Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Valentine's Day: Sejarah Cinta atau Perlawanan terhadap Penguasa?

15 Februari 2024   12:55 Diperbarui: 15 Februari 2024   12:59 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang tua zaman sekarang yang bisa jadi tidak pernah mendengar istilah "Valentine's Day" saat mereka remaja, tetapi setelah mereka tua di abad milenial ini mereka "dipaksa" mengetahui bahwa ada "Valentine's Day" yang identik dengan "Hari Kasih Sayang". Sayangnya, banyak di antara mereka yang menelan mentah-mentah informasi ini, sebagaimana generasi milenial (Z atau Y) yang tidak merasa penting untuk membaca sejarahnya lebih dalam. Tidak sedikit bahkan yang "terjebak" dalam skenario yang entah siapa dalangnya untuk menjadikannya budaya di dunia Timur, dan sebagaimana masyarakat yang minim literasi budaya ini lantas makin dikapitalisasi. Lalu bagaimana sesungguhnya sejarah Valentine's Day ini?

Absolutisme Romawi Kuno dan Perlawanan Santo Valentine

Pergolakan hebat dialami oleh Romawi Kuno melawan Alemanni (sekutu suku-suku Jerman) dan bangsa Gothik di wilayah kekuasaan Romawi pada abad ke-3 Masehi. Pergolakan ini membuat penguasa Romawi, Kaisar Claudius II (210-270) yang memerintah antara 268-270 M menetapkan aturan agar untuk sementara gereja tidak menikahkan para prajurit. Menurut Claudius II, prajurit yang belum menikah lebih kuat di medan perang dibanding prajurit yang sudah menikah.

Awalnya pihak gereja tunduk pada aturan kaisar atau pura-pura tunduk, hingga seorang Santo (St.) berani melawan aturan itu, namanya St. Valentine. Akibatnya, ia harus menjalani hukuman penjara lalu dipenggal kepalanya pada 14 Februari 269 M.

Santo Valentine (sumber: Kompas.com)
Santo Valentine (sumber: Kompas.com)

Awal Peringatan Kematian St. Valentine 

Keberanian orang suci (Santo) Valentine melawan kaisar dan menikahkan pasangan di dalam wilayah kekuasaan Romawi Kuno dan melawan penguasa menjadikan sosok St. Valentine dihormati dalam sejarah Gereja Katolik Roma. Pada masa Paus Gelasius I diputuskan menyelenggarakan pesta untuk memperingati hari kematian St. Valentine untuk pertama kalinya, tepatnya pada 496 M. Mengutip Wikipedia, ada kemungkinan pesta peringatan ini untuk mengungguli hari raya pra-Kristen, Lupercalia yang masih banyak diperingati di Roma pada abad ke-5. Perayaan ini sendiri merupakan prosesi persembahan kepada Dewi Cinta, Lupercalia selama sepekan (13-18 Februari). Pada awal pekan ini, para pemuda akan mengundi nama-nama gadis dalam sebuah kotak. Lalu nama gadis yang didapatkan secara acak akan dijadikan teman bersenang-senang selama setahun. Di Indonesia, ada yang mengadopsi budaya ini dengan cara pria dan wanita memakai topeng lalu lampu dimatikan, setelah itu mereka akan saling mencari pasangan.

Asosiasi 14 Februari dengan Cinta Tak Ditemukan dalam Kitab Legenda

Masih mengutip Wikipedia, Paus Gelasius II menyatakan bahwa tidak ada yang diketahui tentang tiga martir yang salah satunya dipersonifikasi sebagai St. valentine. Dijelaskan pula bahwa legenda yang mengelilingi tiga martir yang merupakan orang suci itu diciptakan pada Abad Pertengahan di Inggris dan Prancis. Caranya dengan mengadakan pesta perayaan pada tanggal 14 Februari dan diasosiasikan dengan cinta. Meski demikian, sentimen semacam ini tidak ditemukan dalam kitab Legenda Emas Jacobus de Voragine yang disusun sekitar tahun 1260 M. Buku ini paling banyak dicari pada Abad Pertengahan karena memuat informasi yang sangat lengkap memberi informasi setiap santo atau santa untuk setiap hari pada tahun kalender gereja.

Riwayat hidup St. Valentine di buku Legenda Emas juga sangat singkat, hanya dituliskan bahwa ia menolak untuk menyangkal Yesus Kristus di depan Kaisar Claudius pada tahun 260 M (versi inilah yang diikuti oleh The Catholic Encyclopedia bahwa Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah Tuhan orang-orang Romawi).

Sebelum kepalanya dipenggal, Valentinus mengembalikan penglihatan dan pendengaran sipir penjaranya. Jacobus lalu mereka-reka nama "Valentinus" secara etimologi sebagai sesuatu yang mengandung keberanian (Latin: valor), tetapi tidak ada tanda-tanda hati dan pesan-pesan yang ditandatangani yang diberi oleh "Valentine-mu," seperti kadangkala disugestikan dalam karya-karya modern kesucian sentimental. Ini membantah tradisi berbagi ucapan "from your valentine" atau "be my valentine" atau ucapan-ucapan lainnya yang dikemas pada Valentine's Day.

Awal Mula Perayaan Valentine Diidentikkan dengan Cinta

Jika di buku Abad Pertengahan, tidak ditemukan asosiasi Valentine dengan cinta lalu muncul pertanyaan sejak kapan ini menjadi budaya? Mengutip Wikipedia, kerangka yang diidentifikasi sebagai St. Valentine ditemukan dari sebuah makam dekat Roma. Jenazah kemudian dimasukkan ke dalam peti emas dan dikirim ke gereja Whitefrear Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini diberikan ke mereka pada tahun 1836 oleh Paus Gregorius XVI. Setelahnya, banyak wisatawan yang berziarah ke gereja ini pada Hari Valentine dan peti emas ini diarak-arak dalam prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar yang tinggi. Pada hari itu juga sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Hari Valentine Dihapus dari Kalender Gereja Tapi Terlanjur Membudaya

Ketidakjelasan legenda Valentine membuat pihak gereja menghapuskan hari raya Valentine dalam kalender gereja sejak tahun 1969. Hal ini bertujuan menghapus santo-santa yang asal-muasalnya dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Meski demikian, pesta berbentuk paroki-paroki tertentu tetap berlanjut.

Di Indonesia sendiri, perayaan Hari Valentine ini diperkirakan mulai masuk sekitar tahun 1980 seiring semakin mudahnya informasi masuk di era globalisasi. Hingga kini, pernak-pernik dan paket menyambut Hari Valentine bukan hanya ditawarkan oleh berbagai hotel di Indonesia, tetapi juga oleh toko-toko di pinggir jalan. Paket yang paling banyak diburu oleh pria untuk diberikan kepada wanita yang disukainya mulai dari cokelat, boneka hingga bunga. Selain itu, masih ada mall-mall dan kafe-kafe yang juga menggelar acara bertema Valentine Day. Demikianlah pelaku-pelaku bisnis mendapat keuntungan dari perayaan Hari Valentine yang sejatinya merupakan hari berkabung atas meninggalnya St. Valentine karena melawan kekuasaan Romawi Kuno.

Lalu kalangan mana yang paling banyak mengeluarkan biaya untuk memperingati Hari Valentine? Jawabnya adalah remaja-remaja yang terjebak pada prilaku konsumtif untuk menyenangkan pasangannya. Mereka justru tidak memahami esensi atau pesan perlawanan dari St. Valentine atas ketidakadilan yang dipraktikkan oleh penguasa yang dianggap menzalimi rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun