Mohon tunggu...
Agustinus Triana
Agustinus Triana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Lampung

Menulis agar ada jejak

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berapa Harga Caleg pada Pileg 2019 Nanti?

31 Desember 2018   11:50 Diperbarui: 31 Desember 2018   12:10 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : ariefcrbn.blogspot.com

Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 akan digelar bersamaan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 17 April 2019. Pemilihan legislatif ini akan diikuti oleh 16 parpol nasional dan 4 parpol lokal, sedangkan pilpres akan diikuti oleh 2 calon presiden dan wakil presiden.

Pada Pileg 2019 nanti, kita masih menggunakan sistem proporsional terbuka. Hanya dalam menentukan jumlah kursi dalam satu dapil, digunakakan metode Sainte Lague, sedangkan pada Pemilu 2014 digunakan metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih).

Sedikit teknis tentang teknik Sainte Lague, partai politik yang bertarung dalam Pileg 2019 setelah memenuhi ambang batas parlemen 4%, kemudian perolehan suaranya dihitung menggunakan metode Sainte Lague untuk mengkonversi suara menjadi perolehan kursi di DPRD atau DPR dalam suatu Dapil. 

Cara mengkonversinya yaitu suara yang diperoleh dibagi dengan bilangan pembagi 1 kemudian diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3,5, 7 dan seterusnya disesuaikan dengan jumlah kursi yang tersedia dalam satu daerah pemilihan (dapil).

Satu hal yang selalu menarik dicermati dalam penyelenggaraan pileg adalah fenomena politik uang. Praktek ini selalu mewarnai penyelenggaraan pemilu dan bukan lagi satu hal yang tabu di Indonesia. Malu juga sebenarnya mengakui hal ini, tapi ndak apa-apalah sebagai bagian dari kritik oto kritik.

Bener gak sih praktek politik uang ini muncul karena sistem proporsional terbuka yang kita pakai? Boleh jadi, pertama karena suara yang kita berikan akan terdistribusikan langsung pada seorang caleg. Ini membuka peluang caleg melakukan praktek politik uang. Kedua, fakta bahwa setiap caleg bersaing sengit tidak hanya dalam satu partai tapi juga dengan caleg lain dari partai yang berbeda, pasti juga turut mempengaruhi suburnya praktik jual beli suara.

Kita masih ingat pada pileg 2014, muncul istilah NPWP. Singkatan yang sebenarnya merujuk pada istilah perpajakan ini, diplesetkan menjadi  "Nomer Piro, Wani Piro" yang artinya  "Nomor Berapa, Berani Berapa". Harga per suara biasanya berkisar Rp. 25.000, sampai dengan  Rp. 200.000, - tergantung kondisi sosial di suatu tempat. Ada satu istilah lagi yang mengikuti istilah Nomor Piro Wani Piro ini, yaitu istilah "Serangan Fajar". Istilah ini merujuk pada suatu masa dimana caleg masief membagikan uang atau barang kepada pemilih untuk mendapatkan suara. Biasanya 2 atau 1 hari menjelang pemungutan suara.

Bagaimana pada Pileg 2019 nanti, masih mungkinkah praktik "NPWP" dan "Serangan Fajar" bak jamur yang selalu tumbuh subur pada musimnya?

Mulai serius nih, he he he. 

Salah satu kawan caleg yang akan ikut pileg nanti pernah buat pernyataan begini; "Uang yang kita berikan pada orang tuh untuk menghargai dia datang ke TPS, pemilih kan sudah meninggalkan pekerjaan sehari-hari untuk nyoblos kita. Wajar dong kita kasih sebagai penghargaan".

Semua pasti tidak punya dalil untuk membenarkan pernyataan kawan caleg tersebut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun