan dengan mata dan kepalanya sendiri dengan melihat hasil manipulasi visual seperti apa yang telah dilakukan oleh si dungu MA di Bareskrim Mabes Polri. Seharusnya kita menghargai  Fadli yang telah mengambil sikap demikian. Karena jika saja ia tidak melakukan pengecekan langsung, maka kita tidak akan pernah bisa mengukur sampai sejauhmana kebejatan perilaku amoral anak ini, dan perilaku kriminal seperti apa lagi yang mungkin akan dilakukan dikemudian hari, serta dampak psikologis pornografi terhadap masyarakat luas. Juga boleh-boleh saja orang menjadi miris ketika melihat orang tua pelaku menyembah-nyembah memohon maaf terhadap siapapun dalam tayangan di televisi, namun tetap saja salah!!! Seharusnya dia menyembah dan memohon ampun kepada ALLAH S.W.T, bukan memohon sampai sedemikian rupa pada politisi dan Presiden Jokowi; Perilaku orang tuanya inipun di “kapitalisasi” dan di “blow-up” oleh “Presstitute Media” bersama-sama dengan “Eunuch Journalist” nya. Media dan jurnalis dengan moral dan mentalitas rendah seperti ini selalu berpegang pada moto “If it Bleeds, it Leads”, hanya untuk meningkatkan rating dan iklan a.k.a UANG.

Preseden buruk bagi penegakan hukum

Tindakan yang dilakukan anak ini sendiri tidak menunjukan tindakan anak bodoh/bego/tolol/goblok seperti yang diungkapkan oleh beberapa anggota masyarakat, karena anak ini memang tidak seperti itu, justru anak ini cukup kreatif dan cukup cerdas, hanya saja Dungu titik. Dengan kemampuannya memanipulasi foto/gambar, berarti anak ini mengenal dan mampu menggunakan komputer dan salah satu Software yang masuk dalam kategori sophisticated, paling tidak anak ini menggunakan Photoshop atau sejenis, walaupun yakinlah 100%, pasti tidak ahli. Yang harus menjadi catatan khusus adalah motivasi dan imaginasi seksual anak pengidap psikosis ini. Apakah perilaku anak ini memperlihatkan terjadinya dekadensi kehidupan generasi muda, akibat dari Pop culture dan Entertainment Industry yang marak ditelevisi dan media lainnya...? Masih harus dilakukan penelitian. Lalu apakah kita menafikan kata “Keterlaluan” yang diungkapkan Fadli Zon...? dan menjadikan kita permisif terhadap perilaku anak ini hanya dikarenakan latar belakang kehidupan keluarganya...? Tidak!!! Secara psikologis anak ini “sakit mental”, dari sisi agama anak ini pendosa, ditinjau dari sisi perilaku anak ini memiliki tendensi moral  bejad, di mata hukum anak ini pelaku kriminal, titik. MA harus tetap harus masuk kedalam ruang pengadilan, bahwasannya dia akan mendapatkan keringanan hukuman  dikarenakan ia mengakui perbuatan dan menyesalinya, serta pertimbangan latar belakang kehidupan keluarga, itu masalah lain.

Ketika sebagian masyarakat, “politicidiot”, dan “Presiden Jokowi mengaku sudah meminta kepolisian untuk menangguhkan penahanan MA. Jika sesuai rencana, menurut dia, MA akan dibebaskan pada Minggu (2/11/2014) besok”.

http://nasional.kompas.com/read/2014/11/01/17432141/Ibunda.MA.Mengaku.Diberi.Amplop.Berisi.Uang.oleh.Iriana

Ini yang dinamakan Intervensi terhadap penegakan hukum, sekaligus preseden buruk. Walaupun Presiden Jokowi tetap menyerahkan masalah ini ketangan Mabes Polri. Mengapa sebagian masyarakat kita dan media massa menjadi DUNGU...? Dengan menekan Mabes Polri untuk membebaskan anak ini, berarti sebahagian masyarakat kita melegalisasi pornografi dan membuka kesempatan bagi “si tukang tusuk sate” dan para pelaku kriminal lain untuk melakukan hal serupa di kemudian hari, utamanya kejahatan seksual/pornografi.

Orang-orang yang menekan Mabes Polri, adalah orang yang tidak berfikir dampak psikologis pornografi dan menunjukan diri sebagai pengidap “gagal moral/mental”; Jadi memang pantas kalau Presiden Jokowi, mengambil tema Revolusi Mental untuk prioritas program kerjanya. Whoaa...!!! Kasus ini jangan semata dilihat dari hanya karena memanipulasi  foto Jokowi dan Mega, tetapi pornografi yang menjadi temanya. Jika ini dibiarkan lolos dari meja hijau, bagaimana kalau pada suatu saat nanti yang dimanipulasi adalah foto Ayah/Ibu anda, Anda sendiri, Istri anda, Anak anda, Cucu anda, Keponakan anda, dan semua itu disebar luaskan melalui media sosial...??? Sudah pasti anak ini sakit secara psikis, dalam dirinya telah tumbuh bibit kriminalitas, dan kemungkinan besar ia mengidap “Paraphilia”, dan tidak boleh dipandang sebelah mata!!! Pertanyaan bagi kalian yang menghendaki anak ini bebas hanya dengan alasan ketidak beruntungan dan profesi “tukang tusuk sate”:

MENGAPA KALIAN BUNGKAM KALA SI NENEK RENTA DAN MISKIN YANG HANYA MENGAMBIL BEBERAPA BUTIR BUAH KAKAO DI MEJA HIJAUKAN...??? DAN SIMISKIN YANG MENGAMBIL BUAH SEMANGKA KARENA KEHAUSAN, DIJERAT HUKUM...??? Tidak tahu kasus-kasus tersebut ? apakah kalian tidak membaca koran dan tidak melihat tayangan berita di televisi...? kalau memang tidak, wajar kalau kalian adalah yang termasuk dalam kategori kelompok masyarakat dungu. Kakao dan buah semangka tidak memiliki dampak psikologis apa-apa terhadap masyarakat luas, sebaliknya pornografi. Apakah ada jaminan - dengan kondisi moralitas/mentalitas si “tukang tusuk sate” - anak ini tidak akan “menusuk” dan menyasar target lain lagi...???

Propaganda “Eunuch Journalist” dan “Presstitute Media”

Bagi para “Eunuch Journalist” dan “Prestitute Media” yang berada dibawah kendali koalisi tertentu dan mengalami kekalahan dalam mengusung calonnya, kasus MA adalah kasus yang memberikan kesempatan bagi mereka untuk menjatuhkan citra musuh bebuyutan, melampiaskan balas dendam kelompok, serta untuk memuaskan nafsu syahwatnya; Menghubungkan kasus ini terhadap lawan politik dengan cara melalukan peliputan yang dibuat dramatis dan intens namun diselimuti kelambu.

Mungkin kita menjadi sangat prihatin dan permisif, terhadap kasus pornografi yang dialami oleh anak ini beserta keluarganya karena terpengaruh oleh propaganda yang dilakukan oleh kelompok “Enuch Journalis/Presstitute Media” dibawah kontrol koalisi tertentu. Bisa dimaklumkan karena penayangannya sangat intens/dramatis  dan tidak pernah menyentuh esensi dari kasus dan perilaku si anak, yaitu: Pornografi!!! Jangan sekali-kali anda menganggap diri anda orang baik yang taat beragama dan beriman, jika mentoleransi dan mencoba membantu pelaku untuk dibebaskan; Hipokrit/Munafik. Bagi masyarakat yang tidak sempat dan memiliki akses untuk melihat langsung hasil manipulasi visual, kita harus percaya dengan apa yang dikatakan dan dilihat oleh Fadli Zon sebagai “...keterlaluan...”, dapat dijadikan pijakan. Tindakan Mabes Polri/Bareskrim untuk mengambil langkah tidak mempublikasikan hasil visual lebih jauh, adalah tepat dan pasti sudah didasari oleh alasan yang sangat kuat; Paling sedikit demi keamanan dan keselamatan anak itu sendiri. Tapi harus diingat oleh masyarakat “Pornografi memang tidak selalu berkorelasi terhadap tidakan pembunuhan atau pemerkosaan, tapi bagi seorang Paraphilia, pornografi akan mendorong, mempengaruhi, menstimulasi syaraf otak, sehingga menimbulkan emosi dan hasrat untuk melakukan tindakan-tindakan seksual ekstrim diluar kontrol dirinya sendiri, walau seluruh aktivtas dilakukan dengan kesadaran penuh sekalipun”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun