Usulan PAN ini ternyata mendapat dukungan dari Gerindra. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menyampaikan dukungan jika ada penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 10 kursi sehingga bisa mengakomodasi 9 parpol yang lolos ke Senayan.
Sekedar mengulas sedikit, partai politik yang masuk parlemen secara berurutan dari mulai partai pemenang ada 9, yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PKS, Demokrat, PAN, dan PPP. Skema pemilihan pimpinan MPR dengan sistem paket sudah diatur dalam Undang-Undang MD3, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Jika usulan rekonsiliasi kebangsaan ala-ala PAN ini diterima, bakal semua partai yang masuk parlemen mendapat jatah kursi pimpinan MPR. Bisa dikatakan usulan ini demi politik akomodir.
Tentu saja usulan ini menabrak aturan Undang-Undang MD3. Dan apakah mungkin merubah  Undang-Undang MD3 lagi dalam waktu kurang dari 3 bulan? Mengakali lagi Undang-Undang MD3 agar ada aktualisasi rekonsiliasi kebangsaan? Rasanya lebih kelihatan syahwat berkuasanya ketimbang soal rekonsiliasi kebangsaannya.
Meminjam istilah Harold Laswell, seorang ilmuwan politik yang mengatakan bahwa "Politik itu masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana", bukan berarti juga politik dimaknai berhenti pada diraihnya kekuasaan, namun politik berangkat dari apa kepentingan rakyat sehingga harus direbut kekuasaan, dan dimana posisi kepentingan rakyat setelah diraih kekuasaan.
Sebaiknya para pimpinan partai, membuka ke publik siapa nama-nama calon menteri yang diusulkan ke Jokowi, agar rakyat bisa ikut mencermati dan menjadi bagian dari proses meraih kekuasaan.
Sekedar usul ke Pak Jokowi; kalau partai tidak mau membuka siapa nama-nama calon menteri yang diusulkan, tolong Bapak yang membukanya ke publik. Nanti rakyat membantu memberi catatan dan masukan supaya Bapak bisa memiliki menteri yang cakap bekerja.Â
Kan tidak tabu lagi partai terang-terangan meminta jatah kursi ke Pak Jokowi? maka rakyat biasa boleh juga dong meminta transparansi soal kursi menteri ke Pak Jokowi?