Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pro-Kontra Kritik Akademisi: Fakta, Aspirasi, Partisan hingga Disebut Mendompleng

10 Februari 2024   15:05 Diperbarui: 10 Februari 2024   15:05 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Jokowi (sumber: video Kompas TV) 

Pada tulisan sebelumnya, kami sudah mengulas kritik hingga petisi para akademisi yang mengkhawatirkan masa depan demokrasi Indonesia. Terhitung sudah lebih dari 30 kampus di seluruh Indonesia yang mengkritik pemerintahan Jokowi dan mengkhawatirkan masa depan demokrasi Indonesia. Para akademisi tersebut sesungguhnya ikut menegaskan apa yang pernah dikhawatirkan oleh kalangan mahasiswa yang sebelumnya ikut menggelar aksi kekhawatiran masa depan demokrasi karena isu politik dinasti.

Jangan Abaikan Kritik

Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah mengeluarkan pernyataan terkait ramainya kritik dan petisi terhadap pemerintahan Jokowi. Menurutnya, hal itu merupakan dinamika politik menjelang Pemilu 2024 yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Mantan presiden keenam dan ketujuh Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ikut menyoroti gelombang petisi dari akademisi. Ia menyatakan bahwa gelombang kritik dan petisi dari sejumlah rektor, guru besar dan mahasiswa itu menyuarakan pentingnya Pemilu yang damai, jujur, dan adil. Perintis partai yang kini mengusung pasangan Prabowo-Gibran ini juga menyoroti pernyataan politik yang menurutnya berlebihan, misalnya apabila Pilpres hanya berlangsung satu putaran berarti ada kecurangan, dan apabila dalam Pilpres ada kecurangan maka negara bersiap mengalami chaos atau kekacauan. Meski demikian, ia tetap mengingatkan bahwa tidak bijak jika mengabaikan suara-suara yang khawatir Pilpres akan curang.

Sedikit berbeda dengan SBY, mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan bahwa pandangan yang disampaikan oleh para akademisi itu sesuai dengan fakta di lapangan. Menurut mantan wapres di era SBY dan Jokowi ini, gelombang kritik dari guru besar itu lahir secara organik tanpa paksaan. Dengan demikian apa yang mereka sampaikan tak perlu diragukan karena benar-benar berasal dari hati nurani. Ia lalu menyampaikan hal yang sama dengan Ma'ruf Amin dan SBY agar pemerintah benar-benar mendengar dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh kalangan akademisi dengan menjamin netralitas Pemilu 2024. Ia juga menegaskan bahwa Pemilu tidak mungkin ditunda karena kertas suara telah dicetak, karena itu yang terpenting adalah perlunya gerakan secara nasional untuk mengawal Pemilu agar berlangsung bersih.

Kritikan Tak Didengar Dapat Menyebabkan Tumbangnya Kekuasaan

Selain, Ma'ruf Amin, SBY dan JK, pesan agar tidak mengabaikan kritik dari kalangan akademisi juga disampaikan oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo. Uniknya, ia menyinggung sejarah bahwa sejak zaman kerajaan telah ada kekuasaan, dan kekuasaan akan berbahaya jika tidak dijalankan dengan baik, maka diutuslah para Nabi untuk menyuarakan kebenaran kepada penguasa. Misalnya saat penguasa tidak berlaku adil maka Nabi muncul untuk menyuarakan keadilan. Maka ia mengapresiasi jika para akademisi menyuarakan seruan moral sebagai tanggung jawab mereka. Menurutnya, dinamika seperti ini selalu berulang dalam sejarah.

Uskup Agung lalu mengingatkan bahwa di dalam sejarah jika kekuasaan tidak mau lagi menerima kritikan, maka bisa berakibat tumbangnya kekuasaan itu. Jadi menurutnya, kekuasaan dan kritikan merupakan dua hal yang mesti berjalan beriringan. Senada dengan Uskup Agung, Wakil Sekjend MUI, Marsudi juga menyatakan bahwa kritikan adalah hal yang lumrah, tetapi tujuannya bukan untuk menumbangkan kekuasaan melainkan untuk memperbaiki kehidupan bangsa.

Kritik dan Petisi Tidak Murni Aspirasi Tapi Partisan

Ada pandangan menarik yang dikemukakan oleh beberapa pihak tentang gelombang kritik dan petisi akademisi. Di antaranya sebagaimana dilansir salah satu video Tribun Network (8/2/2024) mengutip praktisi hukum, Rony E. Hutahean. Praktisi yang mengaku mahasiswa program doktoral ini menyatakan bahwa awalnya ia melihat kritikan dari akademisi Universitas Gajah Mada adalah murni aspirasi, tetapi ketika tiba-tiba sejumlah perguruan tinggi melakukan hal yang sama, ia lalu berpandangan bahwa kritikan ini bukan lagi sebuah aspirasi. Apalagi menurutnya ada pasangan calon (paslon) yang mengomentari secara berlebihan bahwa pemerintah mengintervensi sejumlah kampus untuk mengadakan petisi tandingan. Menurutnya, sebaiknya semua paslon diam dan membiarkan kritik dan petisi ini murni berasal dari guru besar dan mahasiswa yang dilindungi oleh undang-undang.

Penilaian lebih berani disampaikan oleh Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yang sebelumnya merupakan kader PKS, Fahri Hamzah. Ia menuduh sejumlah guru besar yang melayangkan kritik dan petisi kepada Presiden Jokowi merupakan partisan. Ia berkaca pada masa mudanya saat kuliah di Universitas Indonesia (UI) dan terjun dalam politik kampus. Ia menyatakan dirinya saat itu bukan aktivis kampus yang netral. Berbekal pengalaman menjadi campaign manager di senat mahasiswa UI, ia mengaku mengetahui "warna" para guru besar yang saat ini ada di kampusnya. Menurutnya, seharusnya para guru besar itu tidak perlu ikut campur urusan kampanye saat ini jika tak mau terkena imbasnya. Ia juga mempertanyakan beberapa guru besar yang pernah bekerja dengan Jokowi dan sering dilibatkan namun tiba-tiba kini menyalahkan Jokowi. Demikian dikutip dari salah satu video Kompas.com (8/2/2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun