Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Genosida Bosnia: Tumbal Ambisi Politik, Konflik Etnis dan Dendam Sejarah

4 Juli 2024   04:47 Diperbarui: 4 Juli 2024   04:52 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuburan massal pembantaian Srebrenica (Kompas.com)

Bosnia-Herzegovina adalah negara bagian Yugoslavia yang berbatasan dengan Kroasia di sebelah Utara dan Barat, Montenegro di Selatan, dan Serbia di Timur. Negara bagian yang pernah menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin tahun 1984 ini bukan hanya kaya potensi tambang tetapi juga menjadi pusat industri termasuk senjata untuk Yugoslavia. Meski Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito memilih bergabung dalam Gerakan Non Blok, tetapi ia tetap khawatir dengan potensi ancaman serangan dari negara blok Timur yang ada di sekitarnya. Potensi alam dan industri yang dimiliki oleh Bosnia-Herzegovina tentu membuat pemerintahan pusat Yugoslavia tidak mau kehilangan negara bagian atau wilayah ini. Faktor ini juga ikut menentukan nasib Bosnia-Herzegovina dan penduduk di dalamnya.

Bosnia-Herzegovina juga adalah negara multietnis. Data Badan Statistik setempat pada tahun 1991 pernah mencatat komposisi penduduk di negara yang terletak di tengah-tengah Yugoslavia ini. Penduduk beragama Islam dari etnis Bosnia dan Albania (48%), etnis Serbia penganut Kristen Ortodok (34%) dan etnis Kroasia penganut Kristen Katolik (17%). Menyusul minoritas penganut Kristen Protestan, Atheis (tidak menganut agama tertentu) dan lain-lain (1%). Komposisi yang demikian ditentukan oleh faktor sejarah, sebab daerah ini pernah menjadi perebutan kekuasaan antara Romawi Timur (Kristen Ortodok) dengan Romawi Barat (Kristen Katolik). Adapun agama Islam masuk akibat pengaruh Turki Usmani yang pernah menguasai Bosnia selama empat abad lamanya.

Meski awalnya minoritas, tetapi karena perlakuan baik oleh penguasa Turki terhadap penduduk Bosnia yang memiliki keyakinan berbeda, menyebabkan banyak di antara mereka yang berpindah keyakinan. Hal inilah yang membentuk komposisi penganut agama di Bosnia-Herzegovina. Awalnya mereka hidup berdampingan secara damai dengan melupakan perbedaan etnis dan agama. Lalu datanglah ambisi politik kelompok tertentu yang menghancurkan kedamaian mereka.

Awal Konflik Antar Etnis di Bosnia

Berdasarkan beberapa literatur jurnal ilmiah, konflik antar etnis di Bosnia bermula dari kecemburuan sosial. Etnis Serbia cemburu karena merasa penguasa Turki lebih memperhatikan etnis Serbia yang bersedia berpindah ke agama Islam. Padahal mereka yang pindah ke agama Islam adalah etnis Serbia juga, hanya saja mereka bersedia berpindah agama karena adanya perlakuan baik penguasa Turki. Kecemburuan ini sempat dilampiaskan dalam bentuk pemberontakan terhadap penguasa Turki tetapi mengalami kegagalan. Serbia baru berhasil mengalahkan Turki Usmani pada akhir abad ke-19 setelah mendapat bantuan dari Kerajaan Austo-Hongaria.

Adapun terhadap etnis Serbia yang sudah berpindah ke agama Islam diberi label "Atrak" (orang-orang Turki) atau "etnis Muslim" untuk membedakan dengan etnis Serbia yang masih menganut agama Kristen, baik Ortodok, Katolik, Protestan maupun yang Atheis. Inilah awal konflik antar etnis di Bosnia. Padahal sesungguhnya etnis Muslim Bosnia yang mereka beri label "Atrak" awalnya adalah etnis Serbia juga.

Dengan demikian, sebelum faktor politik seperti keruntuhan Yugoslavia, referendum kemerdekaan hingga ambisi Serbia Raya yang digaungkan Slobodan Milosevic, telah ada potensi konflik antar etnis di Bosnia berabad-abad sebelumnya.

Meski demikian, konflik antar etnis ini untuk sementara dapat mereka lupakan saat negara-negara bagian yang multietnis ini bersepakat membentuk negara federal Yugoslavia. Presiden Josip Broz Tito menjadi sosok penting yang berhasil menyatukan mereka. Menyadari beragamnya etnis dan agama yang membentuk Yugoslavia, maka sosok presiden yang juga menjadi tokoh dunia ini menggaungkan semboyan sekaligus program penting yang disebut "Unity and Brotherhood" atau "Persatuan dan Persaudaraan." Selama masa kepemimpinan Presiden Tito, Yugoslavia dapat menjaga keharmonisan antar etnis dengan agama yang berbeda ini.

Serbia Menuntut Bosnia-Herzegovina

 Meski Josip Broz Tito berhasil membentuk Yugoslavia yang bersatu dan bersaudara, tetapi sentimen dan potensi konflik bernuansa etnis belum mereda sepenuhnya. Negara bagian Serbia menuntut Tito agar Bosnia-Herzegovina disatukan dengan mereka. Alasannya karena mayoritas etnis pembentuk Bosnia-Herzegovina berasal dari etnis Serbia, termasuk mereka yang beretnis Muslim Bosnia. Tuntutan mereka ini tidak digubris oleh Tito. Tuntutan ini sekaligus menunjukkan bahwa etnisitas di Serbia dan Bosnia-Herzegovina akan kembali meledak. Pilihannya menunggu waktu apakah jika bukan sosok Tito yang memimpin atau jika Yugoslavia yang runtuh.

Ambisi Politik Slobodan Milosevic 

Slobodan Milosevic adalah Presiden Serbia yang memerintah antara 1989-1997. Milosevic memiliki ambisi yang mirip dengan apa yang diperlihatkan oleh pemimpin Jerman, Adolf Hitler. Kader Partai Komunis yang lulus Ilmu Hukum dari Universitas Beograd ini berambisi menjadikan etnis Serbia sebagai pemimpin semua negara bagian di Yugoslavia.

Ambisi politik Milosevic mulai terlihat saat ia ingin mengubah sistem rotasi dalam pemilihan presiden Yugoslavia dengan sistem pemilihan berskala nasional. Sistem pemilihan ini tentu akan menguntungkan etnis Serbia karena etnis ini mayoritas di Yugoslavia. Dengan kata lain sistem pemilihan akan menguntungkan calon dari etnis Serbia untuk memimpin Yugoslavia.

Sementara Milosevic memupuk ambisinya, Yugoslavia sedang menuju jurang perpecahan. Tanda-tanda perpecahan dimulai saat pada 25 Juni 1991, Slovenia dan Kroasia mulai mengadakan referendum yang menghasilkan kemerdekaan kedua negara bagian ini. Menyusul Macedonia pada 8 September 1991 dan Bosnia-Herzegovina pada 1 Maret 1992. Lalu provinsi otonom Kosovo yang mengikuti langkah keempat negara bagian tersebut pada Mei 1992. Tersisa Serbia, Montenegro dan provinsi otonom Vojvodina yang tetap ingin mempertahankan bentuk federasi. Diketahui Montenegro hanya mampu bertahan mendampingi Serbia selama 14 tahun dan menyatakan berpisah dari Serbia pada tahun 2006.

Slobodan Milosevic tidak mau peduli dengan gejolak kemerdekaan di negara-negara bagian. Justru pada tahun 1992 ia menggaungkan cita-cita menyatukan seluruh negara bagian bekas Yugoslavia ke dalam kekuasaan Serbia Raya. Impian Milosevic inilah yang menjadi awal pembantaian terhadap etnis Muslim di Kosovo dan Bosnia-Herzegovina. Milosevic menggunakan kekuatan tangan besinya sebagaimana penguasa Uni Soviet, Josip Stalin. Milosevic menggunakan kekuatan militernya untuk membungkam negara-negara bagian yang tidak bersedia bergabung dalam kekuasaan Serbia Raya.

Operasi militer lantas digelar oleh Tentara Republik Srpska, Serbia ke negara bagian yang menolak bergabung dengan Serbia Raya. Di antara yang paling merasakan dampak ambisi Milosevic adalah Kosovo dan etnis Muslim Albania. Kosovo pada masa Republik Sosialis Federal Yugoslavia (1946-1992) berstatus sebagai provinsi otonom, bukan negara bagian. Milosevic punya dendam sendiri terhadap etnis Muslim Albania yang pernah memboikot pemilu 1990 yang dimenangkan oleh Partai Sosialis yang dipimpinnya.

Selain Kosovo, Bosnia-Herzegovina juga paling menderita akibat impian Milosevic. Korban genosida Milosevic di bekas negara bagian Yugoslavia yang juga dihuni mayoritas Muslim ini mencapai lebih dari 150.000 korban warga sipil. Kota Srebrenica menjadi tempat pembantaian terbesar tentara Serbia terhadap warga sipil dengan jumlah korban lebih 8.000 orang.

Referendum Kemerdekaan dan Dendam Sejarah

Genosida di Bosnia atau sering juga dituliskan Bosnia-Herzegovina tidak serta-merta terjadi. Peristiwa yang mendahuluinya adalah kemerdekaan Bosnia-Herzegovina yang diawali referendum atau jajak pendapat. Referendum pada 1 Maret 1992 menghasilkan 64% warga menghendaki kemerdekaan lepas dari Yugoslavia. Meski kemerdekaan ini mendapat pengakuan dari Komisi Arbitrase Masyarakat Eropa (ME), Amerika Serikat (AS) bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Serbia tidak bergeming. Etnis Serbia tetap melakukan penyerangan terhadap etnis Muslim Bosnia sejak pertengahan tahun 1992. Inilah awal perang sipil antar etnis di Bosnia yang berlangsung hingga 1995.

Meski awalnya merupakan perang sipil tetapi militer dari negara setiap etnis yang terlibat konflik juga ikut terlibat. Militer Serbia bahkan Yugoslavia membantu etnis Serbia, militer Bosnia membantu etnis Muslim Bosnia, dan militer Kroasia membantu etnis Kroasia yang awalnya berada di pihak Muslim Bosnia lalu beralih memihak etnis Serbia.

Jadi meskipun di Bosnia-Herzegovina juga terdapat etnis Kroasia, tetapi etnis Serbia beranggapan etnis Muslim Bosnia paling bertanggung jawab atas referendum yang menghasilkan kemerdekaan Bosnia-Herzegovina. Alasan lain penyerangan etnis Serbia ini, karena referendum dan kemerdekaan Bosnia-Herzegovina tidak disetujui oleh pemerintah pusat di Beograd, Yugoslavia. Tentu ini mengherankan, karena Bosnia-Herzegovina diperlakukan tidak sama dengan Kroasia, Slovenia dan Macedonia yang juga menyatakan merdeka lepas dari Yugoslavia.

Hipotesis masuk akalnya adalah etnis Serbia tidak banyak di Kroasia, Slovenia dan Macedonia. Etnis Serbia memang lebih banyak menjadi warga negara Bosnia-Herzegovina, bahkan etnis Muslim sendiri juga merupakan etnis Serbia. Adapun agresi ke Kosovo karena provinsi otonom yang juga memproklamirkan kemerdekaannya ini justru lebih banyak dihuni oleh etnis Albania yang merupakan etnis pendatang. Genosida etnis Muslim Albania juga disebabkan karena dendam sejarah yaitu seringnya terjadi bentrokan antara etnis Albania dengan etnis Serbia.

Dendam sejarah inilah yang juga menyebabkan genosida etnis Serbia terhadap etnis Muslim Bosnia pasca kekalahan mereka dari Turki dalam perebutan Semenanjung Balkan. Mereka menuduh etnis Muslim Bosnia bersekutu atau turut membantu Turki Usmani sehingga mereka mampu mengalahkan Serbia. Dendam sejarah ini membuat mereka lupa bahwa etnis Muslim Bosnia sesungguhnya merupakan saudara mereka yang memutuskan memeluk Islam karena perlakuan baik penguasa Turki Usmani.

Kebencian etnis Serbia terhadap etnis Muslim Bosnia yang sudah berakar terbukti saat Jenderal Mladic menguasai kota Srebrenica. Ia berucap dengan lantang, "Hari ini tanggal 11 Juli 1995, di Srebrenica, Serbia, ketika Serbia akan menyambut hari sucinya, kami menyerahkan kota ini kepada bangsa Serbia. Sebagai penentangan melawan Turki. Saatnya sudah tiba untuk membalas dendam terhadap kaum Muslimin."

Hipotesis lainnya, Yugoslavia berat melepaskan Bosnia-Herzegovina atau Serbia yang bermimpi menggabungkan seluruh bekas negara bagian Yugoslavia ke dalam Serbia Raya karena Bosnia-Herzegovina adalah negara  bagian yang kaya dengan potensi sumber daya alam terutama hasil tambang. Potensi alam ini membuat negara bagian ini menjadi pusat industri. Beberapa pabrik termasuk pabrik senjata dan alat militer lainnya didirikan di Bosnia-Herzegovina oleh Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito.

Propaganda Serbia Raya dan Perang Etnis

Serangan etnis Serbia terhadap etnis Muslim Bosnia tidak dapat dipisahkan oleh propaganda Serbia Raya yang digaungkan oleh pemimpin Serbia, Slobodan Milosevic. Bisa dikatakan ia mengusung ideologi ultranasionalisme sebagaimana Adolf Hitler. Milosevic lalu melakukan propaganda agar seluruh etnis Serbia mendukung terwujudnya cita-cita Serbia Raya yang akan menggantikan Yugoslavia yang mulai melemah. Propaganda Serbia Raya inilah yang menjadi energi penggerak etnis Serbia melakukan pembersihan terhadap etnis apapun yang menolaknya, terutama etnis Muslim Bosnia.

Awalnya etnis Muslim Bosnia berusaha mempertahankan diri saat mendapat serangan dari milisi Serbia. Militer Bosnia-Herzegovina juga memberi mereka bantuan senjata. Mereka juga awalnya dibantu oleh etnis Kroasia yang juga bercita-cita melepaskan diri dari Yugoslavia, tetapi kemudian etnis Kroasia berbalik memihak ke Serbia. Pemerintah pusat Kroasia di Zagreb juga memberikan bantuan pasukan dan senjata hingga alat berat kepada milisi Kroasia yang berperang di Bosnia. Kroasia juga yang berperan menyita senjata dari Iran yang diperuntukkan bagi milisi Muslim Bosnia. Meski demikian, pemerintah Kroasia juga mengirimkan bantuan tenaga medis dan mendirikan kamp pengungsi di kota Zagreb.

Milisi Bosnia semakin melemah setelah terjadinya perpecahan yang  disebabkan pemberontakan kelompok Friket Abdic di Bosnia bagian Barat terhadap Presiden Bosnia-Herzegovina, Alija Izetbegovic. Akibatnya, perhatian militer Bosnia harus terbagi antara membantu milisi Bosnia dari serangan milisi Serbia atau menangani pemberontakan kelompok Abdic.

Meski demikian, milisi Muslim yang didukung militer Bosnia baru dapat dikalahkan setelah milisi Serbia mendapatkan bantuan dari militer Serbia dan pemerintah pusat Yugoslavia di bawah Presiden Milosevic. Penguasa yang bermimpi menyatukan negara-negara bagian di bawah kekuasaan Serbia Raya ini mengirimkan Jugoslovenska Narodna Armija (JNA) atau Tentara Nasional Yugoslavia di bawah pimpinan Jenderal Ratco Mladic. Setelah mendapat bantuan militer, milisi Serbia semakin leluasa menjalankan genosida yang puncaknya terjadi antara 11-22 Juli 1995 di kota Srebrenica yang menyebabkan 8.000 korban warga sipil dari etnis Muslim Bosnia.

Genosida Sistematis

Militer Serbia dan JNA kemudian membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo. Mereka melakukan pengepungan kota Sarajevo selama 44 bulan. Mereka juga menawan gerilyawan Bosnia serta warga sipil. Mereka kemudian disiksa dan dibunuh di kamp-kamp konsentrasi. Ada pula yang dibawa menggunakan truk ke tepi jurang di sekitar kamp lalu dieksekusi. Secara keseluruhan korban jiwa mencapai 100 ribu orang. Belum termasuk ribuan wanita muda yang mengalami tindakan pemerkosaan di 17 kamp khusus wanita. Bayi-bayi yang lahir dari tindakan pemerkosaan ini selanjutnya akan diklaim beretnis Serbia, sehingga lama-kelamaan etnis Serbia makin dominan, sedangkan etnis Muslim Bosnia akan berkurang karena ratusan ribu di antara mereka telah dibantai. Inilah genosida secara sistematis yang dialami oleh etnis Muslim Bosnia-Herzegovina.

Termasuk genosida sistematis adalah pengusiran terhadap etnis Muslim Bosnia dari rumah-rumah mereka saat kota tempat tinggal mereka dikuasai oleh milisi dan militer Serbia. Jutaan pengungsi kemudian membanjiri kamp yang disiapkan oleh pemerintah Kroasia di kota Zagreb sejak April hingga Mei 1992. Sementara ratusan ribu lainnya berusaha menyeberang ke negara-negara Eropa Barat.

Mereka yang mengungsi ke Kroasia juga tidak menjadikan negara ini sebagai tujuan akhir pelarian mereka. Jutaan pengungsi yang tadinya menghuni kamp di Zagreb juga akan meneruskan perjuangan mereka memperbaiki nasib di negara-negara Eropa Barat. Sisanya terlanjur terjebak di negeri mereka yang sudah terkepung oleh milisi dan militer Serbia. 

Meski dengan tumbal ratusan ribu korban jiwa dan jutaan yang meninggalkan Bosnia, visi Serbia Raya yang diimpikan oleh Milosevic tidak pernah berhasil diwujudkannya hingga ia ditangkap, diadili dan meninggal dalam ruang tahanan pada tahun 2006 atau enam tahun setelah masa jabatannya sebagai presiden Yugoslavia berakhir. Nasib yang sedikit lebih beruntung dialami oleh Ratco Mladic yang ditangkap tahun 2011 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun