Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Film

Loung Ung: Kisah Nyata Perjuangan Hidup Gadis Kecil Kamboja dalam Film Angelina Jolie

30 Juli 2024   08:24 Diperbarui: 30 Juli 2024   09:07 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Loung Ung saat menjalani pelatihan militer oleh Khmer Merah (Film Firts They Killed My Father)/Quora

Nama Angeline Jolie tentu tidak asing lagi bagi penikmat film Hollywood. Artis kelahiran 4 Juni 1975 dan banyak berperan dalam film bergenre sejarah ini pernah menyutradarai sebuah film yang diangkat dari kisah seorang penyintas genosida Kamboja. Jolie yang juga bisa disebut sebagai seorang humanitarian memproduksi film berjudul First They Killed My Father (2017) yang diangkat dari buku yang berjudul sama. Buku ini berkisah tentang kehidupan nyata Loung Ung, seorang anak yang bertahan hidup dari kekejaman rezim Khmer Merah di Kamboja.

Film First They Killed My Father tayang perdana di Festival Film Telluride dan Festival Film International Toronto (2017). Film yang kemudian tayang di Netflix pada tahun yang sama ini juga menjadi perwakilan Kamboja untuk Film Berbahasa Asing Terbaik pada ajang Academy Awards ke-90.

Sampul Film First They Killed My Father (Netflix)
Sampul Film First They Killed My Father (Netflix)

Loung Ung sendiri merupakan anak seorang perwira militer tentara nasional Kamboja yang berperang melawan gerilyawan komunis Khmer Merah. Ia lahir di ibukota Kamboja, Phnom Penh pada 17 April 1970. Ini berarti saat kota Phnom Penh jatuh ke tangan rezim Khmer Merah pada tahun 1975, ia masih seorang gadis kecil berumur lima tahun.

Loung Ung kemudian memilih menetap di Amerika Serikat (AS), dan menjadi seorang aktivis hak asasi manusia sebagaimana Dith Pran yang sudah pernah kita ulas kisahnya. Ia berkarir di negeri Paman Sam  sebagai dosen di Saint Michael's College. Ia juga menjabat bicara nasional untuk Campaign for a Landmine-Free Word antara 1997-2003.

Selain menjadi dosen dan aktivis kemanusiaan, Loung Ung juga seorang penulis. Adapun bukunya yang menjadi inspirasi Angeline Jolie mengangkatnya menjadi film diterbitkan pada tahun 2000 atau tujuhbelas tahun sebelum diangkat menjadi film. Buku yang diterbitkan oleh HarperCollins Publisher, Inc. itu berjudul First They Killed My Father: A Daugther of Cambodia Remembers. Lima tahun berselang ia kembali menerbitkan buku berjudul Lucky Child: A Daughter of Cambodia Reunites with the Sister She Left Behind. Buku ini juga diterbitkan oleh HarperCollins Publisher, Inc. (2005).

Loung Ung juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan atas jasa-jasa dan aktivitasnya memperjuangkan kemanusiaan. Di antara penghargaan yang diperoleh adalah Herbert Scoville Jr. dan Peace Fellowship.

Bagaimana kisah Loung Ung, gadis kecil yang harus bertahan hidup dari genosida Khmer Merah di Kamboja? Berikut kami sajikan berdasarkan sudut pandang film First They Killed My Father.

Keluarga Perwira Militer Kamboja yang Ikut Mengungsi

Loung Ung adalah seorang gadis kecil, putri seorang perwira Angkatan Darat Kamboja berpangkat Kapten bernama Kapten Paa Ung. Loung Ung memiliki enam saudara hasil pernikahan ayahnya dengan ibunya yang bernama Maa. Keenam saudara Loung yaitu Meng, Koi, Keav, Chaou, Kim dan Geak.

Kehidupan damai keluarga Loung Ung mulai terancam setelah laskar komunis Khmer Merah menguasai kota Phnem Penh sejak tahun 1975. Di pihak lain Amerika Serikat mulai menarik pasukannya dari negara bekas jajahan sekutunya, Prancis ini. Meski demikian, kepergian tentara AS justru menjadi alasan Khmer Merah memerintahkan warga mengosongkan kota Phnom Penh dengan dalih AS akan membombardir kota.

Loung Ung dan keluarganya lalu bergabung dengan para pengungsi yang bergerak keluar dari ibu kota Kamboja menuju pedesaan yang letaknya sangat jauh dari perkotaan. Waktu tempuh ke pengungsian bahkan mencapai tiga hari perjalanan. Loung Ung masih lebih beruntung bersama keluarganya karena mereka mengungsi menggunakan mobil pribadi. Sayangnya, di perjalanan laskar Khmer Merah menyita semua barang-barang mereka termasuk mobil. Akibatnya mereka harus melanjutkan perjalanan ke tempat pengungsian dengan berjalan kaki.

Sempat Berlindung di Rumah Paman 

Di perjalanan menuju pengungsian, laskar Khmer Merah mulai melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap pekerja-pekerja pemerintahan. Selain karena kebencian mereka terhadap pemerintahan Jenderal Lon Nol yang pro AS, mereka juga tidak membutuhkan pegawai-pegawai karena yang mereka perlukan adalah pekerja di ladang-ladang pertanian. Ayah Loung Ung selamat dari penangkapan karena telah membakar semua identitasnya.

Loung Ung (berjalan di samping ayahnya) saat mengungsi (Film First They Killed My Father)/Backstage.com
Loung Ung (berjalan di samping ayahnya) saat mengungsi (Film First They Killed My Father)/Backstage.com

Di perjalanan, Loung Ung dan keluarganya bertemu dengan saudara ibunya yang bekerja sebagai petani. Mereka pun sementara waktu dapat tinggal bersama keluarga pamannya tersebut. Tetapi Paa Ung dan Maa kemudian memutuskan membawa pergi anak-anak mereka demi keselamatan keluarga saudara mereka. Orang tua Loung Ung khawatir jika keluarganya mendapat bahaya dari Khmer Merah karena menyembunyikan pengungsi dari kota.

Saat mereka beristirahat di malam hari, Loung Ung dan keluarganya ditemukan oleh anggota Khmer Merah. Mereka lantas dibawa ke kamp pengungsian yang berada di tengah hutan. Di tempat ini, para pengungsi bukan hanya diminta membangun sendiri tempat tinggal, tetapi mereka juga harus bekerja sebagai petani di ladang-ladang pertanian. Di antara tujuannya adalah menyuplai makanan untuk laskar Khmer Merah yang masih bertempur menghadapi tentara AS.

Mulai Berpisah dengan Saudara, Ayah dan Ibunya

Loung Ung harus berpisah dengan saudara dan ayahnya saat Khmer Merah membutuhkan pekerja di kamp pengungsian lainnya. Loung harus merelakan ketiga kakaknya yaitu Meng, Koy dan Keav yang akan dipindahkan ke tempat lain. Berselang beberapa hari, Loung dan ibunya diberi izin menjenguk Keav yang sakit. Minimnya pengobatan menyebabkan mereka harus rela melepas kepergian Keav yang tidak mampu bertahan dengan penyakitnya.

Belum sembuh kepedihan kehilangan saudara, Loung Ung pun harus merelakan berpisah dengan ayahnya. Khmer Merah membawa Paa Ung yang dulu menyamar sebagai buruh untuk memperbaiki jembatan. Loung sudah membayangkan bahwa ayahnya akan mengalami nasib dieksekusi oleh Khmer Merah.

Didoktrin dan Menjadi "Prajurit Kecil" Khmer Merah 

Pengalaman kehilangan ketiga anaknya serta kemudian suaminya, membuat Maa menyuruh tiga anaknya yang lain yaitu Loung Ung, Chaou dan Kim untuk mencari kamp pengungsian lain demi menyelamatkan diri. Di perjalanan, Loung Ung dan Chaou berpisah dengan Kim untuk mencari tempat aman. Sayangnya, Loung dan Chaou justru bertemu dengan anggota Khmer Merah yang mengarahkan mereka ke kamp perbudakan anak.

Selain tetap dipaksa bekerja bertani, anak-anak di kamp pengungsian ini juga didoktrin untuk menjadikan ajaran Khmer Merah sebagai pegangan hidup. Mereka juga diseleksi untuk menjadi "prajurit kecil" kecil Khmer Merah. Di sini Loung Ung harus kembali terpisah dari Chaou karena dirinya terpilih menjalani pelatihan di kamp militer. Anak-anak yang terpilih dilatih bela diri, menggunakan dan bongkar pasang senjata hingga menanam ranjau. Latihan yang paling berat bagi mereka yang masih anak-anak ini adalah bertahan hidup dalam cuaca ekstrim dan menghilangkan rasa takut seperti berendam di rawa-rawa di tengah hujan deras.

Setelah menjalani beberapa hari pelatihan, Loung Ung mendapat izin mengunjungi Chaou, tetapi ia lebih memilih ke kamp pengungsian ibunya dan adik bungsunya, Geak. Sayanya ia diberitahu bahwa Khmer Merah telah membawa pergi semua pengungsi ke tempat lain yang tidak diketahui. Loung kembali membayangkan, ibunya dan Geak telah dieksekusi. Ia lalu memutuskan kembali ke kamp pelatihan Khmer Merah.

Menyelamatkan Diri Di Tengah Kecamuk Perang

Suatu malam, anak-anak di kamp pelatihan dikejutkan oleh serangan tiba-tiba tentara Vietnam Selatan yang berada di pihak AS dan pemerintahan Jenderal Lon Nol. Anak-anak langsung berhamburan menyelamatkan diri termasuk Loung Ung. Ia memilih berlari ke arah kamp pengungsian saudaranya, Chaou. Sayanya ia tidak menemukan Chaou, hingga ia mengira bahwa kakaknya itu juga telah tewas akibat pertempuran. Meski demikian ia terus berteriak mencari kakaknya.

Keesokan harinya, para pengungsi diarahkan ke kamp pengungsian lain yang berada di bawah kekuasaan tentara Vietnam Selatan. Di sinilah, Loung Ung bertemu kembali dengan Chaou dan Kim. Mereka ternyata masih sanggup bertahan hidup di tengah penderitaan akibat kerja paksa Khmer Merah.

Tetapi kedamaian mereka hanya bertahan sehari, sebab esoknya pasukan Khmer Merah melancarkan serangan balasan ke kamp Vietnam Selatan. Pengungsi termasuk anak-anak kembali berusaha menyelamatkan diri di tengah kecamuk perang. Tujuan mereka adalah hutan di dekat kam pengungsian. 

Saat pelarian inilah, Loung Ung kembali terpisah dengan kedua saudaranya. Kekhawatiran lantas kembali menghantuinya, karena hutan yang mereka masuki adalah tempatnya dahulu dilatih menanam ranjau. Apalagi ia kemudian menyaksikan puluhan pengungsi tewas karena ranjau yang meledak.

Berbekal ingatan dan pengetahuannya tentang ranjau, Loung Ung terus melangkah berhati-hati di tengah hutan, hingga ia berhasil sampai ke kamp palang merah. Di tempat ini pula ia bertemu kembali dengan Chaou dan Kim. Kebahagiaannya makin bertambah karena di tempat ini pula ia bertemu dengan kedua kakak tertuanya yaitu Meng dan Koi.

Tragisnya, hingga film berakhir Loung Ung dan keempat saudaranya tidak pernah lagi bertemu dengan ayah mereka. Demikian pula ibu dan adik bungsu mereka. Sehingga dengan demikian, mereka telah kehilangan empat anggota keluarga inti. Mereka masing-masing, Keav yang meninggal di kamp pengungsian, ayah yang dibawa pergi dan dieksekusi, serta ibu dan adik bungsu mereka yang juga dibawa pergi dari kamp pengungsian.

Demikianlah kisah penderitaan akibat penguasaan rezim komunis Khmer Merah asal Vietnam Utara yang masuk ke Kamboja. Kisah yang seharusnya bukan hanya dikenang dalam sejarah tetapi juga menjadi pelajaran berharga betapa pedihnya tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh pertentangan ideologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun