Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Isra' dan Mi'raj: Sejarah dan Hikmah Perjalanan ke Baitul Maqdis dan Sidratul Muntaha

6 Februari 2024   08:36 Diperbarui: 6 Februari 2024   08:52 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompleks Masjid Al-Aqsha di Baitul Maqdis (sumber: Kompas.com)

Pekan ini, umat Islam terutama di Indonesia memperingati peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad Sallallaahu alaihi wasallam (saw). Meski terdapat perbedaan riwayat kapan tepatnya peristiwa agung ini terjadi, tetapi pendapat terkuat menyebut 27 Rajab atau delapan bulan sebelum hijrah sebagaimana ditulis dalam kitab al-Wafa Ibnul Jauzi.

Jika memakai sudut pandang sejarah, peristiwa ini tidak boleh dipisahkan dari peristiwa yang mendahuluinya. Sebab untuk memahami suatu peristiwa, kronologi dan kausalitas tidak boleh dilupakan.

Isra'-Mi'raj Hadiah untuk Menghibur Nabi Saw

Saat mengingat atau membahas peristiwa Isra' dan Mi'raj, kebanyakan kita masih berfokus pada peristiwa Isra' dan Mi'raj itu sendiri. Kita melupakan bahwa sesungguhnya mukjizat ini dianugerahkan oleh Allah sebagai "hadiah" atau "hiburan" untuk kekasihnya Nabi Muhammad saw pasca dikecewakan di Mekah oleh suku Quraisy dan di Thaif oleh Bani Tsaqif.

Kita mungkin masih ingat bagaimana Nabi saw diperlakukan oleh penduduk Thaif dari Bani Tsaqif yang mengusir bahkan melempari beliau dengan batu hingga darah bercucuran membasahi betisnya. Meski demikian, beliau tetap bertekad kembali ke Mekah. Sahabat beliau yang setia menemani, Zaid bin Haritsah sampai bertanya, "Bagaimana mungkin engkau kembali ke Mekah sementara mereka telah mengusirmu?" Nabi Saw menjawab, "Hai Zaid, sesungguhnya Allah yang membuat jalan keluar pada masalah yang sedang kamu hadapi."

Setelah berkata demikian, Nabi Saw lalu melakukan usaha yang menjadi urusan seorang hamba. Beliau menemui Muth'im bin Adi agar sudi memberi perlindungan. Setelah memasuki Mekah, pelecehan berupa kekerasan verbal kembali dialami oleh Nabi saw. Terutama dari Abu Jahal dan Utbah bin Rabiah.

Abu Jahal berkata, "Kenapa tidak turun pasukan malaikat untuk menjagamu?" Lalu dia berkata lagi, "Inikah Nabi kalian wahai keturunan Abdi Manaf?" Adapun Utbah menimpali dengan berkata, "Mengapa harus diingkari jika ada Nabi dan Raja dari kalangan kita?" Demikian inilah pelecehan yang dialami oleh Nabi Saw sebagaimana tertulis dalam buku Muhammad Sang Yatim buah tangan Prof. Dr. Muhammad Sameh Said. Ia selanjutnya menulis bahwa merupakan mukjizat istimewa yang dianugrahkan Allah yang bertujuan mengangkat moral Rasulullah Saw dengan menghiburnya dan memperlihatkan kepadanya betapa mulia kedudukan dan fadilah dirinya di sisi-Nya.

Tentang Buraq dan Pertemuan Empat Nabi di Baitul Maqdis

Penamaan buraq berasal dari barq (kilat). Buraq adalah kendaraan yang ditunggangi oleh Nabi Saw saat peristiwa Isra' dari Mekah ke Baitul Maqdis. Beliau sendiri menjelaskan bahwa buraq merupakan kuda putih nan panjang, lebih tinggi dari keledai dan lebih rendah dari bagal. Buraq inilah yang mengantarkan beliau Saw tiba di Baitul Maqdis, lalu beliau salat dua rakaat di masjid. Kisah buraq ini sebagaimana dikutip dari Muhamamd Sang Yatim dari Tarikh ath-Thabari 15/3.

Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Nabi Saw melewati Gunung Sinai, tempat yang diberkati ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa as. Di tempat ini Nabi Saw salat dua rakaat. Beliau Saw lalu melanjutkan ke Betlehem, tempat Nabi Isa as dilahirkan. Di tempat ini lagi-lagi beliau salat dua rakaat. Saat tiba di Baitul Maqdis, tiga Nabi telah menunggu kehadiran beliau Saw. Paling depan Ibrahim as, lalu Musa as dan Isa as. Nabi Saw lalu mengimami salat bersama ketiga Nabi utusan Allah ini.

Hikmah Perjalanan dari Mekah ke Baitul Maqdis

Lalu apa hikmah dari pertemuan Nabi Saw dengan tiga Nabi yang lain di Baitul Maqdis? Prof. Dr. Muhammad Sameh Said menjelaskan bahwa perjalanan dari Mekah ke Masjidil Aqsa menegaskan akan ketersambungan Risalah Ilahiyah dan peralihannya dari Bani Israil ke Bani Ismail dan dari Baitul Maqdis ke Mekah. Begitupula dengan penegasan bahwa Nabi Saw telah mewarisi kenabian dari Bani Israil.

Hakikat Mi'raj dan Pertemuan Nabi Saw dengan Nabi Pilihan di Setiap Tingkatan Langit

Mi'raj terjadi setelah peristiwa di Baitul Maqdis. Mi'raj merupakan tangga yang dinaiki oleh ruh-ruh orang mati yang berpindah ke alam akhirat. Mi'raj inilah yang mengantarkan Nabi Saw ke pintu langit bersama Jibril as. Setiap satu pintu langit dibuka oleh penjaganya, Nabi Saw bertemu dengan beberapa Nabi  yang mendoakan kebaikan untuk Nabi Saw. Di langit pertama, Nabi Saw bertemu dengan Nabi Adam as, di langit kedua Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam, di langit ketiga Nabi Yusuf as, di langit keempat Nabi Idris as, di langit kelima Nabi Harun as, di langit keenam Nabi Musa as, dan di langit ketujuh Nabi Ibrahim as. Bapak para Anbiya ini sedang duduk bersandar ke Baitul Ma'mur, tempat yang setiap harinya dimasuki 70 ribu malaikat. Berlanjut dari langit ketujuh ini, Nabi Saw menuju Sidratul Muntaha untuk bertemu Allah 'Azza wa Jalla. Demikian berdasarkan HR. Bukhari dan Muslim dalam Muhammad Sang Yatim.

Kisah selanjutnya kami suguhkan dari kitab al-Wafa Ibnul Jauzi berdasarkan hadits dari Anas bahwa Nabi Saw kemudian mendapatkan hidangan beberapa bejana yang masing-masing berisi khamar, susu dan madu dari Jibril as. Nabi Saw lantas memilih bejana yang berisi susu. Jibril kemudian berkata, "Pilihanmu ini adalah fitrah bagimu dan umatmu nanti."

Tentang Salat Lima Kali yang Sebanding dengan Lima Puluh Kali

Perintah menunaikan salat disampaikan langsung oleh Allah kepada Nabi Saw saat di Sidratul Muntaha. Awalnya diperintahkan sebanyak 50 kali sehari semalam. Tetapi saat bertemu dengan Nabi Musa as di langit keenam, Nabi Bani Israil ini menyuruh Nabi Saw untuk meminta keringanan. Ia telah berpengalaman bagaimana susahnya menghadapi Bani Israil. Hasilnya, Allah berkenan mengurangi kewajiban salat itu menjadi lima kali sehari-semalam. Meski demikian, Allah menegaskan bahwa nilainya akan sama dengan 50 kali. Sebab setiap kebaikan yang dikerjakan akan dilipatgandakan sebanyak sepuluh kali. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Allah juga berjanji bahwa siapa yang sanggup menjaga salat pada waktunya maka surga adalah balasannya, tetapi siapa yang tak mampu menjaga salatnya, maka Allah tidak menjanjikan apapun. Demikian berdasarkan HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dalam Muhammad Sang Yatim. Salat menjadi hikmah terbesar yang diterima Nabi Saw dalam perjalanan Isra' dan Mi'raj.

Demikianlah, kasih sayang dan keadilan Allah bahwa jika kita melakukan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, tetapi jika kita melakukan satu keburukan kita hanya mendapatkan satu keburukan dan tidak dilipatgandakan. Bahkan jika kita meniatkan melakukan kebaikan, itu pun sudah dicatat sebagai kebaikan. Tetapi jika kita meniatkan keburukan belum dicatat sebagai keburukan hingga kita mengerjakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun