Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Nabi Ibrahim: Kecemburuan Sarah, Sumur Zam-Zam hingga Penyembelihan Ismail

15 Juni 2024   09:28 Diperbarui: 17 Juni 2024   13:46 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyembelihan Ismail (Tribunnews)

Peristiwa sejarah yang selalu dikenang saat Hari Raya Idul Adha yang disusul dengan penyembelihan kurban adalah kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Maka alangkah baiknya jika kita membaca ulang kisah Nabi Ibrahim alaihissalam untuk membantu kita memahami salah satu episode sirah nabawiyah terbaik dari salah seorang nabi sekaligus kekasih Allah. Beliau adalah nabi bergelar Bapak Para Nabi, sebab dari kedua putra beliau lahirlah para nabi hingga nabi terakhir Muhammad Sallallaahu alaihi wasallam. Kami memilihkan sumber kisah ini dari kitab ulama besar, Ibnu Katsir rahimahullah yang berjudul Qashashul Anbiya.

Nabi Ibrahim juga masih merupakan keturunan Nabi Nuh melalui putranya, Sam. Nabi Ibrahim menikahi Sarah anak dari pamannya, Haran. Awalnya mereka tinggal di Babilon sehingga terjadilah kisah fenomenal Nabi Ibrahim as versus Namrud.

Setelah azab menimpa kaumnya dan Namrud, maka Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan negerinya. Ibrahim bersama ayahnya, Sarah, dan keponakannya, Luth bin Haran, meninggalkan Babilon menuju Baitul Maqdis. Sayangnya, ayah Ibrahim as wafat dalam perjalanan sebelum sampai ke Baitul Maqdis. Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim dan keluarganya sempat meninggalkan Baitul Maqdis yang dilanda kekeringan. Mereka pindah ke Mesir tetapi di sana mereka bertemu dengan raja lalim yang tertarik dengan kecantikan Sarah. Meski demikian, setiap raja hendak berbuat tak pantas terhadap Sarah ia tertimpa petaka atau musibah. Hal itu berulang hingga tiga kali, hingga raja lalim itu menyerah. Ia bahkan menghadiahkan pelayan kepada Sarah yang bernama Hajar Al-Qibthiyah al-Mishriyah. 

Kelahiran Ismail dan Kecemburuan Sarah

Setelah 20  tahun menetap di Baitul Maqdis, pasangan Nabi Ibrahim dan Sarah tidak juga dikaruniai anak. Sarah yang merasa bahwa dirinya yang mandul, lalu meminta suaminya untuk menikahi pelayannya. Namun, setelah Hajar hamil, api cemburu justru mulai menyala dalam diri Sarah. Hajar yang takut akan perlakuan Sarah, lalu melarikan diri dan singgah di salah satu mata air. Seorang malaikat datang dan berkata padanya, "Jangan takut, karena Allah akan memberikan kebaikan melalui bayi yang kau kandung ini." Malaikat itu menyuruh Hajar agar kembali dan menyampaikan berita gembira kepadanya, bahwa ia akan melahirkan seorang anak yang akan ia beri nama Ismail. Ia nantinya akan menjadi seorang pemimpin, berkuasa dan dibela banyak orang, ia akan menguasai seluruh negeri saudara-saudaranya. Hajar bersyukur kepada Allah 'Azza wa Jalla atas berita gembira itu. Para ahli sejarah menyebutkan, Hajar melahirkan Ismail saat Nabi Ibrahim berusia 86 tahun, tepat tiga tahun sebelum kelahiran Ishak.

Ibrahim langsung tersungkur sujud. Allah berfirman padanya, "Aku telah mengabulkan permintaanmu terkait Ismail, Aku memberkahinya. Aku akan memperbanyak keturunannya, dan ia akan memiliki 12 orang besar, dan Aku akan menjadikannya seorang pemimpin suku bangsa yang besar."

Setelah Hajar melahirkan Ismail, kecemburuan Sarah makin terbakar. Ia meminta Nabi Ibrahim agar membawa Hajar pergi. Ia tak ingin melihat wajah Hajar.

Syaikh Abu Muhammad bin Abu Zaid menuturkan dalam An-Nawaadir, Sarah marah terhadap Hajar hingga bersumpah akan memotong tiga bagian tubuhnya. Ibrahim kemudian menyuruh Sarah untuk menindik kedua telinga Hajar dan menyunatnya, hingga sumpahnya terbayar. Suhaili menyatakan, "Hajar adalah wanita pertama yang ditindik, dan wanita pertama yang memanjangkan bagian belakang baju."

Ibrahim kemudian membawa Hajar pergi bersama Ismail, lalu ditempatkan di sebuah lembah yang saat ini adalah Makkah. Menurut salah satu sumber, Ismail saat itu masih disusui.

Shafa-Marwa dan Sumur Zam-Zam

Saat Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan putranya, saat itu Makkah tidak dihuni seorang pun, juga tidak ada air di sana. Nabi Ibrahim membekali keduanya dengan sebuah ransel berisi kurma dan geriba air.

Saat Nabi Ibrahim bergegas pergi, Hajar membuntuti lalu berkata, "Hai Ibrahim! Hendak ke mana kau pergi dan meninggalkan kami di lembah tanpa teman atau apa pun di sini?' Hajar mengucapkannya hingga beberapa kali, namun Nabi Ibrahim tidak jua menoleh. Akhirnya Hajar bertanya, 'Allah-kah yang menyuruhmu untuk melakukan hal ini?' 'Ya' jawab Nabi Ibrahim. Hajar akhirnya mengatakan, 'Kalau begitu, Ia tidak akan menelantarkan kami.' Hajar kemudian kembali.

Nabi Ibrahim terus pergi, kemudian setelah tiba di bukit Tsaniyah, tempat di mana Hajar dan Ismail sudah tidak melihatnya, Nabi Ibrahim memanjatkan doa berikut dengan mengangkat kedua tangan, "Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 38).

Hajar kemudian menyusui Ismail dan meminum air yang diberikan Nabi Ibrahim. Setelah persediaan air habis, Hajar kehausan, seperti itu juga anaknya. Hajar kemudian menatap anaknya yang tengah berbaring. Ia akhirnya pergi karena tidak tega melihat anaknya. Ia melihat bukit paling dekat di sekitarnya adalah bukit Shafa. Ia kemudian berdiri di puncak bukit Shafa dan melihat ke sana kemari apakah ada seseorang, namun ia tidak melihat siapa pun. Ia kemudian turun dari Shafa, setelah tiba di perut lembah, ia melipat pakaian hingga sebatas lengan, kemudian berlari-lari kecil layaknya orang yang sedang keletihan. Setelah melalui lembah tersebut, ia menghampiri bukit Marwa, lalu berdiri di puncaknya, di sana ia melihat apakah ada seseorang, namun ia tidak melihat siapa pun. Hajar melakukan hal itu sebanyak tujuh kali.

Saat berada di atas bukit Marwa, Hajar mendengar suara, ia pun berkata dalam hati, 'Diamlah.' Sesaat kemudian Hajar mendengar suara yang sama, Hajar pun berkata, 'Kami mendengar suaramu, jika kau bisa menolong, tolonglah kami!' Ternyata di depannya ada seorang malaikat di tempat Zam-zam berada. Malaikat itu lantas menghentakkan tumit---atau sayapnya---hingga air memancar. Hajar kemudian mengumpulkan air itu dengan tangannya dan memasukkan air ke dalam geriba. Air itu memancar deras setelah diciduk Hajar.

Ibnu Abbas berkata, 'Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Semoga Allah merahmati ibu Ismail, andai ia membiarkan Zam-zam---atau beliau bersabda, 'Andai ia tidak menciduk air Zam-zam---niscaya akan mengalir (ke seluruh permukaan bumi).' Ia pun minum dan menyusui Ismail kecil, kemudian malaikat itu berkata padanya, 'Jangan takut terlantar karena di sini akan berdiri Rumah Allah yang dibangun bocah ini dan Ayahnya, Allah tidak akan menelantarkan 'keluarganya'.'

Pada mulanya Kakbah berada di ketinggian seperti bukit, kemudian banjir besar melanda hingga mengikis sebelah kiri dan kanannya. Kondisi Hajar tetap bertahan seperti itu hingga sekawanan dari Jurhum---atau keluarga dari Jurhum---melintas melalui jalan Kada', mereka singgah di bagian bawah Mekkah. Mereka melihat seekor burung terbang berputar-putar, mereka berkata, 'Sungguh, burung itu berputar mengelilingi air, tapi setahu kita di lembah ini tidak ada air.' Mereka akhirnya mengutus perwakilan, mereka menemukan air, setelah itu para utusan itu kembali untuk memberitahukan keberadaan air. Setelah semuanya berdatangan---saat itu Hajar berada di dekat air---mereka berkata, 'Apa engkau mengizinkan kami untuk singgah di tempatmu?'

'Ya, tapi kalian tidak memiliki hak atas air ini,' sahut Hajar.

'Baik,' kata mereka.

Hal tersebut membuat Ibu Ismail senang karena ada temannya. Akhirnya semuanya tinggal bersama-sama di sana hingga beranak-pinak. Bahkan hingga Ismail tumbuh remaja dan menikah dengan wanita dari kalangan mereka.

Berita Gembira Kelahiran Ishak dan Penyembelihan Ismail

Manakah yang lebih dulu, kelahiran Ishak atau penyembelihan Ismail? Jawabannya telah disinggung di bagian terdahulu bahwa Ismail lahir tiga tahun sebelum Ishaq lahir. Itulah sebabnya, di bagian ini berita gembira kelahiran Ishaq dikisahkan lebih dahulu.

Lalu adakah kaitan antara berita gembira kelahiran Ishak dengan perintah menyembelih Ismail? Mari kita runtut kembali peristiwanya.

Setelah 20 tahun menunggu dikaruniai anak, Nabi Ibrahim dan Sarah nyaris putus asa, andaikan mereka tidak berserah diri kepada Allah dengan terus berdoa agar dikaruniai anak keturunan yang saleh. Di tengah keputusasaan, apalagi Sarah merasa memang mandul, Allah memberikan kabar gembira akan kelahiran Ismail. Tiga tahun kemudian, Allah kembali mengkaruniakan anak yang saleh yakni Ishak. Allah mengikutsertakan berita gembira bahwa kelak dari kedua putranya ini akan lahir keturunan yang akan menjadi Nabi dan Khalifah.

Tentu saja, selaku utusan Allah, Nabi Ibrahim yang memang sangat menicintai Allah dan agama-Nya, sangat bergembira dengan semua nikmat ini. Tetapi belumlah berarti pernyataan cinta itu tanpa diuji, apakah Nabi Ibrahim masih lebih mencintai Allah setelah mendapat nikmat dan karunia anak-anak yang saleh, yang begitu lama diimpikan. Ujian dimaksud adalah perintah Allah menyembelih Ismail, putra pertamanya yang lama dinantikan kelahirannya.

Kisah penyembelihan Ismail di antaranya dapat ditemukan dalam QS. Ash-Shaffat: 99-113. Dikisahkan bahwa setelah Ismail sampai pada umur sanggup berusaha bersama ayahnya, Nabi Ibrahim berkata, 'Wahai anakku! Sesungguhnya, aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!' Ismail menjawab, 'Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.'

Saat Nabi Ibrahim hendak menggerakkan pisaunya di leher Ismail, Allah memanggilnya, "Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Yaitu tujuan dari perintah itu sudah tercapai.

Allah kemudian menggantikan Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Menurut pendapat masyhur kalangan jumhur, hewan sembelihan yang dimaksud adalah domba putih, lebar matanya, dan bertanduk. Nabi Ibrahim melihat kambing tersebut terikat pada sebuah tombak di gunung Tsabir (salah satu gunung terbesar di Makkah).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun