Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Terusir dan "Serangan Fajar" Diminta Kembali, hingga Timses Depresi dan KPPS Diserang

23 Februari 2024   12:16 Diperbarui: 23 Februari 2024   16:19 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua keluarga diminta meninggalkan tanah di banten (Official iNews 17/02/2024)

Awal saya tertarik menulis tentang dampak sosial Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) saat melihat video seorang menantu yang diusir oleh mertuanya karena beda pilihan presiden. Peristiwa ini diberitakan terjadi di Rangkasbitung, Lebak, Banten pada Rabu, 14 Februari 2024. Video menjadi viral setelah diunggah oleh Tribun Network pada 16 Februari 2024.

Berikutnya masih terjadi di daerah Banten, yakni di Pandeglang. Kali ini dua keluarga miskin diusir karena tidak mencoblos calon anggota legislatif (caleg) sesuai arahan pemilik lahan. Mereka sebenarnya mengaku telah mencoblos caleg sesuai arahan, tetapi mereka tetap diminta menunjukkan bukti foto atau video saat mereka mencoblos. Disebabkan  tidak dapat menunjukkan bukti foto atau video dimaksud, maka pemilik lahan mengusir mereka. Demikian diberitakan oleh Official iNews (17/2/2024).

Tekanan kepada Tim Sukses 

Selain dua fakta di atas, masih banyak fakta yang diungkap beberapa media tentang fenomena sosial akibat caleg gagal di berbagai daerah di Indonesia. Di antara yang banyak muncul ke permukaan dan menjadi fenomena adalah tim sukses (timses) yang diminta mengembalikan uang atau bantuan oleh caleg yang gagal. Akibatnya, timses ini meminta kembali uang atau bantuan yang pernah diberikan kepada masyarakat pemilih. Hal ini misalnya diberitakan oleh Lintas iNews (19/2/2024) bahwa sejumlah orang mengambil kembali paving blok yang merupakan bantuan dari caleg yang gagal. Hal ini kemudian menjadi komsumsi publik secara nasional karena beberapa media lain juga memberitakannya.

Tekanan mengambil kembali uang atau bantuan dari masyarakat pemilih memang membuat timses mengalami depresi, seperti diberitakan juga oleh Lintas iNews (19/2/2024). Dibeirtakan bahwa dua timses caleg yang gagal di Cirebon, Jawa Barat mengalami depresi. Salah satu timses itu bahkan datang ke Padepokan Al-Busthomi untuk menenangkan diri. Selain menangani secara kejiwaan melalui ruqyah, Pemimpin padepokan Ujang Al-Busthomi juga memberikan nasihat kepada timses tersebut untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

Kedua timses yang disebutkan di atas masih lebih beruntung kondisinya dibanding timses yang stres berat yang juga datang ke padepokan Al-Busthomi. Hal ini sebagaimana tayangan video tvOneNews (19/2/2024). Terlihat seorang pria yang tidak mengenakan baju sedang berusaha ditenangkan oleh caleg yang diusungnya. Pria yang merupakan timses itu terlihat "meracau" agar calegnya segera dilantik. Sesekali ia terdengar mengatakan "istighfar". Berbeda dengan timsesnya, calegnya justru pasrah menerima kekalahan dan mengaku berusaha menemukan hikmah terbaik dari kekalahannya tersebut. Kepada tvOneNews, pimpinan padepokan Kang Ujang Busthomi menyatakan bahwa mereka telah menerima dua caleg gagal, tetapi timses sudah puluhan orang.

Timses stres yang berusaha ditenangkan oleh caleg yang gagal (sumber: tvOneNews, 19/2/2024)
Timses stres yang berusaha ditenangkan oleh caleg yang gagal (sumber: tvOneNews, 19/2/2024)

Tim Sukses Meminta Kembali Uang "Serangan Fajar"

Hal ini sebagaimana ditayangkan dalam video Lintas iNews (19/2/2024). Diperlihatkan seorang timses yang depresi kemudian meminta kembali amplop "serangan fajar" yang sebelumnya dibagikan di daerah pemilihan (dapil) calegnya yang gagal.

Selain secara baik-baik, ada pula timses yang meminta secara paksa uang "serangan fajar". Hal ini terlihat dalam sebuah video yang juga viral dan diunggah oleh chanel Tribun Jambi (17/2/2024) dari sebuah akun instagram. Terlihat dua wanita yang diduga timses seorang caleg gagal, mengamuk meminta kembali uang "serangan fajar". Mereka menduga isi rumah yang mereka datangi tidak mencoblos caleg yang telah memberikan mereka uang. Tuan rumah dan timses yang datang kemudian terdengar terlibat cekcok, apalagi setelah timses yang datang mengetahui bahwa penghuni rumah justru mencoblos dua caleg lainnya. Akhirnya, penghuni rumah menyerahkan sejumlah uang kepada kedua wanita yang diduga timses tersebut. Kejadian ini terjadi di Karo, Sumatra Utara.

Timses yang meminta kembali amplop
Timses yang meminta kembali amplop "serangan fajar"nya (sumber: Lintas iNews, 19/2/2024)

Membentuk Satgas Tim Kesehatan Khusus

Hal ini misalnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Metro Lampung untuk mengantisipasi caleg gagal yang depresi atau stres setelah kalah dalam Pileg 2024 baru-baru ini. Diberitakan oleh tvOneNews (19/2/2024), Tim Satgas ini bertugas memberikan pelayanan kepada caleg yang mengalami depresi atau stres. Tim ini dipimpin oleh dua dokter spesialis psikologi dibantu lima dokter umum dan perawat. Mereka akan bersiaga selama 24 jam hingga tiga pekan ke depan di rumah sakit Ahmad Yani Kota Metro.

Caleg Gagal hingga KPPS Diserang

Caleg gagal memang menjadi fenomena sosial utama pasca Pileg, sebagaimana Pileg-Pileg sebelumnya terutama di Pileg 2014 dan 2019. Hal ini dapat kita buktikan dengan melakukan napak tilas ke media-media nasional yang sekarang semakin mudah diakses. Begitupun caleg gagal di Pileg 2024 ini. Seperti tayangan salah satu video Seputar iNews RCTI (16/2/2024). Diberitakan seorang suami caleg mengamuk pasca istrinya hanya mendapatkan tiga suara. Suami caleg yang mengamuk bersama pendukungnya ini terjadi di kota Jambi. Ketua KPPS dan Ketua RT dilaporkan terluka akibat amukan dan serangan mereka. Ketua KPPS bahkan mengalami patah tangan sedangkan Ketua RT mendapat luka di kepala. Peristiwa penyerangan ini telah dilaporkan ke polisi.

Bijak Sikapi Video Caleg Gagal

Meski banyak video tentang caleg gagal, kita tidak sepatutnya menelan mentah-mentah informasi ini apalagi jika tayangan tersebut bukan merupakan produk jurnalistik. Itulah sebabnya, penulis lebih memilih menelusuri fenomena ini langsung ke chanel-chanel youtube media-media terpercaya.

Betulkah terdapat video atau narasi hoaks terkait caleg gagal? Penulis berikan contoh hasil penelusuran jurnalistik Tribun Sumsel (15/2/2024) terhadap video diduga caleg stress dan berteriak di dekat Tempat Pemungutan Suara (TPS). Video ini disebut berasal dari sebuah akun media sosial Tik Tok yang diunggah pada 14 Februari 2024 malam. Tribun Bengkulu lalu melakukan penelusuran secara jurnalistik terhadap video yang menjadi viral dan ditonton hingga hampir 100 ribu kali tersebut. Hasilnya penelusuran Tribun Bengkulu, narasi dalam video itu ternyata tidak benar. Pria yang berteriak dalam video tersebut bukanlah caleg gagal tetapi anak kecil yang memang mengalami gangguan jiwa. Ia berteriak di dekat TPS karena kehilangan sandal.

Begitupun video viral tentang bantuan paving blok yang diambil kembali oleh timses pasca calegnya gagal. Timses dan caleg bersangkutan telah memberi klarifikasi. Caleg yang disebut namanya menyatakan bahwa hal tersebut hanyalah kesalahan komunikasi antar tim relawannya di tingkat desa. Ia justru menyebut bahwa dirinya banyak meraup suara di desa tempat pemberian paving blok tersebut. Ia pun berjanji tetap akan memperbaiki jalan di dusun tersebut terlepas dari berhasil atau tidaknya ia terpilih kembali menjadi wakil rakyat. Demikian informasi dari video Liputan6 SCTV (19/2/2024).

Dengan demikian, tidak semua peristiwa pasca Pilpres dan Pileg menjadi fenomena sosial. Jika pada Pileg sebelumnya, caleg yang banyak mengalami depresi maka berdasarkan penelusuran kita pada Pileg kali ini, justru timses yang banyak mengalami tekanan. Tetapi tentu saja tekanan psikologis yang mereka alami ada hubungannya dengan caleg yang tidak siap gagal setelah mengeluarkan banyak modal. Meski demikian, dalam kasus tertentu ternyata ada timses yang justru memodali calegnya. Misalnya sebagaimana diberitakan oleh detikjabar (20/2/2024) bahwa ada timses yang depresi setelah calegnya gagal padahal ia mengaku telah menjual motor dan tanah. Inilah di antara resiko yang harus siap dihadapi saat mengeluarkan banyak modal untuk memenangkan pileg.

Terlintas sebuah pertanyaan: betulkan semua caleg harus mengeluarkan banyak modal? Setidaknya masih ada caleg yang saya ketahui tidak mengeluarkan modal sebab ia telah memupuk elektabilitasnya sendiri sejak lama dengan menanam jasa di tengah masyarakat. Lalu ditunjang dengan potensi kecerdasan dan akhlak yang mulia. Dengan demikian, tidak semua suara harus dibeli. Caleg seperti ini, meskipun gagal, saya yakin dia tidak akan mengalami depresi atau membuat timsesnya ikut depresi. Jika ia berhasil duduk di legislatif, maka ia tak perlu memikirkan begitu banyak modal yang harus dikembalikan, apalagi jika modal itu merupakan pinjaman dari pihak tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun