Masa Depan Perdamaian di Palestina: Tersandera Pilpres AS?

Beberapa notifikasi tampil di layar tab penulis. Jika disimpulkan ketiga tokoh dunia yang paling banyak disorot adalah mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Wakil Presiden AS Kamala Harris. Berikutnya, ketiga tokoh dunia ini kami rangkai dalam satu tulisan karena ketiganya berada di lingkaran benang merah yang saling terkait sehubungan dengan konflik di Gaza, Palestina. Mengapa demikian? Berikut penulis coba uraikan berdasarkan beberapa pemberitaan media massa nasional.

Netanyahu Tidak Menyinggung Gencatan Senjata

PM Israel Benjamin Netanyahu sama sekali tidak menyinggung gencatan senjata saat berpidato di hadapan kongres AS pada Rabu (24/7/2024). Akibatnya hal ini tidak hanya mengecewakan warga dunia yang menginginkan perdamaian di Gaza tetapi juga menuai protes dari warga Israel yang berharap keluarga mereka dibebaskan oleh Hamas. Sebelumnya mereka menaruh harapan gencatan senjata Israel-Hamas dapat diwujudkan dengan kuatnya desakan internasional.

Namun ternyata PM Netanyahu sama sekali tidak memberikan sinyal positif di hadapan kongres AS. Sebaliknya, ia bahkan bersumpah melanjutkan perang di Gaza meskipun korban jiwa semakin banyak. Meski demikian, Netanyahu tetap berjanji akan membebaskan semua sandera Hamas di Gaza. Tidak lupa Netanyahu berusaha mencuri perhatian dan simpati anggota kongres dengan "curhat"nya bahwa Israel dikeroyok oleh Iran, Hizbullah Lebanon dan Houthi Yaman. Curhatan ini menguatkan spekulasi kunjungan Netanyahu di AS dalam rangka mencari dukungan memanfaatkan kampanye Pilpres.

Sambutan terhadap Netanyahu sendiri di AS juga dipengaruhi iklim kontestasi di negeri Paman Sam. Pidatonya yang berapi-api mendapat tepuk tangan meriah dari pendukung Partai Republik tetapi direspon keheningan oleh para pemimpin Partai Demokrat. Apalagi puluhan anggota kongres dari partai pengusung Joe Biden, rival politik Donald Trump ini memilih tidak hadir. Mantan Ketua Senat, Nancy Pelosi termasuk tokoh yang tidak mau hadir. Ia bahkan menyebut pidato Netanyahu sebagai yang terburuk di antara pejabat yang diundang ke AS. Meski demikian, ia tetap mendapat kehormatan istimewa berbicara di hadapan kongres. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Netanyahu untuk memberi pesan bahwa perjuangan Israel melawan Hamas identik dengan kepentingan dan nilai-nilai yang diusung oleh AS.

Kritik dan Dukungan Kamala Harris

Meski Netanyahu tidak mendapat sambutan baik dari kalangan Partai Demokrat, tetapi sehari kemudian, Netanyahu diterima baik oleh Presiden dan Wakil Presiden AS, Joe Biden dan Kamala Harris. Meski tidak menyinggung gencatan senjata di hadapan Kongres AS, tetapi saat bertemu dengan Joe Biden keduanya menjadikan gencatan senjata sebagai salah satu pembicaraan.

Begitupun kemudian dengan Wapres AS, Kamala Harris yang berkesimpulan tetap mendukung Israel untuk membela diri. Meski ia juga menuntut segera terwujudnya perdamaian di Palestina, khususnya di Gaza dan sekitarnya.

Kamala Harris dan Joe Biden (whitehouse.gov )

Janji Trump untuk Perdamaian di Timur Tengah

Mantan Presiden AS, Donald Trump yang kembali mencalonkan diri di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 ini memberikan janji terkait penyelesaian konflik di Gaza dan lebih luas secara umum di Timur Tengah. Kandidat dari Partai Republik yang menjadi presiden AS sebelum Joe Biden ini mengeluarkan pernyataan sekaligus janji saat bertemu dengan PM Israel, Benjamin Netanyahu di Florida pada Jumat (26/7/2024) atau dua hari setelah Netanyahu berbicara di hadapan Kongres.

Di kesempatan itu, Donald Trump mengingatkan konsekuensi mengerikan bagi Timur Tengah jika dirinya tidak memenangkan Pilpres AS. Sebaliknya, jika ia kembali memimpin di Gedung Putih, maka ia akan melakukan segala upaya untuk mengembalikan perdamaian di Timur Tengah. Termasuk memerangi dan membendung anti-semitisme agar tidak menyebar ke kampus-kampus di AS.

Perdamaian di Palestina: Tersandera Pilpres AS?

Jika dicermati ulasan di atas, maka kita dapat menarik benang merah bahwa perdamaian di Timur Tengah, khususnya di Palestina dan lebih khusus lagi di Gaza telah mewarnai kontestasi Pilpres di AS. Hal ini tentu tidaklah mengherankan sebab semua kandidat memahami betul bahwa konflik Israel-Hamas di Gaza juga sangat menyita perhatian publik AS. Hal ini terutama terkait dengan isu kemanusiaan akibat konflik bersenjata tersebut. Sehingga, bisa jadi di antara pertimbangan warga AS dalam menentukan pilihan mereka adalah visi para kandidat tentang masa depan perdamaian di Gaza. Maka tidaklah mengherankan, jika momentum kedatangan Netanyahu di AS dimanfaatkan oleh para kandidat untuk mempengaruhi pilihan warganya.

Misalnya Donald Trump yang memberikan peringatan ancaman terhadap perdamaian di Timur Tengah jika dirinya tidak terpilih, lalu Kamala Harris yang menyinggung gencatan senjata saat bertemu Netanyahu, bahkan sikap Kamala Harris yang lebih diplomatis dengan tetap menyatakan dukungan ke Israel tetapi juga mendorong perdamaian.

Lalu apa pesan dari pertemuan Netanyahu dan beberapa tokoh AS itu? Mungkinkah perdamaian di Gaza harus menunggu selesainya Pilpres AS? Bukankah jika demikian berarti gencatan senjata atau perdamaian itu masih tersandera menunggu selesainya kontestasi di negeri yang katanya pembela hak asasi manusia tersebut? Semoga tidak demikian.