Di antara pemandangan menyolok saat pelaksanaan ibadah haji adalah berdesak-desakannya manusia untuk mencium hajar aswad. Tidak sedikit yang bahkan harus terinjak atau badannya diangkat di atas kepala para jamaah haji setelah berhasil mencium hajar aswad. Tujuannya tentu saja memberi kesempatan kepada jamaah di belakangnya untuk mendapat giliran.
Penulis teringat pengalaman ayahnya saat berdesak-desakan untuk mencium hajar aswad. Hanya saja ia mendapatkan keajaiban sehingga dimudahkan mendekat, karena disangka berasal dari Yaman. Menurutnya ia sering dimudahkan dalam pelaksanaan ibadah haji, karena orang Yaman cukup dihormati di kalangan jamaah haji.
Bagaimana sesungguhnya kedudukan hajar aswad ini? Apakah Nabi saw memang pernah menciumnya? Lalu bagaimana sikap sahabat Nabi saw terkait mencium hajar aswad? Penulis mencoba mengulasnya berdasarkan dua rujukan ulama yaitu Syekh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dan Dr. Ahmad Asy-Syarabaasy. Â Â
Tentang Rukum Yamani, Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Zadul Ma'ad bukan hanya menjelaskan tentang kedudukan hajar aswad, tetapi juga rukun yamani dan maqam Ibrahim. Menurut murid Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah ini ada riwayat bahwa Nabi saw mencium rukum yamani, tapi tidak memeluknya dan tidak pula memeluk dengan tangan tatkala menciumnya.Â
Adapun mengenai hajar aswad, beliau saw mencium beserta tangannya, dengan meletakkan tangan padanya, kemudian memeluknya. Adakalanya beliau mencium dengan tongkatnya. Jadi ada tiga cara dalam hal ini. Ath-Thabrani menyebutkan dengan isnad yang jayyid, bahwa tatkala mencium itu beliau mengucapkan, "Dengan Asma Allah, Allah Mahabesar."Â
Kemudian tatkala melewati hajar aswad pada thawaf berikutnya, beliau hanya mengucapkan Allahu Akbar dan tidak menciumnya. Setelah selesai thawaf, beliau menuju belakang maqam, seraya membaca ayat, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat." (Al-Baqarah: 125).Â
Kemudian beliau salat dua rakaat. Posisi maqam antara beliau dan Kakbah. Sesudah Al-Fatihah beliau membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Seusai salat beliau mendatangi hajar aswad lalu menciumnya. Kemudian beliau menuju Shafa dengan pintu yang berbeda.
Mencium Hajar Aswad Bukan Termasuk Kewajiban
Hal ini telah disinggung oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan ditegaskan pula oleh Dr. Ahmad Asy-Syaraabasyi dalam Yas'alunaka fi ad Diini wa al Hayaah (Dialog Islam) jilid I. Ulama Mesir sekaligus akademisi di Al-Azhar ini menjelaskan bahwa mencium hajar aswad tidak termasuk kewajiban yang menjadi tolok ukur keabsahan haji, tetapi sekadar sebagai anjuran.Â
Nilai anjurannya menjadi tekanan agama jika mudah dan memungkinkan dilakukan; tidak berdesakan, tidak sulit, dan tidak berat untuk menjangkaunya. Jika demikian keadaannya dan jamaah amat sulit menciumnya, maka cukup disentuh dengan tangan, tongkat atau dengan memakai isyarat saja. Banyak hadits dan atsar yang menjelaskan masalah batu ini, dan sejauh ini pula manusia belum bisa memahami bagaimana duduk perkaranya yang sebenarnya.
Beliau, Dr. Ahmad Asy-Syarabaasy lalu menuliskan contoh apa yang dikatakan oleh sahabat Umar Faruq atau Umar bin Khatthab. Khalifah Islam kedua ini ketika mengusap Hajar Aswad sebelum menciumnya berkata:
- "Demi Allah, sesungguhnya aku amat tahu kau hanyalah sebuah batu yang tidak berbahaya dan tidak bermanfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu."
Karena itulah Dr. Ahmad Asy-Syarabaasyi, amatlah mengherankan bila menyaksikan beribu-ribu jamaah haji yang saling berdesakan, berhimpitan, saling dorong, dan saling tarik yang tujuannya hanya sekadar untuk bisa mencium batu. Mereka tidak mempedulikan lagi keadaan diri dan sekelilingnya.Â
Baik yang bersih, kotor, tua, muda, kuat, lemah, pandai, bodoh, pria, maupun wanita semuanya saling berebut dan berjubel di tempat yang sempit dan padat untuk mendapatkan kesempatan mencium. Kebanyakan mereka menganggap hajinya tidak akan sah bila tidak berhasil mencium hajar aswad.Â
Bahkan, ada jamaah yang membentur-benturkan kepalanya, istri atau ibunya ke permukaan hajar aswad dengan anggapan supaya lebih banyak memperoleh berkahnya.
Bagaimana Harus Bersikap?
Berdasarkan risalah singkat dari Syekh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan Dr. Ahmad Asy-Syarabaasy maka kita dapat menyimpulkan bahwa kedudukan mencium hajar aswad bukan termasuk rukun yang menentukan keabsahan ibadah haji. Mencium hajar aswad adalah ibadah sunah karena dicontohkan oleh Nabi saw.
Itulah sebabnya Dr. Ahmad Asy-Syaraabasy menyarankan agar jamaah haji tidak memaksakan diri mencium hajar aswad dalam keadaan sulit melakukannya. Menurutnya, jika tidak mampu mencium maka dapat dilakukan dengan menyentuhkan tangan atau tongkat sebagaimana juga dicontohkan oleh Nabi saw bahkan bisa dengan isyarat. Tetapi hal yang paling penting adalah jangan menganggap mencium atau menyentuh hajar aswad merupakan kewajiban atau rukun haji yang menentukan keabsahan haji sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H