Kritikan Itu Berdasarkan Hati Nurani Tetapi Ada yang Mendompleng
Mungkin kalimat yang mewakili istana ini agak sulit kita pahami. Kalimat ini kami temukan berdasarkan penjelasan pihak istana yang diwakili oleh Rumadi Ahmad, PLT Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) dalam dialog Satu Meja Kompas.TV (7/2/2024). Menurutnya, kritikan dari banyak guru besar ini bukan berada di ruang kosong, tetapi dalam konstalasi politik Pemilu 2024, sehingga mereka harus memilah mana suara-suara yang memang menyuarakan nurani dan mana yang akan menguntungkan kepentingan politik kelompok tertentu. Ia mengkhawatirkan kelompok yang punya kepentingan ini akan mendompleng dalam kritikan para akademisi itu. Pernyataan Rumadi ini lalu dibantah keras oleh Guru Besar UGM, Prof. Kuntjoro. Ia balik menuduh mereka yang menekan para rektor untuk mengeluarkan pernyataan mendukung Jokowi itulah yang seharusnya dikatakan sebagai mendompleng.
Sebuah Kesimpulan
Dengan demikian, ada pro-kontra terkait ramainya kritik dan petisi dari para akademisi. Hemat penulis, untuk menentukan mana yang bicara berdasarkan fakta diperlukan kritik eksternal. Jika menggunakan metode sejarah, kritik eksternal ini lebih banyak ditujukan kepada figur atau sosok yang menjadi sumber sejarah. Setidaknya ada dua pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk melakukan kritik eksternal ini. Pertama, kedalaman ilmu, pengetahuan dan wawasan mereka yang berbicara terkait apa yang sedang dibicarakan. Kedua, apakah mereka punya kepentingan terhadap hal yang dibicarakan. Jika itu menyangkut kritikan kepada kekuasaan, maka pertanyaan sederhananya adalah apakah mereka memiliki kepentingan dengan kekuasaan itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H