Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Misi Awal Mencegah Kecurangan: Begini Sejarah dan Akurasi Quick Count

16 Februari 2024   12:32 Diperbarui: 16 Februari 2024   12:34 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah sebabnya kita tidak bisa berasumsi bahwa hasil quick count hanya berdasarkan opini bukan data, sebab pengambilan data mereka berdasarkan formulir yang biasanya diisi oleh relawan yang tersebar ke ribuan TPS yang menjadi sampel. Formulir dari ribuan TPS itu akan dikirim ke pusat data penyelenggara quick count  (data center). Jadi quick count tidak sama dengan jajak pendapat terhadap pemilih yang dikenal dengan istilah exit poll.

Akurasi Quick Count di Pemilu 2004 dan Pilkada DKI Jakarta 2007

Bagaimana pembuktian akurasi quick count dalam sejarah Pemilu? Tahun 2004, LP3ES yang saat itu bekerja sama dengan lembaga hitung cepat dari AS, National Democratic Institute for International Affairs (NDI) berhasil memprediksi komposisi pemenang Pemilu lengkap dengan urutan kemenangan mereka (1-24) dengan selisih rata-rata hanya 0,18%. Begitupun Pilpres 2004, hasil quick count LP3ES-NDI memprediksi perolehan suara SBY-JK (33%), Mega-Hasyim (26%), Wiranto-Salahuddin (23%), Amien-Siswono (14%), dan Hamzah-Agum (3%). Adapun margin of error-nya adalah 1,1%. Di level yang lebih rendah, lembaga quick count Litbang Kompas berhasil memprediksi hasil Pilkada DKI Jakarta tahun 2007 secara akurat dengan margin of error hanya 0,45 dengan tingkat kepercayaan mencapai 99%.

Lembaga Quick Count Pernah Salah Prediksi

Mungkin ada pertanyaan, apakah lembaga quick count tidak pernah salah? Mengutip tulisan Handrini Ardiyanti dalam laman resmi DPR-RI (28/01/2013) ternyata lembaga survei Indo Barometer pernah keliru memprediksi hasil Pilkada Sulawesi Selatan di tingkat Kabupaten Maros. Hasil quick count Indo Barometer saat itu menunjukkan perolehan suara pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang atau Sayang (50,28%), Ilham Arif Sirajuddin-Aziz Kahar Muzakkar atau IA (45,3%) dan Rudiyanto Asapa-Andi Nawir atau Garuda-Na (4,41%). Ternyata setelah real count KPUD Maros, hasilnya adalah IA (52,99%) sedangkan Sayang (43,17%). Selisihnya masing-masing mencapai 7%.

Masih menurut Peneliti bidang Komunikasi pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR-RI, kesalahan hitung pada quick count bukan hanya terjadi pada Pilkada Sulsel di Maros, tetapi terdapat sejumlah kasus kekurangakuratan hasil penghitungan cepat ini, misalnya di Pilkada Jawa Timur oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI).

Akurasi Quick Count di Pilpres 2019

Tentu menarik mencari tahu bagaimana akurasi quick count di Pilpres 2019, sebab ini akan menentukan kepercayaan kita terhadap hasil quick count di Pemilu 2024 ini. Ketika itu Litbang Kompas menemukan hasil hitung cepat bahwa pasangan Jokowi-Ma'ruf meraih 54,45% sedangkan Prabowo-Sandi 45,55%, CSIS Indonesia dan Cyrus Network: Jokowi-Ma'ruf meraih 55,62% dan Prabowo-Sandi 44,38%, LSI Denny JA: Jokowi-Ma'ruf 55,71% dan Prabowo-Sandi 44,29%, Charta Politika: Jokowi-Ma'ruf 54,3% dan Prabowo-Sandi 45,7%. Ternyata hasil real count KPU saat itu menunjukkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin memang unggul (55,50%) atas Prabowo-Sandi (44,50%).

Berdasarkan pengalaman quick count pada Pilpres sebelumnya ini, kita dapat menyimpulkan untuk sementara bahwa hasil hitung cepat beberapa lembaga survei seperti yang telah dipublikasikan dapat dipercaya. Meskipun peluang untuk adanya selisih penghitungan real count KPU tetap terbuka, tetapi perbedaannya tidak signifikan kecuali lembaga hitung cepat melakukan kesalahan sebagaimana Pilkada Sulsel di tingkat Kabupaten Maros. Meskipun demikian, tentu sebagai warga negara yang baik kita mesti menunggu hasil rekapitulasi oleh lembaga berwenang yaitu KPU.

Lalu bagaimana dengan tim masing-masing pasangan calon (paslon) tentu hak mereka untuk menentukan sikap masing-masing, apalagi jika itu bentuk euforia menikmati hasil perjuangan panjang selama tidak berlebihan. Sementara itu untuk pihak yang dinyatakan kalah dalam quick count juga tentu punya hak untuk mengumpulkan bukti-bukti kecurangan jika memang itu ada, untuk kemudian dilaporkan ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi sebagaimana sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun