Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Feng Zicai: Jenderal Veteran Dinasti Qing yang Gagalkan Ambisi Prancis Kuasai Tiongkok

18 Oktober 2024   12:52 Diperbarui: 18 Oktober 2024   18:54 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng pasukan Tiongkok dalam perang di Zhennan Pass (Wikipedia)

Jenderal Feng Zicai (1818-1903) sebenarnya sudah pensiun dan berusia 67 tahun saat Prancis berusaha menguasai Tiongkok yang saat itu di bawah pemerintahan Dinasti Qing (1644-1912). Prancis sendiri saat itu dipimpin oleh Jules Francois Camille Ferry, seorang negarawan dan filsuf, pemimpin Partai Republik Moderat. Ia menjabat Perdana Menteri Prancis (1880-1881 dan 1883-1885). Ia adalah seorang pendukung sekularisme dan ekspansi kolonial.

Selama masa hampir tiga abad, Dinasti Qing atau Dinasti Manchu karena didirikan oleh orang-orang Manchuria ini menghadapi serangkaian perang dan pemberontakan. Sebelum perang melawan Prancis, telah bergejolak Perang Candu melawan Inggris dan Prancis yang berlangsung dua periode (1839-1842) dan (1856-1860). Setelah mengalami kekalahan pada Perang Candu I dan menyebabkan Tiongkok harus melepas Hong Kong kepada Inggris, Qing masih mengalami perang saudara dalam Pemberontakan Taiping (1850-1864). Setelah itu, Qing juga masih harus menelan pil pahit saat menderita kekalahan dalam perang Tiongkok-Jepang (1894-1895).

Meski demikian, ada satu masa dalam pemerintahan Dinasti Qing yang tercatat dengan tinta emas dan dikenang dengan bangga oleh Tiongkok. Meski masa itu terbilang singkat (Agustus 1884-April 1885), tetapi peristiwa yang terkenal sebagai Sino-French War itu abadi dalam memori orang-orang Tiongkok bahkan telah diabadikan dalam sebuah film berjudul The War of Loong.

Film arahan sutradara Feng Gao dan launching pada tahun 2017 itu mengisahkan perjuangan Jenderal Veteran Feng Zical memimpin pasukan Dinasti Qing melawan Prancis yang dikomandoi oleh Jenderal Francois de Negrier. Meski dengan keterbatasan artileri dan banyak pengorbanan, Feng Zical yang didukung oleh beberapa komandan lainnya berhasil mempersembahkan kemenangan kepada Kaisar dan rakyat Tiongkok.

Ilustrasi Feng Zicai bersama pasukannya (The War of Loong)
Ilustrasi Feng Zicai bersama pasukannya (The War of Loong)

Dari Bandit Qinzhou Menjadi Jenderal Dinasti Qing

Sebelum bergabung dengan pasukan Dinasti Qing, Feng Zicai yang bernama asli Nangan No Geting adalah seorang bandit di wilayah Qinzhou, Provinsi Guanxi. Setelah bergabung dengan militer, karir Feng Zicai terbilang cemerlang, terutama setelah memimpin resimennya di Jiangsu utara selama Pemberontakan Taiping. Ia berhasil mengalahkan pasukan pemberontak berkali-kali dalam perjalanan mereka menyeberangi Sungai Yangtze ke arah utara. Berkat jasanya, Feng Zicai dipromosikan menjadi Letnan Jenderal pada tahun 1864 saat usianya masih 46 tahun. Setelah menjadi Jenderal, ia masih terus memimpin pasukannya dalam berbagai operasi termasuk pada tahun 1867 saat ia memerangi bandit, pemberontak, suku Hmong dan kelompok lain yang mengancam kekaisaran Qing di Cina Selatan dan Vietnam bagian utara. Saat itu Jenderal Feng mendirikan pangkalan komandonya di Nanning.

Mencontohkan Penegakan Disiplin Militer Meski terhadap Anak Sendiri

Meski berhasil mempersembahkan kemenangan dalam perang Sino-French War, Feng Zicai harus merasakan pedihnya kehilangan putra yang amat dikasihinya. Sebelumnya putranya yang bernama Xiangxian dengan susah payah dibebaskan dari tahanan tentara Prancis. Ia ditangkap karena ikut berangkat ke Vietnam melawan Prancis.

Di tengah perang menghadapi Prancis di zona Zhennan Pass (Provinsi Guanxi), Xiangxian memberi izin kepada salah seorang anggota pasukan yang dipimpinnya untuk meninggalkan zona perang dan kembali menjenguk keluarganya. Saat Feng Zicai akan menjatuhkan hukuman mati terhadap Xiangxian, sang putra berkata pada ayahnya, "Ayah, Saya masih ingin melawan penjajah Prancis."

Mendengar permohonan tersebut, anggota pasukan yang lain mengusulkan agar putra sang Jenderal diberi kesempatan tetap ikut bertempur hingga mati. Sayangnya, putra Feng Zicai ini lebih memilih melakukan aksi bunuh diri untuk menjaga nama baik ayahnya. Feng Zicai lalu berpesan kepada pasukannya bahwa mereka juga bisa menembak dirinya jika terbukti meninggalkan perang.

Ilustrasi Feng Zicai saat menghukum anaknya (The War of Loong)
Ilustrasi Feng Zicai saat menghukum anaknya (The War of Loong)

Mematahkan Kepercayaan Prancis Tidak Terkalahkan

Feng Zicai berhadapan dengan adanya kepercayaan rakyat dan menyebar di kalangan pasukan tradisionalnya bahwa tentara Prancis tidak terkalahkan. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa tentara Prancis terutama yang merupakan tentara bayaran asal Afrika yang sebagian besarnya berpostur besar dan tinggi merupakan keturunan dewa. Demi membantah anggapan ini, Feng Zicai bukan hanya menggelar operasi khusus mencegat puluhan tentara bayaran Prancis dan melumpuhkan mereka.

Ia juga mengajukan diri untuk duel satu lawan satu dengan Kapten Longmark, komandan tentara bayaran Prancis. Meski sempat kewalahan dan tersudut, Feng Zicai berhasil mengalahkan perwira yang jauh lebih muda dan berpostur lebih besar dan tinggi dibanding dirinya. Kemenangan Feng Zicai dalam duel bukan hanya mematahkan anggapan mereka tak bisa dikalahkan tetapi juga membangkitkan kepercayaan terhadap sosok Jenderal veteran yang sempat diragukan kemampuannya memimpin pasukan karena sudah renta.

Formasi Pasukan Tiongkok yang Mengalahkan Prancis dalam Battle of Bang Bo (Zhennan Pass)

Kemenangan Feng Zicai dalam duel melawan Kapten Longmark berhasil meningkatkan semangat dan percaya diri pasukan Tiongkok untuk mengalahkan Prancis. Selain Feng Zicai, komandan pasukan Tiongkok lainnya dalam perang di Zennan Pass adalah Pan Dingxin, seorang Gubernur Dinasti Qing dan komandan militer Tentara Huai. Ada pula Wang Debang (nama kehormatan Langqing), seorang Jenderal Angkatan Darat Hunan.

Selain itu masih ada Su Yuanchun (nama kehormatan Zixi), seorang jenderal dan negarawan Tiongkok yang menjadi salah satu komandan utama di balik Perang Tiongkok-Prancis. Ia berasal dari provinsi yang sama dengan Feng Zicai, Guangxi.

Total ada sembilan komando militer Tiongkok yang secara terpisah dan berlapis menempati kamp-kamp pertahanan besar Yen Cua Ai dan Bang Bo dengan enam konsentrasi utama. Feng Zicai sendiri mengomandoi Kamp pertahanan terdepan melawan pasukan Prancis. Kamp yang berkedudukan di Yen Cua Ai terdiri dari sepuluh batalion dan dibantu oleh pasukan yang sedikit lebih kecil di bawah komando Wang Xiaochi. Total pasukan dalam kedua komando ini berjumlah sekitar 7.500 orang.

Dua hingga tiga kilometer di belakang Yen Cua Ai, di sekitar desa Mufu, terdapat komando Su Yuanchun dan Chen Jia berjumlah sekitar 7.000 prajurit. Lima belas kilometer di belakang Mufu, ada Komando Jiang Zonghan dan Fang Yusheng di sekitar Desa Pingxiang yang juga berkekuatan 7.000 orang.

Sementara itu, Komandan Angkatan Darat Guangxi, Pan Dingxin berada di Haicun, sekitar 30 kilometer di belakang Mufu, dengan 3.500 prajurit. Lima puluh kilometer di sebelah barat Zhennanguan, ada 3.500 orang di bawah komando Wei Gang di sekitar Desa Aiwa. Akhirnya, 15 kilometer di sebelah timur Zhennanguan, tepat di dalam Tonkin, Wang Debang menduduki desa Cua Ai dengan 3.500 orang.

Benteng pasukan Tiongkok dalam perang di Zhennan Pass (Wikipedia)
Benteng pasukan Tiongkok dalam perang di Zhennan Pass (Wikipedia)

Prancis bukan hanya menderita kekalahan dalam perang di Zhennan Pass, mereka juga harus kehilangan beberapa perwira yang tewas dan terluka dalam pertempuran di Bang Bo, 24 Maret 1885. Perwira yang tewas dan terluka parah termasuk Kapten Mailhat, Dokter Raynaud, Letnan Canin, Letnan Dua Normand, Letnan Thbaut, Kapten Cotter, dan Kapten Brunet. Sementara ada lima perwira lainnya yang terluka. Satu di antara mereka, Letnan Mangin meninggal beberapa hari setelah pertempuran di Lng Sn, karena syok setelah operasi untuk mengamputasi anggota tubuh yang terluka.

Bukan hanya para perwira menengah yang tewas dan terluka, komandan tertinggi pasukan Brigade ke-2 Prancis, Jenderal De Negrier juga terluka parah pada pertempuran 28 Maret 1885 di daerah Ky Lu'a.

Demikianlah pasukan Tiongkok di bawah pimpinan beberapa perwiranya berhasil mengalahkan pasukan Prancis, dan di antara perwira yang memegang peranan menentukan adalah Jenderal veteran, Feng Zicai. Ia seharusnya sudah memasuki usia pension saat perang Sino-Franch War atau Battle of Bang Bo (Zhennan Pass) berkecamuk pada tahun 1885. Feng Zicai yang lahir pada tahun 1818 telah berusia 67 tahun saat perang menentukan itu. Mungkin tak ada lagi jenderal seusia Feng Zicai yang bisa memimpin perang di manapun di dunia ini, terlebih lagi mampu mengalahkan musuh yang sangat unggul persenjataannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun