"Barangsiapa tidak berpuasa beberapa hari di bulan Ramadan karena sakit atau bepergian, maka ia harus mengqadha hari-hari puasa yang ditinggalkan itu dan dilakukan di luar Ramadan kapan pun ia mau, baik secara berturut-turut atau tidak. Yang demikian itu karena Allah berfirman, "...maka gantilah di hari lain." (QS. Al-Baqarah (2): 184). Dalam ayat ini Allah tidak menyebut kata-kata berturut-turut. Adapun dalam puasa kafarat sumpah harus berturut-turut, wallaahu a'lam.Â
Ada juga riwayat yang dituliskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam I'lamul Muwaqi'in (Panduan Hukum Islam), bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang penggagalan qadha puasa. Rasulullah SAW bersabda,
"Itu terserah kamu. Bagaimana pendapatmu jika salah seorang dari kalian mempunyai hutang yang kemudian dibayar satu dirham, dua dirham. Bukankah itu namanya juga qadha?' Allah lebih berhak untuk memaafkan dan mengampuni" (HR. Daraquthni).Â
Ibnu Qayyim menyatakan hadits ini mempunyai sanad hasan.
Kesimpulan
Dengan demikian, setelah puasa Ramadan maka yang paling utama adalah menyegerakan berpuasa enam hari di bulan Syawal, dengan alasan puasa Syawalini terikat oleh waktu dalam pelaksanaannya yakni hanya dilakukan di bulan Syawal. Jika kesempatan ini terlewatkan maka hilanglah mendapatkan nilai puasa setahun atau sepanjang tahun. Begitupun jika kita memilih mendahulukan qadha puasa dikhawatirkan puasa Syawal juga terlewatkan. Seringkali kita mendengar ada orang yang hampir tidak genap enam hari puasa Syawal karena mendahulukan qadha, apalagi kaum wanita yang memiliki beberapa halangan. Itulah sebabnya, ulama-ulama seperti yang dikutip pendapatnya berdasarkan hadits Nabi SAW berpendapat bahwa melaksanakan puasa Syawal lebih utama segera dilakukan daripada mengqadha puasa. Alasannya mengqadha puasa tidak terikat pada waktu atau bulan tertentu, dengan kata lain masih bisa dilakukan di luar bulan Syawal.
Meski demikian, sengaja menunda-nunda qadha puasa di saat kita sudah mampu melakukannya juga bukan sikap bijak beragama, sebab bagaimanapun qadha puasa hukumnya adalah wajib. Hukum wajib inilah yang menjadi alasan mereka yang mendahulukan qadha puasa sebelum puasa Syawal. Tentu pilihan ini juga tidak dapat kita persalahkan. Semua kembali kepada individu karena sangat tergantung pada kemampuan kita dalam melaksanakan amalan ini. Intinya sikap yang tidak moderat adalah saat kita memaksakan seseorang mengikuti praktik suatu amalan yang ulama saja berbeda pendapat tentang cara mengerjakan amalan tersebut.
Apapun yang kita pilih, baik qadha terlebih dahulu atau puasa Syawal terlebih dahulu, semoga kita diberi kekuatan dan keikhlasan dalam mengerjakannya. Bagaimanapun setan akan terus berupaya menghalang-halangi manusia dari menghambakan diri secara total kepada Rabb-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H