Mohon tunggu...
Agus Trisa
Agus Trisa Mohon Tunggu... -

Seorang ayah dengan dua orang anak dan seorang istri.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Partai Politik dan Sapu Lidi

8 Desember 2015   10:56 Diperbarui: 8 Desember 2015   12:03 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membentuk sebuah partai, mirip seperti sebuah sapu lidi yang akan digunakan untuk membersihkan halaman yang kotor. Lidi yang akan digunakan membuat sapu, haruslah lidi yang berkualitas. Bukan lidi yang sudah rapuh. Sebab, kualitas lidi akan mempengaruhi kekuatan sapu yang akan dibuat. Tiap-tiap lidi dikumpulkan menjadi satu. Kemudian lidi itu diikat menggunakan tali yang kualitasnya juga harus bagus. Bukan tali yang kualitasnya jelek dan murahan. Kualitas tali, akan mempengaruhi kualitas sapu tersebut. Jika kita bisa mendapatkan dan mengumpulkan lidi yang baik kualitasnya, dan juga tali pengikat lidi yang kualitasnya juga bagus, maka kita akan memiliki sapu yang koat dan kokoh. Dengan sapu yang kuat dan kokoh itulah kita akan bisa membersihkan halaman yang kotor. Tetapi jika sapu yang kita miliki kualitas lidinya rapuh, dan tali pengikatnya juga lemah, maka halaman tidak akan bersih. Justru yang terjadi adalah batang-batang lidi yang sudah rapuh itu akan turut hancur menjadi remah-remah kecil dan malah mengotori halaman yang ada. Tidak hanya itu, tali yang lemah kualitasnya juga akan menceraiberaikan sapu tersebut. Jika sudah demikian, maka pupus sudah harapan untuk membersihkan halaman yang kotor tersebut.

Seperti itu pulalah yang terjadi pada partai-partai yang ada di Indonesia saat ini. Tujuan yang bagus untuk membersihkan negeri ini dari korupsi, kolusi, kriminalitas, dan berbagai bentuk tindak kerusakan masyarakat; tidak sejalan dengan harapan yang ada. Sapu atau partai politik yang digunakan sebagai alat untuk mengantarkan para pengurus negara, tidak mampu menyapu bersih pemerintahan dari penyimpangan-penyimpangan di atas. Justru yang terjadi sebaliknya, sebagaimana sapu yang rapuh, partai politik justru menjadi bulan-bulanan media karena bobroknya mereka dan kader mereka.

Dari sisi kader, Partai Demokrat telah banyak yang bertumbangan karena badai korupsi yang ada. Tidak tanggung-tanggung, mereka yang ditangkap KPK adalah para petinggi partai. Demikian pula PDI Perjuangan. Bahkan beberapa kadernya yang terpilih sebagai anggota DPR periode 2014-2015 justru telah ditetapkan sebagai tersangka. Dua petinggi partai berbasis massa Islam (PKS dan PPP) juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Mereka ini layaknya lidi-lidi yang rapuh, yang justru berguguran dan turut mengotori halaman yang seharusnya dibersihkan. Sementara dari sisi partai, kita telah melihat beberapa partai telah dilanda goncangan dikarenakan ikatan yang menjadi pengikat kader tidak memiliki kualitas baik, sehingga partai yang bersangkutan dilanda isu perpecahan.

Karena itu, partai yang kokoh haruslah partai yang memiliki kader yang tangguh. Kader yang tangguh merupakan kader yang mengemban ideologi yang tangguh, yaitu ideologi Islam. Kader yang tangguh, dia tidak akan mudah dibeli oleh kondisi. Dia akan teguh memegang prinsip, sekalipun harus dengan berbagai macam pengorbanan. Hidupnya hanya dibaktikan untuk Tuhannya, yaitu Allah. Setiap perbuatan dan aktivitasnya selalu terikat halal-haram. Tidak akan berbuat sebelum mengetahui hukum perbuatannya. Begitulah kader yang tanggu disifati.

Sedangkan ikatan yang mengikat kader-kader partai haruslah ikatan yang tangguh pula, yaitu ikatan ideologi Islam. Seluruh konsep pemikiran dan sistem administrasi yang diterapkan partai tersebut haruslah berangkat dari akidah dan syariah Islam, yang disandarkan pada dalil-dalil syara’. Dalil syara' yang dimaksud adalah Al-Quran, As-Sunah, Ijma Sahabat, dan Qiyas Syar'i. Dengan kader yang tangguh dan ikatan yang sahih, maka partai seperti itu yang pantas memimpin negeri ini.

Wallahu a’lam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun