Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Genosida Rwanda: Tumbal Ambisi Politik, Perang Saudara dan Dendam Sejarah Warisan Barat

1 Juli 2024   06:55 Diperbarui: 1 Juli 2024   07:07 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dua artikel sebelumnya, kami sudah menyajikan kisah perjuangan pasangan Augustin (Hutu) dan Jolande (Tutsi) serta persahabatan Augustin (Hutu) dan Cecile (Tutsi) menyelamatkan ratusan orang Tutsi dari pembantaian suku Hutu. Begitupun perjuangan Paul Rusesabagina (Hutu) yang didukung istrinya, Tatiana (Tutsi) yang berhasil menyelamatkan lebih dari seribu jiwa baik dari kalangan minoritas Tutsi atau Hutu moderat.

Baik suku Hutu maupun Tutsi sepertinya sulit melupakan permusuhan mereka di masa lampau. Beberapa literatur menyajikan fakta persaingan di antara mereka di masa-masa kerajaan di benua Afrika. Orang-orang Hutu tiba terlebih dahulu dan menggeser kekuatan suku Twa. 

Mereka lalu mendirikan kerajaan-kerajaan tradisional hingga abad ke-15. Lalu pada abad tersebut datanglah orang-orang Tutsi dari Ethiopia dan berhasil mengambil alih kekuasaan dari orang-orang Hutu. Kekuasaan di tangan Tutsi ini bertahan hingga masa kolonial tahun 1950-an.

Kelas Sosial dan Pembagian Kekuasaan Warisan Barat

Beberapa ulasan di jurnal ilmiah mengungkap fakta mengejutkan terkait sejarah terbentuknya suku Hutu dan Tutsi di Rwanda. Kedua suku ini sesungguhnya tidak berbeda dalam budaya bahasa bahkan agama. Mereka hanya berbeda sedikit secara fisik. Beberapa literatur justru mengungkap bahwa pembagian suku ini tidak terjadi secara alami sebagaimana di Indonesia. 

Hutu dipandang oleh Belgia sebagai representasi rakyat jelata, sementara Tutsi dianggap lebih bersifat aristokrat dan merepresentasikan penguasa. Hal inilah yang memicu etnis Hutu melakukan pemberontakan dan mengusir etnis Tutsi keluar dari wilayah Rwanda pada tahun 1956. 

Pada masa akhir kolonial, tepatnya tahun 1962, Belgia membagi wilayah jajahannya menjadi dua yakni Rwanda yang dikuasai oleh Hutu dan Burundi yang dikuasai oleh Tutsi. Dengan demikian, pembagian kelas sosial Hutu dan Tutsi bisa dikatakan terjadi secara artificial dan menjadi akar atau latar belakang konflik berkepanjangan dan puncaknya pada genosida tahun 1994.

Potret tiga suku di Rwanda (Rwandan Genocide Documentary) 
Potret tiga suku di Rwanda (Rwandan Genocide Documentary) 

Lalu apa saja faktor penyebab terjadinya genosida di Rwanda? Setelah menyimak beberapa video di kanal youtube dan dikonfirmasi dalam beberapa artikel di jurnal ilmiah, maka kami menyimpulkan bahwa genosida yang terjadi di Rwanda pada tahun 1994 disebabkan oleh bertemunya beberapa faktor. 

Pertama, ambisi politik sebuah kelompok tertentu, dalam kasus di Rwanda diwakili oleh Hutu dan Tutsi. Kedua, perang saudara Hutu dan Tutsi yang masing-masing ingin berkuasa. Ketiga,  dendam sejarah Hutu kepada Tutsi yang dianggap berjiwa aristokrat dan bermental penguasa serta dituduh mengkhianati negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun