Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa "Pembelaan" AS untuk Rafah dan Benarkah Jusuf Kalla Mediator dengan Israel?

11 Mei 2024   08:04 Diperbarui: 11 Mei 2024   08:04 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Jusuf Kalla dan timnya dengan pejabat Hamas di Malaysia (Kompas.com)

Menyerang milisi Hamas di Rafah menjadi alasan utama Israel menginvasi kota di perbatasan Gaza dengan Mesir ini sejak Senin (6 Mei 2024). Israel telah memerintahkan sekitar 100.000 warga Palestina di Rafah untuk meninggalkan kota tersebut. Mereka diminta mengungsi ke "wilayah kemanusiaan" yang diperluas ke wilayah al-Mawasi dan Khan Younis---sekitar 10 km ke Utara Rafah. Mereka mengaku telah menyebarkan informasi ini dengan berbagai sarana, seperti radio, internet dan selebaran. Sebagian warga Palestina di Rafah mempertanyakan seruan ini karena bagi mereka Rafah justru menjadi tempat paling aman di Gaza sepanjang perang Israel-Hamas. Meski demikian, ratusan warga Rafah mulai bergegas meninggakan kota ini pasca tank-tank Israel masuk ke wilayah ini. Sejak Israel menginvasi Rafah tanggal 6 Mei 2024, PBB melalui UNRWA telah menyampaikan 80 ribu warga meninggalkan Rafah (detiknews, 10/05/2024).

Meski dunia internasional dan PBB telah mengingatkan ancaman "pembantaian" di Rafah tetapi kabinet perang Israel lebih condong menyebut serangan ke Rafah sebagai "operasi terbatas", hal ini sebagaimana dikutip dari Kompas.com (08/05/2024). Dijelaskan pula bahwa operasi ini bertujuan memberikan tekanan kepada Hamas dalam rangka pembebasan para sandera dan mencapai tujuan-tujuan lain dari perang ini. Tel Aviv juga meyakini bahwa Hamas adalah benteng pertahanan batalion terakhir Hamas.

Israel Telah Bombardir Rafah dan Tewaskan Warga Sipil

Hal ini sebagaimana diberitakan oleh beberapa media nasional. Kompas.com (10/5/2024) memberitakan bahwa tank dan pesawat tempur Israel telah membombardir Rafah. Sementara itu CNN Indonesia (10/5/2024) melansir bahwa berdasarkan citra satelit Planet Labs kondisi Rafah saat ini mirip dengan tahap awal invasi darat ke Gaza pada Oktober lalu. Mengutip rumah sakit setempat, CNN juga memberitakan bahwa sedikitnya telah ada 40 orang yang tewas akibat serangan udara Israel di Rafah. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Jika korban jiwa adalah warga sipil dan bukan batalion Hamas, maka operasi terbatas hanyalah kamuflase dari tujuan yang sebenanrnya yakni melanjutkan agenda genosida mereka, bahkan sekalipun sekutu mereka sendiri, yakni AS mengancam menghentikan pasokan senjata jika mereka tidak menunda invasi ke Rafah.

Apa "Pembelaan" AS untuk Rafah?

Istilah "pembelaan AS untuk Rafah" mungkin terdengar agak aneh, sehubungan dengan posisi AS sebagai sekutu Israel, padahal dalam perjalanan sejarah dukungan AS terhadap Israel beberapa kali negara adikuasa ini menekan sekutunya dan melunak pada Palestina. Begitupun kali ini, Presiden AS, Joe Biden mengingatkan Israel bahwa ia akan menyetop suplai senjata ke Israel jika sekutunya itu melakukan invasi ke Rafah, kota di Gaza Selatan yang berbatasan dengan Mesir. Hal ini sebagaimana wawancara Joe Biden dengan CNN, bahkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS dengan tegas menyatakan pendirian negaranya menentang rencana operasi Israel ke Rafah.

Terkhusus rencana menyetop suplai senjata, CNN juga melansir pernyataan seorang pejabat AS bahwa mereka utamanya fokus pada penggunaan akhir bom seberat 2.000 pound dan dampaknya terhadap pemukiman padat penduduk sebagaimana yang mereka lihat di bagian lain Jalur Gaza.

Di antara senjata yang telah dihentikan pengirimannya oleh AS ke Israel sejak mereka menginvasi Rafah adalah amunisi yang terdiri dari 1.800 bom seberat 2.000 pound dan 1.700 bom seberat 500 pound. Selain itu, AS juga mendesak agar Israel memastikan perlindungan bagi jutaan warga sipil yang mengungsi di Rafah dan melakukan segala cara untuk menghindari bencana kemanusiaan di wilayah tersebut.

Selain menyetop suplai senjata, AS juga membangun dermaga terapung untuk suplai bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak Rafah diinvasi oleh Israel. Tujuan dari dermaga terapung ini adalah mentransfer bantuan sebanyak mungkin ke Gaza melalui jalur maritim. Pembangunan ini sendiri dikabarkan melibatkan 1.000 personil. Sementara itu diberitakan bahwa kapal AS yang membawa bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan telah berangkat dari pelabuhan Lamaca.

Lalu apa di antara alasan AS tidak mendukung operasi militer Israel di Rafah? Dikutip dari VOA Indonesia (10/5/2024), sekutu Zionis ini mengingatkan Israel bahwa serangannya ke Rafah akan memberikan kemenangan strategis kepada Hamas mengingat Rafah adalah benteng terakhir Hamas. Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby mengingatkan bahwa operasi besar di Rafah justru akan memperkuat Hamas di meja perundingan. AS juga menyatakan bahwa masih ada cara alternatif menyerang Hamas tanpa menggelar operasi darat yang besar ke Rafah.

Benarkah Jusuf Kalla Diminta Menjadi Mediator dengan Israel?

Informasi bahwa Jusuf Kalla (JK) diminta menjadi mediator penyelesaian konflik Hamas dengan Israel telah diberitakan oleh beberapa media nasional. Kompas.tv (7/5/2024) memberitakan bahwa Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 telah diminta oleh pihak Hamas agar dirinya menjadi mediator perdamaian dengan Israel. Ia juga menyampaikan bahwa pertemuannya dengan Hamas didampingi oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur pada Minggu (5/5/2024) lalu. Tetapi menurut JK, upaya perdamaian antara Palestina dan Israel akan sulit dilaksanakan sebab Hamas dan Fatah harus bersatu terlebih dahulu. Anggota delegasi JK, Hamid Awaluddin menerangkan bahwa JK bertemu dengan Pejabat Biro Politik yang sekaligus Wakil Kepala Urusan Internasional Hamas, Dr. Basem Naim.  

Seruan JK agar Hamas dan Fatah bersatu juga dilansir Tempo.co (8/5/2024). Hamid Awaluddin menambahkan bahwa pada kesempatan itu JK juga menyinggung kontribusi kemanusiaan PMI di Gaza tanpa memandang negara, ideologi ataupun agama, tetapi semua itu hanya bisa dilakukan jika Hamas bersatu dengan Fatah. Menurut Mantan Menteri Hukum dan HAM RI, petinggi Hamas saat itu menyatakan kesediaannya duduk bersama dengan Fatah, jika JK bersedia menjadi mediator. Selain bertemu dengan tokoh Hamas, JK juga menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim untuk membicarakan usaha perdamaian di Palestina.

Meski demikian, kita tentu masih menunggu kesediaan JK, meski hal tersebut bukan sesuatu yang mustahil mengingat pada Oktober 2023, JK bersama tim sudah pernah memediasi penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina. Pembicaraan ketika itu terhenti karena serangan mendadak Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 yang akhirnya memicu invasi besar Israel ke Gaza dan kini memasuki Rafah. JK sebelumnya juga pada 2019 pernah memediasi konflik antara Palang Merah Israel dengan Bulan Sabit Merah Palestina. JK memang kerap dihubungi oleh pihak Palestina untuk membantu memediasi penyelesaian konflik dengan Israel karena mereka menginginkan ada pihak independen yang terlibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun